Bingung sebenarnya. Tapi inilah keputusan yang harus diambil. Setelah membaca beberapa postingan terbaru tentang STC dari Om Cechgentong dan terutama postingan bang Edi Sembiring tentang Quo Vadis STC.
Mundurnya Om Cechgentong membuat kandidat koordinator P-STC (Jika masih dianggap ada) itu tinggal saya sendiri. Setelah berpikir panjang sebaiknya saya pun mengundurkan diri. Lebih karena proses domokrasi sepertinya tidak berjalan elok jika hanya menyisakan saya sendiri sebagai calon tunggal (sekali lagi itupun jika masih dianggap).
Sejak bulan Maret ketika saya di wisuda, saya benar-benar menaruh harapan bisa bergabung dengan organisasi P-STC ini. P-STC buat saya (jika mendengarkan penjelasan awal) sangat cocok dengan keinginan saya yang ingin bekerja di tempat yang juga memiliki kerja-kerja sosial yang nyata. Hal tersebut akhirnya menjadikan saya tidak melamar pekerjaan pada satu tempat manapun dan memilih untuk menunggu proses lahirnya P-STC. Kecuali satu waktu itu memberikan CV pada bang Arif B Santoso.
Saya ingin bergabung dan bekerja secara profesional di organisasi yang memiliki nafas kepedulian seperti P-STC ini, begitulah harapan saya awalnya. Namun akhirnya, berlarut-larutnya perencanaan yang sepertinya akan kembali ke awal perumusan tujuan adanya P-STC setelah membaca postingan bang Edi Sembiring membuat saya tentu harus membuat pilihan. Saya tidak bisa terus menerus menggantungkan nasib saya atas dasar ingin kerja sosial pada lembaga yang memang ternyata belum juga bisa jelas keberadaannya sampai sekarang akan dibawa kemana.
Saya menyimpulkan (maaf kalau salah) P-STC ini memang hanya akan dibentuk seperti kumpulan orang-orang yang hanya memiliki hobi sama dan perjalananannya tidak ubahnya klub-klub motor. Program kerjanya hanya sebatas kerja-kerja even organizer.
Tidak ada yang salah, sekali lagi mungkin hanya saya saja yang berharap terlalu besar akan keberadaan P-STC bisa mengubah keadaan secara masif melalui program-program yang masif pula. Pandangan saya, program kerja P-STC akan dijalankan secara profesional dengan mengedepankan advokasi dan pemberdayaan yang didahului dengan identifikasi masalah. Entahlah, sekali lagi mungkin saya yang berharap terlalu besar.
Selain itu, saya pun tidak menginginkan keberadaan saya sebagai calon tunggal dan tidak mengambil keputusan apapun takut disalahartikan jika mengingat saya sebagai fresh graduate alias pengangguran. Saya takut mengesankan saya memang akan menjadikan P-STC ini hanya semata-mata sebagai ladang cari makan untuk memuaskan perut semata. Maaf jika pragraf ini berlebihan.
Terakhir, apapun itu, semoga P-STC bisa segera lahir tentunya dengan semangat kebersamaan kawan-kawan. Untuk saat ini, sebaiknya memang saya mundur terlebih dahulu dan kembali menjadi simpatisan P-STC. Saya insya alloh akan siap berpartisipasi dalam segala kegiatan P-STC ke depan, tentunya sebatas kemampuan yang bisa saya lakukan.
Maju terus kawan-kawan dengan semangatnya. Jangan biarkan mimpi kita bersama hanya menjadi sampah semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H