Mohon tunggu...
Iyad Salaf
Iyad Salaf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya orang pendiam, dan cita-cita saya ingin menjadi penulis hebat serta mampu membanggakan orang tua saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Setiap Pergantian Kepemimpinan yang Kian Kerap Mengalami Perubahan

25 Desember 2023   23:38 Diperbarui: 26 Desember 2023   08:29 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/z8n815YDGmwMXZLP6

Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. Setiap warganegara menginginkan cita-cita yang adil dan sejahtera. Indonesia adalah salah satu bangsa yang merdeka. Bangsa yang berdiri hingga 78 tahun kian telah berhasil mewujudkan kehendak demokrasi serta bertanggungjawab atas keinginan rakyatnya. Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, demos atau kratos yang berarti rakyat dan kekuasaan. Sehingga secara harfiah demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat.

 Rakyat Negara Republik Indonesia harus benar-benar memegang teguh isi Pancasila dan memahami makna yang terkandung didalamnya, karena Negara republic Indonesia adalah implementasi dari isi Pancasila tersebut. Pancasila sendiri merupakan landasan bernegara. Didalamnya terdapat banyak hal, sebagaimana penegasan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan hal demikian dilandaskan menurut Undang-undang dasar. Isi daripada undang-undang 1945 yang tertera awalnya menetapkan bahwa MPR merupakan Lembaga tertinggi yang mengatur kedaulatan rakyat. Namun setelah mengalami amandemen atau perubahan, akhirnya ditetapkan bahwa yang melaksanakan kedaulatan sepenuhnya bukan hanya MPR tetapi semua Lembaga negara yang mengemban tugas dan melaksanakan politik dalam pemerintahan.

 Dalam hal demikian, ada Lembaga khusus yang menjaga kestabilan dalam bernegara. Lembaga tersebut adalah Mahkamah Konstitusi. Selaku bagian dari konstitusi, Mahkamah Konstitusi dianggap Lembaga yang baru berdiri dalam tatanan konstitusi. Hal ini merujuk pada hasil perubahan UUD NRI 1945 saat reformasi. Eksistensi Mahkamah Konstitusi dikategorikan sebagai bagian usaha dalam cheeks and balances antar kekuasaan dalam negara yang berlandaskan demokrasi. Hal itu juga tertera dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, seagai cabang kekuasaan yudikatif yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945".

Pergantian kepemimpinan kerap mempengaruhi berbagai perubahan. Perubahan structural dan kultural menjadi hal yang mengalami pergantian hingga memunculkan wujud-wujud kebijakan yang baru. Dalam hal ini, konkret sekali ketika kita melihat fenomena-fenomena pergeseran kebijakan yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi bisa dikatakan dimanfaatkan menjadi senjata dalam mengendalikan kekuasaan. 

Padahal, Hans Kelsen mengatakan bahwa untuk menjaga prinsip Supremasi Konstitusi diperlukan pengadilan khusus yang berguna untuk mengatur dan menjaga keselarasan peraturan hirearki atas dan bawah. Maka dari itu, perlu adanya sistem constitutional complaint yang menjadi salah satu wewenang inti konstitusi dalam setiap negara. 

Dalam tulisan ini, akan membahas mengenai sejarah dan peran mahkamah konstitusi dalam pergantian kepemimpinan yang kian kerap mengalami perubahan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Menurut Prof. Helius Sjamsudin dengan mengutip Lubasz (1963-1964) pada umumnya teori metodologi sejarah digunakan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan suatu keberadaan kolektif (collective entity), merekonstruksi suatu perangkat kepercayaan menurut suatu analisis karakter kolektif, menguji kebenaran atau ketepatan (verifikasi) penjelasan (eksplanasi) suatu peristiwa kolektif (Sjamsudin 2012:49). Merode Penelitian Sejarah terbagi 4 yakni, Heuristik,Kritik,Interpretasi dan Historiografi. Dalam tahap Heuristik, penulis berupaya mengumpulkan data dan fakta yang dibutuhkan untuk melanjutkan penelitian. Data dan fakta tersebut bisa berupa Artikel Jurnal,Skripsi,Tesis dan karya iIlmiah serta berita yang dianggap relevan untuk melanjutkan penulisan dalam penelitian. Selanjutnya, tahapan kritik. Kritik merupakan kegiatan mempertimbangkan faktor historis dari suatu sumber yang didapatkan dengan tujuan untuk menggali dan menemukan makna yang lebih mendalam. Proses selanjutnya adalah Interpretasi. Dalam tahapan ini, penulis melanjutkan data dan fakta yang dianggap telah berhasil diproses dalam tahapan sebelumnya. Interpretasi sendiri bertujuan untuk menafsirkan data-data dalam penelitian agar mampu memecahkan masalah dalam penelitian. Tahap interpretasi juga mampu menghindarkan seorang sejarawan dalam kepentingan penulisannya sehingga data yang disajikan tidak berbentuk subjektif namun objektif. Proses Analisis terakhir adalah Historiografi. Historiografi merupakan proses penulisan sejarah secara kolektif yang mendorong menumbuhkan berbagai metode pemikiran filsafat dan menghasilkan berkembangnya pemikiran teoritis. Tujuannya adalah memperkaya hasil dalam metodologi sejarah yang secara tidak langsung meningkatkan kualitas Historiografi itu sendiri dalam otonom kajian Ilmu Sosial dan Humaniora(Sjamsudin 2012:51).

Dalam penelitian ini juga menggunakan Teori Filsafat Sejarah Spekulatif Dialektika. Dalam buku Filsafat Sejarah karya Prof Ajid Thohir dan Ahmad Sahidin dikatakan didalamnya bahwa dialektika adalah pertentangan antara sebab dan akibat suatu fenomena atau peristiwa. Dalam hal ini, memerlukan wawasan yang luas dan kebebasan dalam berpikir. Karena dalam pandangan ini, melihat segala sesuatu berdasarkan kausalitas mechanism-nya. Sebagai contoh dalam melihat rencana perpindahan Ibu Kota dari Jakarta yang akan dipindahkan ke Kalimantan (IKN) itu disebabkan oleh sebelumnya dan akibatnya, yaitu dalam hal jika ingin mengurangi beban sebuah wilayah, jawabannya bukan dengan memindahkan Ibu Kota. Namun, memangkas ketimpangan dan melakukan pemerataan Jawa dengan wilayah luar Jawa. Sebagian ke wilayah Jawa,Sumatera,Kalimantan,Sulawesi dan yang lainnya. Contoh lainnya seperti meloloskan Walikota yang baru-baru ini menjabat hanya 2 tahun sehingga diperbolehkan menjadi Cawapres. Hal ini bisa terjadi karena misalnya ada faktor menyambung kekuasaan,kekecewaan dalam keputusan, takut akan kehilangan jabatan sehingga tongkat estafet dynasty kekeluargaan harus terus dipaksakan. Akibat dalam hal ini bukan hanya kecemburuan social saja, tetapi menghidupkan kebencian dan kekecewaan masyarakat terhadap fungsi dan Lembaga Konstitusi, khususnya kepada para pemegang kebijakan alias pemerintah. Supremasi Konstitusi melemah dan tidak lagi digunkan untuk mengatur dan menjaga keselarasan antara hirearki atas dan bawah. 

Hasil Penelitian

Negara Indonesia merupakan negara Demokrasi. Sepatutnya pemerintah dan masyarakatnya harus benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Pergantian pemimpin memberikan dampak perubahan, baik dalam tatanan structural maupun kultural. Dalam tatanan ketatanegaraan mengalami beberapa amandemen. Salah satunya juga ialah perihal Judical review yang telah dicatat dalam sejarah bahwasannya Soepomo dan Moh. Yamin memperbincangkan hingga memperdebatkan Konstitusi. Perdebatan ini berlangsung hingga akhir fase orde baru. Konsep ini juga dicoba diimplementasikan dalam regulasi perundang-undangan seperti dalam UU No.40 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehakiman,Ketentuan Kekuasaan Pokok Kehakiman,Tap MPR No. III/MPR/1978 tentang kedudukan hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Ngara Undang-Undang No. 14 Tahun tentang Mahkamah Agung. Sayagnya, hal itu kurang sepadan karena hanya meregulasikan materi uji perundang-undangan yang hirearkinya ada dibawah UU. 

Fase Sidang kedua mulailah terbentuk ide atau gagasan dibentuknya Mahkamah Konstitusi. Dalam siding ini, dilaksanakan oleh panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI(PAH 1 BP MPR). Rancangan dari hasil inni juga belum memunculkan rumusan mengenai MK dalam artian belum selesai,.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun