Bunuh diri masih dianggap topik pembicaraan yang tabu di kalangan masyarakat. Penderita gangguan kesehatan mental merasa malu, khawatir, dan takut untuk berkonsultasi kepada orang yang lebih paham dibidangnya. Stigma adalah label negatif yang disematkan kepada orang atau kelompok tertentu oleh sekitarnya. Stigma seringkali muncul jika menyinggung topik gangguan mental. Stigma juga dapat membuat pengidap dianggap tidak mampu mencapai target atau melakukan tugas yang spesifik. Stigma yang muncul dan memperburuk keadaan mengakibatkan penderita enggan mencari bantuan sehingga tidak sedikit dari mereka yang memilih mengakhiri hidupnya. Â Bagaimanakah stigma ini dapat dihilangkan guna mengurangi angka kasus bunuh diri?
Terhitung sejak awal tahun 2024, angka kasus bunuh diri di Indonesia hampir menyentuh angka 1000 kasus yang ditangani oleh Polri. Bunuh diri bukanlah keputusan yang sederhana. Bunuh diri merupakan puncak dari masalah kesehatan mental seseorang seperti adanya depresi, tekanan, bipolar, dan kecemasan. Ketidakmampuan untuk menghadapi berbagai konflik hingga masalah yang menimpa dapat memberi dorongan besar seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Bahkan baru-baru ini terdapat kasus  seorang warga Bantul yang mengidap gangguan kesehatan paru-paru ditemukan meninggal dunia akibat gantung diri di kamar rumahnya. Seorang mahasiswi juga nekat mengakhiri hidupnya karena putus cinta beberapa waktu lalu.
Bunuh diri terjadi bukan hanya karena adanya gangguan kesehatan mental seperti depresi, melainkan pengaruh sosial, bullying, dan masalah finansial. Faktor-faktor seperti tekanan sosial, konsumsi obat-obatan, bahkan trauma masa lalu dapat memicu keputusan bunuh diri. Bunuh diri seringkali merupakan respon terhadap rasa putus asa yang bisa terjadi pada siapa saja, bukan hanya pada mereka yang memiliki gangguan mental. Sehingga, menganggap bunuh diri sebagai gangguan kesehatan mental dapat membuat mereka yang sedang berjuang menjadi malu dan lebih memilih untuk memendamnya sendiri. Lebih buruk lagi, stigma ini digunakan untuk menghakimi dan  mencap seseorang "gila" adalah hal yang biasa. Akibatnya, seseorang akan merasa tidak dipedulikan dan menanggung kesedihannya sendiri. Ketika emosinya memuncak dan merasa putus asa, akan sangat memicu mereka untuk membuat keputusan berat yakni bunuh diri. Padahal dukungan sosial yang kuat dan akses yang memadai dapat menjadi pencegahan yang efektif.
Dalam hal menghapus stigma bunuh diri sebagai gangguan kesehatan mental, kita harus mengedepankan empati, edukasi, dan dukungan. Kita harus lebih memperhatikan mereka dengan mendengarkan tanpa menghakimi. Menciptakan ruang yang aman bagi mereka untuk berbicara tanpa takut dikucilkan.  Edukasi penyebab gangguan mental dan faktor bunuh diri dapat membuat masyarakat menyadari bahwa hal ini merupakan masalah medis yang memerlukan dukungan. Mengedepankan pentingnya mencari bantuan ketika seseorang merasa terpuruk. Pemberdayaan ini akan membantu menghilangkan rasa malu yang sering menghalangi seseorang  untuk mencari bantuan.
Menghilangkan label negative seperti "gila" atau "lemah" kepada orang yang mengalami gangguan kesehatan mental. Panggilan yang merendahkan tersebut sebaiknya diganti dengan kata yang lebih baik untuk memudahkan pendekatan, sehingga menciptakan suasana pemulihan yang lebih mendukung dari pada memperburuk stigma. Menciptakan lingkungan yang mendukung dan ramah, dimana seseorang dapat membicarakan permasalahannya dengan nyaman tanpa takut dihakimi. Langkah-langkah tersebut dapat membantu guna menghapus stigma bunuh diri sebagai gangguan kesehatan mental.
Dukungan dari keluarga, kerabat, ataupun dari suatu komunitas akan sangat membantu pencegahan bunuh diri. Karena kasus bunuh diri di Indonesia semakin meningkat dan bunuh diri bukanlah masalah sepele. Maka kita perlu merangkul orang-orang yang mengalami krisis dan berpotensi bunuh diri. Mari ubah cara pandang kita, bahwa bunuh diri bukan kelemahan atau tanda gangguan jiwa, melainkan sebuah seruan bantuan yang seringkali tidak didengar. Menghapus stigma akan memberi kenyamanan bagi setiap orang yang ingin bercerita karena semua orang layak didengar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H