Banyak orang menganggap bahwa harta sebagai simbol keberhasilan, kekuasaan, dan status sosial. Memiliki banyak harta seringkali diidentikkan dengan kehidupan yang lebih baik dan dihormati oleh orang lain. Banyak yang percaya bahwa harta dapat membawa kebahagiaan, karena memungkinkan seseorang untuk menikmati berbagai hal yang diinginkan.
Harta dalam pandangan Islam bukan sekadar materi, tetapi merupakan amanah yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Dalam Islam ada panduan yang jelas mengenai bagaimana cara memperoleh, mengelola, dan menggunakan harta. Harta adalah salah satu nikmat Allah yang harus disyukuri. Kita sebagai manusia hanya sebagai pengelola sementara. Kepemilikan harta juga merupakan ujian bagi manusia. Apakah ia akan menggunakannya untuk kebaikan atau malah menjadikannya sebagai sumber kebanggaan dan kesombongan.
Adalah seorang  tabi'in, imam dan hafidz yang menjadi teladan dalam kezuhudan Abu Hazim Salamah bin Dinar. Beliau memiliki pandangan tersendiri tentang hakekat harta atau kekayaan. Suatu ketika Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi datang ke Madinah dan bertemu dengan Abu Hizam Salamah bin Dinar. Khalifah Sulaiman bertanya kepada Abu Hizam bin Dinar,"Wahai Abu Hazim, apakah engkau mempunyai harta?"
Abu Hazim pun menjawab,"Saya memiliki dua harta. Dengan dua harta ini saya tak takut miskin sama sekali." Yang pertama adalah atstsiqatu billah, percaya dan yakin kepada Allah SWT. Kedua, walyasu mimma fii aidinnas, tidak tertarik dengan apa yang dimiliki oleh manusia."
Tsiqah billah adalah sebuah istilah dalam Islam yang memiliki arti "beriman dan percaya sepenuhnya kepada Allah SWT". Ini berarti menyerahkan segala urusan dan permasalahan kepada Allah dengan keyakinan yang kuat bahwa Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan Maha Bijaksana. Selain percaya, tsiqah billah juga mengandung makna tawakkal, yaitu bersandar sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan usaha yang maksimal. Orang yang memiliki tsiqah billah akan merasa tenang dan tenteram dalam menghadapi segala cobaan hidup. Tsiqah billah menumbuhkan sikap optimisme karena yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik. Dengan tsiqah billah, seseorang akan lebih sabar dalam menghadapi segala kesulitan.
Orang yang tsiqah billah akan berusaha mencari solusi, namun tetap menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah. Sikap berikutnya yang tumbuh adalah menerima dengan lapang dada dan yakin bahwa Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Dengan tsiqah billah hati menjadi tenang dan damai, terhindar dari rasa khawatir dan cemas, hubungan dengan Allah menjadi semakin erat, hidup menjadi lebih bermakna.
"Walyasu mimma fii aidinnas" adalah frasa dalam bahasa Arab yang secara harfiah dapat diartikan sebagai "dan mereka berpaling dari apa yang ada di tangan manusia". Ini merujuk pada sikap seseorang yang tidak terpengaruh atau tergoda oleh harta benda, kekuasaan, atau pujian yang dimiliki oleh orang lain. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain. Mereka tidak terdorong oleh keinginan untuk memiliki lebih banyak harta atau kekuasaan.
Dalam konteks kekuasaan justru ummat Islam yang amanah selayaknya memegang kendali. Bila kekuasaan dipegang oleh orang yang tidak amanah akan berakibat terjadinya kekacauan dan kehancuran. Dalam hal ini kekuasaan diperoleh dengan cara yang ma'ruf bukan dengan menghalalkan segala cara.
Bila kita sudah memiliki harta yang ke-dua ini maka tidak ada lagi istilah "merasa susah melihat orang lain senang dan merasa senang melihat orang lain susah". Â Hal lain yang kita dapatkan adalah menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur, tidak mudah mengeluh. Akan juga selalu berusaha memprioritaskan hubungan terhadap Allah SWT daripada mengejar kesenangan duniawi.