Mohon tunggu...
Iwok Abqary
Iwok Abqary Mohon Tunggu... lainnya -

Just an ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bergandengan Tangan Menuju Sehat Bersama

19 September 2016   10:25 Diperbarui: 19 September 2016   10:40 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua minggu terakhir ini (awal September 2016) menjadi salah satu momen pembuktian kalau BPJS kesehatan memang sangat kami butuhkan. Dua orang istri dari karyawan-karyawan kami di rujuk ke rumah sakit dalam waktu yang berdekatan; satu orang harus menjalani proses operasi pengangkatan kista, dan seorang lagi operasi pengangkatan tumor payudara. Keduanya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya. Alhamdulillah … keduanya menjalani operasi dengan lancar dan memberi kelegaan yang luar biasa bagi keluarga masing-masing, dan tentu saja kami. Kebahagiaan pekerja adalah salah satu nafas bagi kelancaran sebuah usaha.

Membayangkan harus menyediakan dana yang tidak sedikit untuk biaya operasi tersebut, ditambah kekalutan dan perasaan campur aduk yang biasa menyertai pra operasi, tentu  bukan hal yang sangat mudah. Kalau kami tidak mendaftarkan mereka pada BPJS Kesehatan, bisa dibayangkan beban mereka tentu bertambah berat. Tidak hanya persiapan mental yang harus mereka siapkan, tetapi juga persiapan dana material. Untungnya mereka sudah mendapatkan perlindungan dan jaminan pelayanan kesehatan, sehingga tidak serupiah pun yang harus dikeluarkan untuk seluruh proses operasi ini.

Tahun ini adalah tahun kedua kepesertaan perusahaan kami dalam program BPJS Kesehatan. Sebelumnya kami melaksanakan sistem pengelolaan pelayanan kesehatan mandiri dengan pola reimbursement (restitusi), di mana karyawan harus membayar biaya kesehatan terlebih dahulu untuk kemudian diajukan penggantian dengan plafond tertentu. Bukan hanya karena Undang-undang no. 24 tahun 2011, yang mewajibkan seluruh perusahaan untuk mengikutsertakan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan, kami beralih kepada BPJS Kesehatan. Bukan pula karena Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013, yang menyatakan bahwa perusahaan skala besar, menengah, dan kecil harus mendaftarkan pekerjanya dalam BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015. Tetapi juga karena pertimbangan bahwa pengelolaan kesehatan melalui BPJS diputuskan bisa lebih memberikan kenyamanan bagi seluruh karyawan beserta keluarga.

Semua Pekerja Beserta Anggota Keluarganya Berhak Memperoleh Jaminan Kesehatan. Dengan Gotong Royong Semua Tertolong.

Mengelola pelayanan kesehatan memang tidak mudah. Banyak orang yang membutuhkan dan bergantung pada setiap layanan yang diberikan. Urusannya memang tidak kecil, kesehatan selalu berkaitan dengan taruhan sebuah nyawa. Dan BPJS Kesehatan berdiri sebagai payung untuk menaungi dan memberi perlindungan kesehatan masyarakat. Perlahan langkahnya mulai terasa nyata, memperbaiki setiap kekurangan dan meningkatkan segala aspek layanan. Ketidakpuasan memang selalu ada, tapi yang lebih penting adalah bagaimana BPJS Kesehatan menangani hal tersebut sehingga tidak menjadi keluhan peserta yang berulang.

Mengusung filosofi gotong royong, BPJS kesehatan menapak dan berusaha menjadi mitra masyarakat yang tepat. Gotong royong yang dikenal sebagai akar budaya bangsa menjadi pondasi bahwa kesehatan bersama berawal dari kepedulian satu sama lain. Bukan tanpa dasar gotong royong ini dijadikan dasar, karena bahkan ditegaskan langsung sebagai salah satu dari 9 prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang terdiri dari; Gotong royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana yang digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

Gotong royong seperti apa yang menjadi pengikat sistem pelayanan kesehatan ini? Mari kita lihat contohnya, seperti yang dipaparkan Budi Wahyudi, Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan antar Adat, dalam presentasinya di Balikpapan pada 9 September 2016.

1 Pasien DBD dibiayai oleh 80 peserta sehat.
1 Pasien Sectio Caesaria dibiayai oleh 135 peserta sehat.
1 Pasien kanker dibiayai oleh 1.253 pasien sehat

Dari contoh di atas, jelas dong kalau gotong royong sudah terlibat penuh dalam setiap proses kesehatan peserta. Para peserta JKN bahu membahu mendanai biaya yang dibutuhkan oleh peserta yang mengalami gangguan kesehatan.

Jangan merasa rugi karena iuran yang kita setorkan ternyata digunakan untuk biaya pengobatan peserta lain. Mengikuti asuransi kesehatan bukan berarti kita ingin sakit, bukan? BPJS Kesehatan wajib diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai perlindungan pada saat dibutuhkan. Kalau memang tubuh kita sehat setiap saat, siapa yang tidak senang untuk itu? Tetapi, bayangkan saat kondisi buruk datang menyerang? Peserta lain sudah siap untuk itu. Iuran yang mereka bayarkan akan ada untuk kita, untuk setiap layanan kesehatan yang kita butuhkan.

Dan itulah makna gotong royong yang sebenarnya! Kita sama-sama ada untuk saling menjaga. Subsidi silang satu sama lain sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan bangsa. Yang sehat menggandeng tangan yang sakit untuk kesehatan bersama. Bukankah itu menyenangkan? Dan tidak hanya itu, gotong royong  juga sudah seharusnya terjalin erat dengan banyak pihak lain, seperti rumah sakit, tenaga medis, pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, badan usaha, pengelola klinik, dan juga pihak-pihak lain yang terkait. Bersatu padu untuk kesejahteraan bersama.

Tahukah kalau iuran yang kita bayarkan tidak hanya berharga bagi diri kita sendiri? Iuran yang kita bayar tiap bulan menjadi arti bagi jutaan orang, seperti tercantum dalam data di bawah ini:

bpjs-jpg-57df4f188923bd20068b456a.jpg
bpjs-jpg-57df4f188923bd20068b456a.jpg
Source : Budi Wahyudi, Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan antar Adat, di Balikpapan pada 9 September 2016

Dari data di atas bisa kita lihat untuk tahun 2014, pemanfaatan fasilitas JKN mencapai 69% dari total jumlah peserta. Sementara di tahun 2015 bahkan mencapai 94%! Sebuah peningkatan yang cukup significant, baik dari sisi penambahan jumlah peserta maupun pemanfaatan fasilitas dan layanan kesehatan. Apakah ini hal yang bagus? Buat saya YA. Dari sisi kepesertaan, semakin banyak masyarakat dan perusahaan yang sadar akan pentingnya sebuah jaminan dan perlindungan kesehatan—meski sebagian perusahaan (yang belum melindungi karyawannya dengan fasilitas kesehatan) mungkin sedikit terpaksa karena unsur diwajibkan. Tapi percayalah, mencegah itu jauh lebih murah dibandingkan mengobati kalau terjadi sesuatu. Beberapa tahun lalu, sebelum mengikutsertakan karyawan pada program BPJS Kesehatan, perusahaan saya sempat kelimpungan saat dana pengelolaan kesehatan tersedot habis karena ada seorang karyawati yang menderita kanker stadium tinggi. Belum lagi kami harus mengalokasikan dana kesehatan untuk karyawan lain. Bagaimanapun, perusahaan dituntut untuk ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan seluruh karyawannya. Kita tidak bisa mengelak dari itu.

Dari sisi peningkatan total pemanfaatan, peserta semakin menyadari manfaat sebuah kartu kepesertaan bukan sekadar pengisi dompet belaka. Kalau memang sakit, mengapa tidak dimanfaatkan? Bukankah memang sudah seharusnya seperti itu? Masyarakat sudah semakin sadar untuk tidak menunda setiap keluhan kesehatan yang dirasa. Menunda bisa jadi malah akan memperburuk setiap gejala. Tidak ada yang dirugikan selain tubuh diri kita sendiri.

Satu yang pasti, unsur kepercayaan berdasarkan data di atas pun sudah jelas meningkat. Peserta percaya bahwa BPJS Kesehatan menjadi harapan untuk perlindungan kesehatan mereka. Kepercayaan inilah yang menjadi bekal utama untuk BPJS Kesehatan dalam menjalankan seluruh programnya. Kalau tidak dibarengi kepercayaan rakyat Indonesia, bagaimana bisa semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan apa yang sudah dicanangkan? Kepercayaan satu sama lain inilah salah satu makna lain dari prinsip gotong royong.

Ratusan juta orang membayar iuran kepesertaan setiap bulannya. Kalau tidak terserap untuk mensubsidi para peserta pasien, uangnya lari ke mana?

Tidak bisa dimungkiri tuntutan peserta dan masyarakat terhadap setiap layanan BPJS Kesehatan akan selalu tinggi. Pelayanan maksimal menjadi tolok ukur bagi setiap pasien; tidak saja pelayanan ahli medisnya, tindakan yang dilakukan, obat yang diberikan, tetapi juga sarana dan pra sarana yang diperlukan. Sedikit saja ada hal yang tidak berkenan, sumpah serapah kadang terdengar; “jadi ke mana iuran yang saya bayarkan selama ini?”

Jangan bayangkan pelayanan medis dan sarana prasarana di kota besar. Kalaupun tidak bisa dikatakan bagus dan lengkap, setidaknya sudah memenuhi standar minimal yang dibutuhkan. Tetapi, bagaimana dengan saudara-saudara kita di pelosok sana? Jangankan rumah sakit lengkap dengan tenaga medis yang sedia setiap saat, fasilitas minimal pun bahkan mungkin belum tersedia. Padahal, mereka juga membutuhkan pelayanan kesehatan yang sama.

Hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta” adalah janji BPJS Kesehatan seperti tercantum dalam 9 Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Saya percaya, BPJS Kesehatan bersama instansi terkait sudah mengambil banyak langkah untuk daerah-daerah yang membutuhkan, merentangkan sayap agar layanan dapat tersebar secara merata, dan sama baiknya. Menciptakan bangsa yang sehat bukan berarti hanya fokus pada mereka yang tinggal di perkotaan, bukan?

Ya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk melengkapi segala pelayanan bagi peserta di penjuru nusantara dengan mempergunakan alokasi pengelolaan dana yang ada. Obat-obatan serta sarana dan pra sarana tentu menjadi titik perhatian sehingga meminimalisir kendala yang terjadi di lapangan. Bukan hal itu untuk kebaikan peserta JKN juga?

Kalau kita melihat setiap program yang dilaksanakan BPJS Kesehatan (di mana pun), yang harus diingat adalah kita berada dibalik itu. Bangga harus, karena partisipasi kita melalui pola gotong royong yang diterapkan memungkinkan hal itu terjadi.

Terhitung  1 April 2016, iuran JKN mengalami penyesuaian kenaikan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016, yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Buat sebagian besar masyarakat, khususnya peserta JKN mandiri, kenaikan ini dianggap memberatkan. Banyak yang mengatakan kalau kenaikan ini tidak sebanding dengan pelayanan yang sudah diberikan selama ini. Kenaikan tersebut adalah sebagai berikut :

Kelas 1 mengalami kenaikan 34% (Rp. 59.500,- menjadi Rp. 80.000,-)
Kelas 2 mengalami kenaikan 20% (Rp. 42.500,- menjadi Rp. 51.000,-)
Kelas 3 tetap dan tidak mengalami kenaikan (Rp. 25.500)

Benarkah memberatkan? Setiap perubahan dilakukan pasti berdasarkan pertimbangan saksama dari berbagai pihak terkait. Dikutip dari detik.com (16 Maret 2016), penyesuaian tarif ini ditujukan untk ketersediaan, kelancaran, dan keberlanjutan (3K) program jaminan kesehatan. Semuanya dilakukan dalam upaya penyempurnaan pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN), untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa di sektor kesehatan.

Masih dikutip dari detik.com, setidaknya ada 5 hal penting yang berkaitan dengan Perpres no. 19/2016 ini.

  • Penyesuaian iuran hanya untuk mereka yang mampu, baik dari kategori Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PPBPU) maupun Peserta Bukan Pekerja (BPP).
  • Iuran masyarakat miskin dan tidak mampu tetap ditanggung pemerintah melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) Penerima Bantuan Iuran (PBI).
  • Peserta yang terdaftar melalui perusahaan tetap dikenakan potongan 1% dari upah, dan 4% menjadi tanggungan perusahaan.
  • Peraturan Presiden ini sudah dibahas dalam tempo waktu yang panjang dengan melibatkan banyak pakar/tenaga ahli yang berkompeten di bidangnya.
  • Manfaat layanan kesehatan tidak berkurang, termasuk untuk kasus-kasus berat seperti pemasangan ring jantung dan cuci darah.

Source : https://bpjs-kesehatan.go.id/
Source : https://bpjs-kesehatan.go.id/
Dibutuhkan jutaan cinta untuk membangun bangsa yang sehat. Indonesia yang sehat berawal dari rakyatnya yang sehat, karena masyarakat yang sehat membangun bangsa yang kuat. Dan saya berusaha memulainya dari lingkup terdekat di lingkungan saya. Sebagai bagian HRD perusahaan, perlindungan karyawan menjadi salah satu poin prioritas yang saya perhatikan. Saya yakin, saat mereka tidak lagi dirisaukan dengan jaminan kesehatan diri dan keluarga, konsentrasi mereka saat bekerja bisa lebih tenang dan produktivitasnya bisa lebih maksimal.

Tidak ada sesuatu yang sempurna. Kekurangan mungkin terjadi dalam setiap layanan yang diberikan. Masukan dari kita adalah salah satu bentuk kepedulian untuk menciptakan layanan yang lebih baik, untuk membangun bangsa yang lebih sehat.

Ingin mengetahui tentang BPJS Kesehatan lebih banyak? Silakan langsung meluncur ke https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/. Banyak informasi terbaru seputar kepesertaan dan layanan kesehatan yang mungkin belum ada ketahui sebelumnya. Semakin anda mengenal Badan Pengelola kesehatan anda, semakin besar harapan yang bisa kita gantungkan.

Mari bergandengan tangan menuju sehat bersama, untuk bangsa yang sehat dan Indonesia yang kuat.

-------

Akun Facebook Penulis : Iwok.Abqary

Akun Twitter Penulis : @iwokabqary

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun