Saya terdiam sejenak saat seorang karib tiba-tiba bertanya; “Ngapain sih kamu mau repot dan cape-cape ngurusin sesuatu tanpa dibayar? Lebih baik nulis novel lagi, sudah jelas jadi buku dan dapat royalti!”
Hmm .. butuh penjelasan yang cukup panjang. Dan saya tidak yakin bisa menjelaskannya pada saat itu. Saya hanya bilang, “Saya enjoy melakukannya. Lagi pula, kepuasan tidak selalu harus diukur oleh materi, kan?”
Pembicaraan ini tidak lepas dari aktivitas saya belakangan ini. Sejak bergabung dan aktif di Komunitas Wisata Kuliner Tasikmalaya (KWKT) beberapa bulan lalu, kegiatan offline saya bertambah berkali lipat. Banyak kegiatan yang tiba-tiba menarik saya untuk ikut terjun dan melibatkan diri di dalamnya. Apa yang saya (dan kami) kejar?
Komunitas wisata kuliner? Kumpulan orang-orang yang hobi makan dan jajan? Anggapan seperti itu bukan hanya sekali dua kali saya dengar. Sering! Dan anggapan itu memang tidak salah. Yang salah adalah, mereka tidak tahu visi dan misi apa yang ada dibalik itu. Banyak hal yang tidak terekspos dibalik kami sering ngumpul untuk makan dan jajan; visi dan misi yang sebenarnya untuk kebaikan banyak pihak.
[caption id="attachment_348303" align="aligncenter" width="376" caption="Profil KWKT di HU. Kabar Priangan"]
Pernahkah kita sadar, setiap kali kita makan di suatu tempat kita sudah ikut membantu meningkatkan usaha penggiat kuliner tersebut? Pernahkah kita menyadari, setiap kali kita memasang status di akun sosmed atau menulis reviewnya di blog tentang suatu tempat makan tertentu, akan menjadi media promosi sendiri bagi pengusaha kuliner tersebut? Tahukah kalau kita posting foto sebuah jajanan bisa mengangkat jajanan itu naik ke permukaan dan kemudian diketahui serta dikenal orang banyak?
Berbuat sesuatu, itulah yang sedang kami lakukan. Dianggap pamer dan narsis karena makan melulu sudah tidak aneh lagi. Toh. kami pun melakukannya tidak setiap saat. Hanya saat kami memiliki budget untuk jajan. Lagi pula, yang kami cicip dan angkat tidak selalu makanan yang bikin kantong kempis. Seringkali kami nongkrong di warung jajanan pinggir jalan, yang makanannya bisa dinikmati dengan harga murah meriah. Kami kenyang, penggiat kuliner pun senang.
[caption id="attachment_348305" align="aligncenter" width="334" caption="Workshop Penulisan Review Kuliner"]
Apakah kami dibayar karena ikut mempromosikan produk mereka? Sama sekali tidak. Kami adalah komunitas non profit yang dibentuk berdasarkan kepedulian terhadap industri kreatif kuliner di Tasikmalaya. Sebagai warga Tasikmalaya, saya akan ikut bangga kalau kuliner Tasik kemudian terangkat dan dikenal luas. Bukan tidak mungkin kelak ada kuliner Tasik yang bisa disejajarkan popularitasnya dengan empek-empek Palembang, Batagor Bandung, Gudeg Jogja, atau Coto Makassar? Siapa tahu Tutug Oncom, Bakso, Cilok, Cibay, Gulampo, Pepes Nasi, Kupat Tahu, Sop Gurame, atau kuliner lain bisa mewakili Tasikmalaya dan disandingkan dengan deretan kuliner tersebut. Siapa bisa mengira kalau waktunya akan tiba?
Semakin sering saya (dan kami) mempromosikan kuliner Tasikmalaya, semakin sering foto-foto kuliner Tasikmalaya beredar di sosial media, semakin banyak pula yang akan mengetahuinya dan mudah-mudahan menjadikannya popular di mata masyarakat. Syukur-syukur kalau pada akhirnya Tasikmalaya bisa menjadi salah satu destinasi wisata kuliner di tanah air seperti misi besar yang kami canangkan.
[caption id="attachment_348307" align="aligncenter" width="410" caption="Rapat Kegiatan - Tak selalu hanya mikirin makan"]