Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah institusi pemerintahan yang memiliki tugas sebagai revenue collector, terdapat 3 sektor utama penerimaan negara yang diatur yakni Bea Masuk, Bea Keluar dan Cukai. Dari ketiga sektor tersebut, cukai lah yang memiliki kontribusi terbesar penyumbang penerimaan negara.
Pada tahun 2023, penerimaan cukai yang dapat dihimpun oleh DJBC sebesar Rp221,8 Triliun, kemudian Bea Masuk sebesar Rp50,8 Triliun dan Bea Keluar sebesar Rp13,9 Triliun. Tren penerimaan ini turun daripada tahun 2022 dimana penerimaan cukai sebesar Rp226,9 Triliun, Bea Masuk sebesar Rp51,1 Triliun dan Bea Keluar sebesar Rp39,8 Triliun.
Perlu diingat bahwa konsep pengenaan cukai ini adalah untuk membatasi barang yang beredar dalam pasaran dimana barang tersebut perlu diawasi dan dikendalikan pemakaiannya karena dapat menimbulkan eksternalitas negatif dalam masyarakat. Sangat ironi bahwa ternyata cukai menyumbang penerimaan terbesar dan cenderung meningkat setiap tahunnya (hingga 2022) namun tujuan utamanya adalah pembatasan konsumsi.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat 3 jenis barang yang dikenakan tarif cukai, yaitu Etil Alkohol (EA), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan Hasil Tembakau (Rokok, Cerutu, Sigaret dan hasil tembakau lainnya). Ketiga barang ini sudah memenuhi kriteria jenis barang kena cukai yaitu:
- Barang yang membutuhkan pengawasan dalam hal peredarannya di pasaran;
- Barang yang konsumsi atau pemakaiannya dapat menimbulkan dampak buruk atau negatif terhadap masyarakat dan perlu untuk dikendalikan;
- Barang yang konsumsi atau pemakaiannya perlu diatur dan dikenakan pungutan pajak agar dapat menjaga kestabilan dan keseimbangan barang; dan
- Barang yang konsumsi atau pemakaiannya perlu untuk diatur dan dikendalikan oleh pemerintah.
Untuk meningkatkan penerimaan tersebut, pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi perpajakan melalui sektor cukai dimana menambah jenis barang yang dikenakan cukai. Dalam hal ini penulis mengusulkan agar menambahkan “kendaraan bermotor” sebagai objek tambahan barang kena cukai.
Mengapa kendaraan bermotor? Karena jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya mengalami peningkatan baik secara produksi ataupun peggunanya, selain itu kendaraan bermotor juga terdapat eksternalitas negatif yang berupa polusi udara yang memiliki dampak buruk kepada kesehatan. Sehingga perlu diatur pemakaiannya dan dikendalikan oleh pemerintah serta dikenakan pungutan cukai. Terlebih pengenaan cukai kendaraan bermotor ini telah diterapkan di negara-negara ASEAN seperti Singapura, Filipina, Vietnam dan Thailand.
Potensi Penerimaan Cukai yang didapat dari kendaraan bermotor ini sangat besar, disini penulis akan memperlihatkan perhitungan potensi penerimaan jika tarif cukai dikenakan 5%, 15% dan 25%. Pertama, melihat data produksi kendaraan bermotor dari 2006-2016.
Kemudian dari proyeksi produksi kendaraan bermotor tahun 2024, penulis akan mengalikan dengan Harga Jual Eceran kendaraan bermotor dari berbagai merek dan didapatkan Harga dasar pengenaan cukai.