Mohon tunggu...
dewi ayu
dewi ayu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

i'm a simple person

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Streskah?

10 Desember 2014   15:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:37 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu terdengar suara laki-laki yang sebaya denganku sedang meminta solusi untuk memilih apakah dia akan berkuliah di Surabaya atau di Malang.

“lebih baik aku melakukan daftar ulang di universitas yang di Surabaya atau di Malang?”

“di Surabaya aja, kamu kan kerja di Surabaya, gak harus capek-capek buat pulang ke Malang?”

“terus ayah gimana?”

“ayah biar dijagain ma sodaramu yang deket situ, adakan?”

“gak ada yang mau..”

Sebenarnya laki-laki ini hidup hanya berdua dengan ayahnya di Malang, ibunya telah tiada saatdia masih duduk dibangku SMA sedangkan kakak laki-lakinya pergi merantau ke Jakarta dan sudah 2 tahun ini dia tak mengunjungi adik dan ayahnya.

Percakapanpun berlanjut hingga hari menjelang maghrib. Tak lama setelah itu ada berita buruk bila sang ayah dibawa kerumah sakit. Ayahnya mengalami luka saat terjatuh di rumah, lukanya mungkin biasa namun beliau menderita diabetes sehingga hal itu memperparah keadaan. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain memotivasinya melalui telepon agar dia tidak ikut drop. Apa yang bisa dilakukan olehnya selain dia tidak melakukan daftar ulang di salah satu universitas negeri di Surabaya. Dia berusaha mengikhlaskannya dan mulai saat itu dia pulang pergi Surabaya-Malang setiap hari. Melakukan perjalanan di saat sore menuju Surabaya karena pada pukul 19.00 WIB tepat dia sudah harus bekerja di salah satu pabrik percetakan koran disana. Dan saat semua terlelap untuk menikmati alam mimpinya dia harus pulang dengan mengendarai sepeda motornya dia melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Malang. Saat baru menginjakkan kaki di rumah sakit tersebut terdengarlah suara adzan bergegas dia menuju masjid untuk beribadah dan mengucap doa demi kesembuhan sang ayah.

Seorang laki-laki yang begitu tangguh yang kukenal selama ini, aku telah mengenalnya kurang lebih dari 3 tahun lamanya. Waktu yang tak pendek untuk mengerti dia. Tetapi solusi yang kuberikan padanya rasanya tak mencerminkan lamanya aku mengenal dia. Aku tak tau bagaimana keadaan keluarganya yang sebenarnya hingga aku asal memberi solusi yang berakhir pada penyesalan.

Dari hari kehari ayahnya semakin parah, hingga akhirnya beliau dipindah ke rumah sakit yang lebih baik penanganannya. Awalnya beliau mengalami perkembangan yang baik. Dan kembali drop setelah satu bulan disana, tak tau apa penyebabnya yang awalnya beliau dikabarkan akan cepat pulang namun semakin ngedrop saat salah seorang dokter memberi kabar dihadapan ayahnya secara langsung bahwa beliau tidak jadi dipulangkan, semenjak itu kondisi ayahnya semakin drop dan penyakit asma mulai menyerangnya, namun setelah diperiksa dilaboratorium ternyata hasilnya ialah di paru-paru ayahnya terdapat cairan yang harus disedot setiap harinya banyaknya cairan tersebut mencapai 10ml. Sungguh riskan, aku hamper setiap hari menemani hari-harinya menunggui ayahnya.Andai aku adalah anaknya aku pasti tiada henti meneteskan air mata, meski aku bukan siapa-siapanya saja aku tetap menangis meski tak dihadapannya. Tapi dia begitu tegar hingga hanya senyum yang terlihat saat dihadapan ayahnya, dan doa yang terucap saat dia bersujud dihadan sang Khalik.

Nampaknya tuhan sangat menyayanginya, saat akhirnya ayahnya dipanggil begitu cepat. Semua pengorbanannya terbayar dengan jawaban tuhan yang tak pernah terbayangkan. Biaya rumah sakit, biaya hidup selama dirumah sakit dan semuanya harus dipikul dipundaknya. Tekanan tersebut yang membuat dia kerja keras dan melupakan kondisi tubuhnya. Meski dia tak pernah menunjukkan sakitnya apa tapi terlihat bahwa tubuhnya semakin kurus pipinya terlihat tirus dan dia suka sekali makan-makanan yang terlewat asin.

Bukan rahasia umum lagi jika menurut gejala yang ditunjukkan olehnya adalah gejala stres. Stress memang wajar dialami jika seseorang mengalami tekanan sedemikian rupa seperti laki-laki itu. Serasa semua beban dia pikul sendiri. Tnggal bagaimana stress ini dapt dikurangi levelnya. Banyak hal yang dapat mengurangi stress misalnya dengan seni, meluapkan beban dengan menggoreskan tinta cat atau hal-hal lain yang berbau seni. Sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan verbal dapat diluapkan dengan berbagai hal nonverbal.

Aku berusaha membantunya untuk meluapkan semua emosi yang dirasakannya dengan bernyanyi atau dengan mencoret-coret kertas. Dan untuk menenangkannya kadang dia mendengarkan lagu untuk mendapat ketenangan yang lebih biasanya dia memilih untuk sholat dan lebih mendekatkan diri padaNya. Ujian yang diberikan Tuhan tidak hanya sampai disitu namun masih ada beberapa batu yang lebih terjal dan lebih besar yang sedang menghadang langkahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun