Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Akan tetapi kemiskinan bukanlah masalah sosial yang tidak bisa diatasi atau pun diantisipasi. Tergantung bagaimana memanfaatkan dan mengelola Sumber Daya Alam yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang tinggi. Secara konseptual, Suharto, Edi (2002) menjelaskan kemiskinan merupakan konsep yang sifatnya multidimensional. Ellis (1984:242-245), menunjukkan bahwa kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Kemiskinan secara ekonomi dipahami sebagai suatu kondisi kekurangan Sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Sumber daya di sini meliputi Sumber Daya Alam atau pun Sumber Daya Manunsia. Sedangkan Kemiskinan secara politik, dapat dipahami sebagai suatu bentuk kekurangan partisipasi aktif terhadap kekuasaan (negara). Kekuasaan di sini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya yang ada. Kemiskinan sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Kemisikinan ini bisa dilatar belakangi oleh berbagai faktor, seperti pendidikan yang rendah, hambatan budaya, struktur sosial, birokrasi atau pun peraturan-peraturan yang telah disepakati oleh berbagai kelompok (pemerintah). Dalam konteks ke-Indonesia-an, problematika kemiskinan seakan menjadi masalah abadi yang tak teratasi secara maksimal, walaupun didukung oleh Sumber Daya Alam yang kaya, tetapi semuanya itu tidak menjamin kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Problematik kemiskinan sudah menjadi isu sentral di Tanah Air, terutama setelah Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada era 1997-1999. yang menyebabkan terjadinya pelengseran secara paksa Presiden Soeharto, karena dianggap tidak mampu mensejahteraan rakyatnya. Dan agenda reformasipun digulirkan. Akan tetapi hal tersebut bukanlah solusi terbaik untuk menyelesaikan kemiskinan rakyat Indonesia, sistem pemerintah yang bercorak demokratis, ternyata tak mampu memperbaiki kondisi rakyatnya malah menambah koleksi warga miskin di negara ini, baik secara ekonomis, politik, dan Sosial-psikologis. Secara general kemiskinan di Indnoesia disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertama, rendahnya pendidikan warganya. Pendidikan di sini tidak hanya pada persoalan intelektual, akan tetapi juga pada pesoalan moral dan spritual. Redahnya pendidikan Intelektual masyarakat Indonesia menyebabkan minimnya produktivitas masyarakat. sehingga hal inilah yang menyebabkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi di Indonesia. Sedangkan Rendahnya pendidikan moral dan spritual bisa dilihat pada tindak korupsi yang kerap dilakukan oleh para birokrasi negara ini. Walaupun mereka bisa dikatakan mumpuni dalam hal intelektual akan tetapi tidak didukung oleh moral-spirtual, hingga kerap menyalah gunakan kemampuan intelektualnya yang tinggi—hanya untuk kepentingan individu atau kelompoknya sendiri-sendiri—dan menyebabkan kondisi rakyat—yang tingkat pendidikan intelektual, moral dan spritualnya rendah—dalam kesengsaraan hidup. Kedua, hambatan budaya, Oscar Lewis dalam Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) mengatakan, bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb. Dan budaya tersebut yang saat ini melanda masyarakat Indonesia. Mereka lebih suka cara cepat untuk mendapatkankan kekyaan daripada harus bekerja keras, dan ini bisa dilihat pada mingkatnya tindak kriminalitas yang berupa pencopetan, pencurian, perampokan, penjarahan, dan penggelapan uang negara. Ketiga, Lemahnya birokrasi pemerintahan. baik dalam penyediaan lapangan kereja ataupan dalam penyediaan kesempatan kerja kepada masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat pada setiap Kebijakan Pemerintah yang cendrung tidak memihak pada kepentingan rakyatnya. Praktek kolusi dan nepotisme serta penhargaan terhadap rakyat kerap menjadi penghambat terhadap sempitnya lapangan kerja masyarakat Indonesia. Ketiga faktor tersebut yang menyebabkan kondisi masyarakat senantiasa dalam kondisi kemiskinan yang berkepanjangan, dan hal ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah negara, akan tetapi butuh kesadaran masyarakat secara menyeluruh untuk memahami kondisi dirinya sendiri, serta dibutuhkan motivasi tinggi untuk melepaskan Indonesia dari kondisi kemiskinan yang melanda. Walaupun Sumber Daya Alam yang milimpah di Indonesia, akan tetapi jika masyarakatnya bodoh, malas, amoral serta birokrasi pemerintah yang egois, maka negara ini tak akan pernah sejahtera, karena pengelolaan kekayaan alam yang ada dilakukan dengan benar hingga terjadi ketimpangan dalam distribusinya ditambah lagi oleh pihak asing yang memanfaatkan berbagai kelemahan bangsa ini—mereka mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia—sehingga menyebabkan kemiskinan di Indonesia semakin parah. saya jadi teringat dengan lirik sebuah lagu.................... Mengapa masih ada jerit tangis Yang merobek telinga ? Mengapa masih ada perang Yang harusnya tinggal cerita ? Lalu kemanakah Nurani Bangsa kita ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H