Mumpung masih pagi, bersepeda pancal menghirup udara segar. Menyusuri jalan di desaku tercinta Sedayulawas. Mengayuh sepeda sambil mencoba merefresh memori tentang masa lalu. Masa kecil saat di desa. Saat duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah.
Desaku Sedayulawas masuk dalam wilayah Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan yang berada di wilayah pesisir pantai utara dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Di sebelah utara : berbatasan dengan laut jawa. Di sebelah selatan : berbatasan dengan Desa Sendangharjo. Di sebelah barat : berbatasan dengan Desa Brengkok. Di sebelah timur : berbatasan dengan Kelurahan Brondong. Letak Desa Sedayulawas yang berada di pinggir pantai memiliki potensi sendiri dalam pengelolaan sumber daya alam, dan banyak masyarakat yang memanfaatkan untuk berprofesi sebagai nelayan.
Sampailah perjalanan saya di pasar desa. Jarak dari rumah sekitar 500 meter. Ada yang menarik perhatian saya. Di bagian selatan tampak sampah menggunung. Namanya Tempat pembuangan sampah. Padahal sudah ada tulisan larangan membuang sampah di luar area. Belum mendekat bau khas sampah cukup menyengat. Bahkan di luar tempat pembuangan tampak sampah bertebaran. Yang pasti sampah itu berasal dari limbah tumah tangga masyarakat desa Sedayulawas.
Pencemaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau. Di samping itu juga sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis. Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak. Belum lagi bila musim hujan tiba tentu menimbulkan masalah lagi yaitu terjadinya banjir karena sepanjang jalan yang saya lewati banyak saluran air yang sudah tertutup atau sengaja ditutup. Â Ini pekerjaan rumah utama yang harus menjadi skala prioritas pemerintahan desa Sedayulawas.
Penanganan sampah harus melibatkan banyak pihak. Pemerintah desa selaku pembuat dan pengatur kebijakan adalah kunci utama. Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Karang Taruna, Remaja Masjid, Majelis Ta'lim, PKK dan lain-lain lembaga pendidikan baik formal maupun non formal kiranya bisa duduk besama untuk membahas dan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini. Maka menyebabkan hubungan keterkaitan antara limbah sampah dengan penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukanya perubahan pemahaman tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai.
Setelah mendapatkan pelatihan ini diharapkan perwakilan dari masyarakat dapat menyampaikan kepada masyarakat iuas melalui komunitasnya masing-masing. Semuanya harus saling bersinergi. Satu lagi hal yang paling penting adalah adanya monitoring dan evaluasi. Seringkali adanya program yang bagus mandeg di tengah jalan karena tidak adanya kontrol, monitoring dan evaluasi.
Tidak ada kata terlambat. Semua perlu waktu. Jika dilakukan dengan istiqomah, kontinyu, insya Allah hasil tidak mengkhianati usaha. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H