"Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang (sebelumnya) dilarang."
Berdasakan landasan diatas bahwa memperbaiki nasib seseorang dan untuk kesejahteraan manusia maka diperbolehkan membedah mayat, juga dengan alasan memperbaiki nasib orang yang hidup lebih diutamakan dari pada kepentingan orang yang sudah mati.
Contoh:
suntikan paru-paru atau limpah yang disebut dengan istilah mitpunctie untuk mencegah terjangkitnya penyakit dalam yg diderita mayat
Mengeluarkan/menyelamatkan janin dari seorang ibu yang sudah tidak terselamatkan
Mengeluarkan benda yang masuk kedalam tubuh mayat
Untuk kepentingan penegakan hukum dan ilmu kedokteran
"(Kebolehan melakukan) Darurat itu dihitung seperlunya."
Dalam melakukannya pun tidak semena-mena maupun seenaknya. Akan tetapi, diperlakukan seperlunya dan sebagaimana mestinya.
Hal demikian, diberikan landasan kuat yang dicetuskan oleh Majelis Ulama Indonesia, tercatat dalam fatwa (Nomor: 11 Tahun 2007 Tentang PENGAWETAN JENAZAH UNTUK KEPENTINGAN PENELITIAN).
Secara keseluruhan, dalam konteks darurat, pembedahan jenazah untuk ilmu pengetahuan dan medis dapat dibenarkan asalkan dilakukan dengan penuh penghormatan dan sesuai dengan prinsip-prinsip syari'at agama islam serta fiqih yang berlaku, khususnya dalam menjaga keseimbangan antara maslahat untuk kepentingan orang hidup dan hak-hak jenazah yang terpenuhi.