Di era teknologi yang semakin pesat ini, menghadapi gempuran media dari berbagai arah, setiap keluarga pasti memiliki aturan tersendiri untuk melindungi anak-anak mereka dari dampak negatif media.
Beragamnya aturan yang diterapkan orangtua, mengingatkan kita kepada beberapa gerakan yang pernah muncul, gerakan-gerakan tersebut, diantaranya sebut saja, tahun 2006 ada Kampanye TV Sehat, gerakan yang digagas oleh Komunitas TV Sehat tersebut merupakan gabungan dari koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat, individu pemerhati media dan anak. Kemudian tahun 2006-2010 ada kegiatan Hari Tanpa TV, sebuah gerakan melakukan kampanye "Hari Tanpa TV", dengan mengajak masyarakat mematikan TV selama sehari. Gerakan yang digagas oleh Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) bersama koalisi Hari Tanpa TV yang di dalamnya berisi lembaga-lembaga swadaya masyarakat, sekolah, perguruan tinggi dan individu yang peduli terhadap media dan anak serta remaja.
Gerakan berikutnya yang saya ketahui adalah gerakan 1821, 1821 ini bukan gabungan angka cantik untuk aksi-aksi agama--politik yang bermunculan baru-baru ini, melainkan 1821 ini merupakan gerakan atau lebih tepatnya himbauan kepada orang tua untuk melakukan puasa menggunakan gawai, seperti telepon seluler, telepon pintar, tablet atau laptop sejak pukul 18.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB. Jadi hanya sekitar 3 jam saja setiap hari orangtua dihimbau untuk mematikan segalai jenis gawai. Gerakan ini digagas oleh Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, Direktur Auladi Parenting School atau Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA) Bandung. Pria yang dikenal dengan panggilan Abah Ikhsan ini juga penulis dari buku parenting berjudul 'Sudahkan aku menjadi orangtua shalih' dan buku-buku parenting lainnya. Ia juga pelatih nasional untuk orang tua di lebih dari 60 kota di Indonesia dan bahkan sering diundang ke mancanegara, salah satunya Jerman.
Terlepas dari semua gerakan-gerakan tersebut, kembali ke kita sebagai orangtua yang mempunyai peranan penting di lingkungan pertama dan utama anak-anak kita, apapun gerakan yang bermunculan dan seberapa aktifnya kita mengikuti, kalau kita tidak disiplin menerapkan, saya rasa semuanya akan sia-sia.
Aturan, ya betul kembali ke hal pertama yang akan kita bahas, mengenai beragamnya aturan setiap orangtua agar anak-anaknya cerdas bermedia. Apapun bentuk aturannya, saya yakin semua tujuan akhirnya adalah melindungi anak dari dampak negatif media serta dapat semaksimal mungkin menjadikan media sebagai sumber belajar.
Karena gawai atau gadgetyang paling dekat dengan anak, kali ini saya akan berbagi informasi beberapa cara yang dapat dicoba diterapkan untuk mengatasi kecanduan gawai pada anak dan remaja[1]:
- Kurangi Frekuensi Bermain Gadget: Jangan langsung menghentikan kebiasaan anak bermain gadget. Cobalah mengurangi secara bertahap. Pengehentian sekaligus akan membuat anak malah menjadi trauma atau marah besar.
- Alihkan Perhatian Anak: Matikan gadget dan berikan mainan lain yang tidak kalah menarik. Ajak anak bermain bersama atau beraktivitas bersama, seperti memasak atau membantu mencuci mobil. Kenalkan pula anak pada buku sejak dini, dengan begitu anak bisa mengalihkan kesukaannya pada benda atau kesukaan lain.
- Ajak Anak Bersosialisasi: Mungkin saja anak bermain gadget karena tidak ada teman bermain. Ajaklah anak berkunjung ke rumah teman sebayanya atau pergilah ke teman dekat rumah yang terdapat banyak anak bermain.
- Beri Pernghargaan: Jangan pelit memberikan hadiah sederhana, seperti pelukan, ciuman, atau sekedar acungan jempol. Meski terlihat sederhana, hal itu besar maknanya bagi anak.
- Jadilah Panutan: Anak betah berlama-lama di hadapan layar gadget mungkin saja meniru Anda yang juga tidak pernah bisa lepas dari perangkat tersebut. Jangan hanya bisa menerapkan aturan kepada anak, tetapi Anda sendiri tidak menjalankannya. Anda bisa mencoba gerakan 1821, yakni mematikan gadget mulai pukul 18.00-21.00. Fokuskan pikiran dan tenaga Anda untuk buah hati.
 Â
[1] Noviarni, Sri. 2017. Di Balik Efek Penggunaan Gawai. Koran Sindo, 10 Juli 2017, halaman 32.
  Â