Kisah ini menceritakan tentang seorang laki-laki yang menghuni sel prodeo. Entah karena kesalahan atau tindakan kriminal apa yang dilakukannya hingga mengharuskan dia hidup dalam penjara tersebut.
Suatu ketika laki-laki itu kehabisan odol. Malam itu odol yang menempel pada sikat giginya adalah yang terakhir dimilikinya. Dia sudah menekan sedemikian rupa odol tersebut. Tampaknya memang sudah tak bersisa.
Keadaan ini membuat laki-laki itu sebal. Tampaknya laki-laki ini memang lumayan disiplin dalam merawat giginya. Dia berpikir keras bagaimana caranya mendapatkan odol untuk dipakai besok dan seterusnya.
Selama ini istri dan anak-anaknya rajin mengunjungi dan membawakan keperluan harian termasuk odol. Tapi kali ini laki-laki itu merasa bahwa istri dan anak-anaknya telah melupakannya. Sudah lama mereka tidak menjenguknya. Bahkan sahabat serta teman-temannya seolah hilang begitu saja. Tak ada yang peduli dengannya.
Laki-laki itu merasa sendiri. Dia merasa tidak berharga. Tiba-tiba pikiran iseng dan *nakal* nya muncul.
"Barangkali aku bisa berdoa minta odol sama Tuhan saja," begitu batinnya.
Selama ini yang kita tahu orang berdoa adalah untuk hal-hal besar dan penting. Berdoa minta kesembuhan, mohon diberikan solusi atas setumpuk permasalahan, mendoakan orang tua, guru dan anak untuk kebaikan mereka adalah doa yang lumrah dan nampak keren didengar. Namun berdoa meminta odol kepada Sang Pencipta milyaran bintang gemintang, jutaan galaksi serta matahari tentunya perlu dipikirkan berulang kali sebelum diutarakan. Terdengar aneh, lucu dan mungkin tidak pada tempatnya.
Akan tetapi, laki-laki ini tak punya pilihan. Baginya tidak punya odol untuk sikat gigi esok hari dan seterusnya benar-benar meresahkan hatinya. Bagi orang lain ini mungkin bukanlah hal yang penting, tapi baginya odol adalah barang yang penting saat itu.Â
Maka dengan tekat yang bulat dan dikuatkanlah hatinya dari rasa malu, laki-laki itu pun memutuskan untuk mengucapkan doa itu. Dia juga menganggap bahwa doanya itu *gila*. Dia pun berdiri di bagian pojok dengan ragu-ragu di bawah temaramnya lampu penjara. Sengaja dipilih tempat pojok agar tidak ada orang yang mengamatinya. Diucapkannya lirih doa itu,"Ya Allah Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang saat ini aku alami. Aku sangat membutuhkan odol. Aku tak tahu lagi bagaimana caranya. Tolonglah aku."
Dia mengucapkan doa itu sampai tampak pipinya yang kemerahan karena menahan malu. Bibirnya terlalu kelu untuk menutup doanya dengan kata Aamiin.Â
Peristiwa itu berlalu demikian cepat. Hatinya resah memikirkan doa itu. Laki-laki itupun berusaha melupakannya. Doa itu dilantunkannya sore hari. Dia pun tertidur. Tepat tengah malam tiba-tiba ada keributan di kamar selnya.