Mohon tunggu...
Roni Wijayanto
Roni Wijayanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penipuan dalam Dunia Perbankan

7 Januari 2023   21:29 Diperbarui: 7 Januari 2023   21:30 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


     Kasus penipuan telah menjadi fokus perhatian semua kalangan masyarakat, khususnya kasus pelaporan keuangan yang menimpa baik perusahaan besar maupun kecil. Pelaku penipuan tidak hanya karyawan level atas, tetapi juga menyasar banyak karyawan level bawah. Hal ini tentunya menjadi salah satu hal yang perlu kita ketahui dan pedulikan terhadap lingkungan tempat kita bekerja.
     Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016), penipuan adalah tindakan ilegal yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau misrepresentasi kepada pihak lain), dilakukan di dalam atau di luar organisasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok. langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengklasifikasikan penipuan menjadi tiga bentuk berdasarkan aktivitas:
1. Penggelapan Aset ( Asset Misappropriation )
      Penggelapan Aset melibatkan penggelapan/pencurian properti atau aset perusahaan atau pihak lain. Ini paling mudah untuk diidentifikasi karena berwujud atau terukur/dapat dihitung (nilai yang ditentukan).
2. Pelaporan yang curang atas laporan keuangan  ( fraudulent financial reporting)
      Pernyataan yang curang melibatkan tindakan pejabat atau direktur perusahaan atau lembaga pemerintah untuk menyembunyikan situasi keuangan yang sebenarnya dengan membuat pengaturan keuangan dalam pengajuan laporan keuangan mereka untuk mendapatkan keuntungan atau, pada akhirnya, sama dengan window dressing.
3. Korupsi ( corruption )
     Jenis penipuan ini paling sulit dideteksi karena melibatkan kerjasama dengan pihak lain, seperti suap dan korupsi, dimana paling banyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan kesadaran akan tata pemerintahan yang baik masih kurang. sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Penipuan seperti ini seringkali luput dari perhatian karena para pihak yang bertindak bersama-sama menikmati keuntungan (mutual simbiosis). Ini termasuk penyalahgunaan kekuasaan/konflik kepentingan, penyuapan, manfaat ilegal dan pemerasan.

Tabel berikut menunjukkan persentase kasus fraud menurut industri. Mirip dengan laporan sebelumnya. Menurut ACFE (2014), perbankan dan jasa keuangan paling banyak mewakili kasus fraud yang dianalisis, yaitu 244 kasus dengan pangsa 17,8 persen. Studi ini lebih fokus pada kasus yang diselidiki oleh CFE (Certified Fraud Examiners). Dengan demikian, informasi yang disajikan pada Tabel 1.1 lebih mewakili industri tempat CFE beroperasi. Fakta bahwa CFE digunakan di banyak industri dapat menunjukkan bahwa industri tersebut memiliki risiko penipuan yang lebih tinggi, tetapi juga dapat menjadi indikasi bahwa mereka lebih aktif dalam anti-penipuan.

Tabel 1.1
Number of Cases Industry of Victim Organizations

Tabel 1.2 memberikan informasi tentang jenis penipuan atau sistem yang paling umum di industri dan frekuensi setiap jenis penipuan. Sistem yang paling umum di setiap industri diberi warna merah. Ini menunjukkan jenis penipuan mana yang memiliki risiko tertinggi (high risk) di sektor tersebut. sedangkan arsiran kuning menunjukkan jenis penipuan dengan risiko paling rendah (low risk). Perbankan dan jasa keuangan memiliki jumlah tertinggi seperti korupsi penipuan (korupsi), 37,3 persen. Kemudian cash (uang) berada di urutan kedua dengan persentase 18,9%. Tingkat risiko register pembayaran paling rendah, 2,5%.
Tabel 1.2

img-20230103-103006-jpg-63b97e124addee129a584712.jpg
img-20230103-103006-jpg-63b97e124addee129a584712.jpg
Sumber: ACFE Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse, 2014.
     Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel di atas, memperkuat bukti bahwa sektor perbankan sangat rentan terhadap penipuan, terutama bentuk-bentuk korupsi. Oleh karena itu, Indonesia harus dapat membenahi sistem dan mengembangkan strategi anti-fraud yang lebih baik untuk menekan jumlah kasus fraud. Salah satu contoh kasus penipuan BUS Indonesia adalah Bank Syariah Mandiri yang dilakukan oleh Pimpinan Kantor Pusat BSM Bogor, Pimpinan Cabang Pembantu BSM Bogor dan Akuntan BSM Bogor setelah polisi menemukan adanya penggelapan uang melalui pembiayaan fiktif. Menurut data awal, penyimpangan ketentuan pengaturan keuangan terhadap 197 nasabah fiktif senilai Rp 102 miliar dan potensi kerugian sebesar 59 miliar.

Penipuan dalam perbankan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda:
-Tekanan
Salah satu faktor terpenting yang berkontribusi terhadap penipuan adalah tekanan yang harus dihadapi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, dalam konteks pandemi Covid-19, banyak orang yang merasakan tekanan karena pendapatan mereka berkurang drastis hingga berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kurangnya pendapatan ini kemudian mendorong para penjahat untuk memalsukan laporan keuangan perusahaan untuk menjadi kaya dalam pemilihan cepat.
-kesempatan
      Kejahatan atau pelanggaran hukum selalu terjadi karena kesempatan. Orang yang telah bekerja dengan baik dan profesional mungkin tergoda oleh situasi di sekitar mereka untuk menjadi kecewa karena mereka melihat kesempatan untuk melakukannya tanpa diketahui orang lain.
-Rasionalisasi
Penipuan juga dapat diakibatkan oleh rasionalisasi atau keyakinan bahwa penipuan itu rasional. Terkadang ada penipu yang tidak merasa telah melakukan penipuan. Dia merasa bahwa dia bertindak secara alami. Faktor ini biasanya terjadi pada orang yang menduduki jabatan tinggi dan sangat dipercaya oleh perusahaan
-Lemahnya Penegakan Hukum
     Penipuan telah berulang kali terjadi baik di perusahaan swasta maupun instansi pemerintah, karena penegakan hukum terhadap pelaku penipuan di Indonesia masih lemah. Misalnya, para koruptor dan pelaku suap divonis beberapa tahun penjara, dan denda puluhan juta yang dengan mudah dipenuhi tidak cukup membuat mereka jera. Oleh karena itu, pelaku penipuan harus mendapatkan sanksi yang sesuai agar tidak mengulangi perbuatannya dan tidak ada orang lain yang berani melakukannya.
-Faktor Individu
  Terlepas dari semua faktor yang disebutkan di atas, keputusan untuk melakukan penipuan pada akhirnya tergantung pada masing-masing individu. Setiap orang pasti memiliki sifat buruk, salah satunya adalah keserakahan.
Efek atau Konsekuensi Penipuan di Perbankan :
a. Risiko reputasi atau "title risk" adalah risiko bahwa perilaku atau perilaku manajemen yang tidak bertanggung jawab akan merusak kepercayaan nasabah bank.
b. Risiko penarikan yang dapat timbul apabila penyimpan khawatir adanya kasus penipuan akan mengakibatkan hilangnya dana di bank.
c. Risiko Pemindahan Bisnis, yaitu. risiko ketika bank syariah ditekan untuk membayar deposan-investor pengembalian yang lebih besar dari ketentuan sebenarnya dari kontrak investasi. Hal ini bisa terjadi ketika kinerja bank melemah dalam jangka waktu tertentu. Tentunya hal ini juga merujuk pada terjadinya penipuan di perbankan, dimana harga suatu kredit yang diberikan tidak dapat memberikan pendapatan yang diharapkan akibat penipuan di bank tersebut.

Tindakan anti fraud atau penipuan dalam dunia perbankan:
1. Pengendalian informasi nasabah
      Tujuan dari proses ini adalah untuk mencegah nasabah yang beritikad buruk yang dapat memanipulasi informasi dalam laporan keuangan. Selain pelanggan, laporan keuangan pemasok juga harus diperiksa.
2. Membangun pengendalian intern yang baik
     Pengendalian internal yang baik harus mencakup setidaknya pengendalian lingkungan, sistem akuntansi, dan pengendalian prosedural (operasional). Mengacu pada pernyataan Committee of Sponsoring Organization (COSO): Lingkungan pengendalian menentukan kecepatan organisasi, terutama bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran di kalangan karyawan sehingga mereka mengetahui semua pengendalian.
3. Transparansi bagi nasabah
     Contoh paling sederhana adalah perilaku menyuap nasabah untuk menerima uang dari bank melalui oknum bank. Di sini, bank terkadang menulis surat kepada pelanggan dekat untuk menjelaskan kebijakan perusahaan untuk tidak menerima suap atau hadiah.
4. Perluasan Staf
     Penipu biasanya menggunakan jarahan mereka untuk mendukung gaya hidup yang mahal. Bank dapat mengambil tindakan pencegahan dengan memantau gaya hidup setiap karyawan dan ruang pribadi di sekitar mereka. Ini karena individu yang mungkin melakukan penipuan tampaknya sedang diawasi.
5. Menawarkan hadiah kepada mereka yang menemukan celah
     Hal ini bertujuan untuk mencegah penipuan dalam sistem perbankan digital. Sejauh ini, bajak laut memiliki kesan negatif. Namun siapa sangka, ternyata di Indonesia ada orang yang berprofesi sebagai hacker etis yang bisa ditugaskan untuk menemukan bug dan celah keamanan lalu memperbaikinya.

     Penipuan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sangat berbahaya bagi diri sendiri dan lingkungan. Penipuan harus segera ditangani untuk mengurangi kerugian finansial dan non-finansial yang diakibatkan oleh semua aktivitas tersebut. Selain itu, penipuan akan menambah pengetahuan pembaca tentang berbagai kemungkinan penipuan, factor,efek dari penipuan, tindakan  dan strategi yang harus diterapkan.

Nama : Roni wijayanto
Nim : 221420000618
Mata Kuliah : Pancasila
Dosen Pengampu : Dr.Wahidullah S.H.I., M.H.
Prodi : Perbankan Syari'ah
Fakultas : Syari'ah dan Hukum
Universitas Nahdlatul Ulama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun