Ada kabar duka mengawali tahun 2015 ini. Kabar itu datang dari Rosnida Sari, dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Ia dihujat di media sosial dan terancam mendapatkan sanksi akademis dari Universitas karena telah mengajak mahasiswanya berkunjung ke sebuah gereja di Banda Aceh.
Kunjungannya ke Gereja bertujuan untuk menggali pengetahuan tentang relasi laki-laki dan perempuan di agama Kristen. Juga untuk menciptakan kenyamanan berdialog agar terjadi kesalingpahaman diantara mereka, menghilangkan prasangka yang sudah dibentuk oleh media (Koran dan TV) atau saat mendengar perbincangan orang lain.
Bagi saya, momen semacam itu menyenangkan. Menjadikan kita kaya akan pengetahuan dan memberikan perspektif yang semakin menarik. Namun, kabar yang menyeruak ke permukaan adalah Rosnida Sari telah memurtadkan bangsa Aceh (red. @ImranPase). Hujatan demi hujatan tertuju pada Rosnida.
Kini, ia merasa terancam di tanah kelahirannya sendiri. Niat baiknya untuk menyebarkan toleransi berbuah pahit. Kecaman yang didapatkannya tak urung membuat ia harus mendapatkan perlindungan dari banyak pihak. Hari-hari ini bagi Rosnida, barangkali seperti hari dimana ia menunggu mahasiswanya di gereja. Hari dimana hujan turun dengan lebat dan ia menunggu kedatangan mahasiswanya dengan cemas.
Muncul pertanyaan dibenak saya: apa yang salah dengan belajar memahami sudut pandang lain tentang sesuatu hal dari orang yang berbeda keyakinan dengan kita di tempat ibadahnya?
Saya seorang muslim. Terlahir dari keluarga muslim. Empat tahun berkuliah di UIN Sunan Gunung Djati-Bandung di jurusan Jurnalistik fakultas Dakwah & Komunikasi. Dan saya merasa heran dengan ketakutan-ketakutan menjadi murtad sebab kita mengunjungi tempat ibadah agama lain.
Lalu, mencaci. Entah kenapa menjadikan seseorang merasa lebih saleh.
Peristiwa yang terjadi pada Rosnida, bisa saja terjadi pada saya. Atau kepada kamu yang selama ini bersahabat dekat dengan pemeluk agama lain. Tidak dapat saya bayangkan, bagaimana saya akan memulai hari-hari setelah kejadian ini. Beberapa tahun ini saya berkegiatan untuk menyebarkankan toleransi. Mengajak teman-teman mahasiswa berdialog dengan para penganut agama lain.
Kami saling mengujungi tempat ibadah kami. Saya sebagai muslim berkunjung ke gereja, ke pura, ke vihara dan tidak salah satupun dari kami yang kemudian berpindah keyakinan. Kalaupun ada, untuk saya itu adalah pilihan personal. Sebab menjadi pribadi yang baik kadang tidak melihat agama apa yang dianutnya.
[caption id="attachment_345445" align="aligncenter" width="560" caption="Salah seorang teman saya ketika kami berkunjung ke Gereja di Bali | Foto by Kholid Rafsanjani"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H