Hai, pernah dengar nggak soal seorang pahlawan nasional dari Lombok? Iya, namanya mungkin nggak sepopuler tokoh-tokoh seperti Soekarno atau Jenderal Sudirman, tapi beliau ini punya jasa besar banget, terutama untuk masyarakat di Nusa Tenggara Barat. Namanya Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Mungkin beberapa dari kita nggak begitu familiar dengan nama beliau, tapi ceritanya luar biasa, loh. Jadi, yuk kita kenalan lebih jauh sama beliau!
Awal Kehidupan di Desa Pancor
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di sebuah desa kecil bernama Pancor, di Lombok Timur, NTB, pada 5 Agustus 1898. Bayangin, saat itu Indonesia belum merdeka, dan banyak daerah di Nusantara masih berada di bawah cengkeraman penjajah Belanda. Desa Pancor ini, walaupun jauh dari pusat-pusat kota besar, tapi punya tradisi agama yang kental banget. Keluarga beliau juga nggak main-main, dari kecil Zainuddin tumbuh di lingkungan keluarga yang sangat religius. Ayahnya, Tuan Guru Abdul Madjid, adalah seorang ulama terkenal di daerah tersebut.
Kalau lo bayangin jadi anak seorang ulama di masa itu, pasti kehidupan Zainuddin kecil sangat disiplin. Sejak kecil, beliau udah diajarin soal agama, Al-Quran, dan tata cara hidup sebagai seorang Muslim yang baik. Kayaknya, sejak dini udah keliatan nih bakat besar dari beliau dalam hal keagamaan.
Dari Lombok hingga ke Mekah
Nggak cuma belajar di Lombok, ketika Zainuddin muda mulai tumbuh besar, dia dikirim ke beberapa pesantren di Jawa. Bayangin, saat itu belum ada transportasi modern seperti sekarang. Naik kapal laut, mungkin juga naik kuda atau berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya demi menimba ilmu agama. Ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mencari ilmu.
Salah satu pesantren yang beliau datangi adalah Pondok Pesantren Jampes di Kediri. Di sini, beliau banyak belajar dari para ulama besar dan mendalami ilmu agama Islam secara mendalam. Setelah itu, beliau juga belajar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, di bawah bimbingan KH Hasyim Asy'ari, yang nggak lain adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Nah, dari sinilah banyak nilai dan semangat perjuangan Islam yang dibawa oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid saat kembali ke Lombok.
Tapi yang lebih keren lagi, nggak berhenti di situ, beliau juga melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Mekah! Di sana, beliau belajar dengan para ulama besar dunia dan benar-benar menyerap banyak sekali ilmu, baik tentang agama maupun bagaimana memimpin dan mendidik umat. Bisa dibilang, perjalanan beliau ke Mekah inilah yang membuat beliau semakin matang sebagai seorang ulama.
Awal Mula Nahdlatul Wathan
Setelah bertahun-tahun menimba ilmu, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kembali ke kampung halamannya di Lombok. Nah, baliknya beliau ini membawa misi yang besar: membangun pendidikan Islam di Lombok. Waktu itu, kondisi pendidikan di Lombok masih sangat terbatas, terutama di daerah pedesaan. Banyak orang yang buta huruf, dan akses pendidikan juga belum merata.
Pada tahun 1953, beliau mendirikan Nahdlatul Wathan (NW), yang awalnya merupakan sebuah madrasah atau sekolah Islam. Namun, lambat laun Nahdlatul Wathan tumbuh menjadi organisasi besar yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Yang keren dari NW ini, mereka nggak cuma fokus di Lombok saja, tapi juga berkembang ke seluruh Nusa Tenggara Barat, bahkan ke luar daerah.
Bayangin aja, dari sebuah madrasah kecil, sekarang NW punya ribuan sekolah, madrasah, dan pesantren yang tersebar di seluruh NTB. Ini menunjukkan betapa besarnya visi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk memajukan pendidikan dan agama Islam di daerahnya.
Perjuangan Melawan Penjajah
Tapi jangan salah, perjuangan beliau nggak cuma di bidang pendidikan aja. Pada masa penjajahan, baik Belanda maupun Jepang, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga aktif dalam pergerakan melawan kolonialisme. Mungkin, beliau nggak mengangkat senjata seperti para pejuang lainnya, tapi beliau menggunakan jalur dakwah dan pendidikan untuk melawan penjajahan.