Mohon tunggu...
I WayanArtika
I WayanArtika Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Literasi

Pegiat literasi pada Komunitas Desa Belajar Bali, di Desa Batungsel Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, Bali dan dosen di Universitas Pendidikan Ganesha.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuju Sekolah Tanpa Diskriminasi

5 Agustus 2019   07:21 Diperbarui: 5 Agustus 2019   07:23 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Untuk menebus kekeliruannya, pada semester dua, ia memindahkan anaknya ke sekolah zonanya, di perkampungan. Ia ingin anaknya mengharumkan nama sekolah ini lewat prestasi yang diraih dalam berbagai kompetisi. Nama sekolah inipun mulai merangkak berkat beberpa prestasi bergengsi yang disumbangkan Geo. 

Pihak sekolah menjalin hubungan yang bagus dengan orang tuanya dan dilibatkan dalam pengembangan sekolah. Tahun-tahun berikutnya nama sekolah ini melambung karena prestasi Geo dan beberapa siswa adik kelasnya. Pemerintah dan masyarakat mulai membicarakan dan memuji-muji.

Orang tua Geo semakin menyadari bahwa pembangunan sekolah unggul/favorit ditentukan oleh kualitas siswa. Hal ini harus dibangun bersama-sama dan setiap orang tua juga harus berperan aktif. 

Lambat-laun di berbagai sekolah yang semula terpuruk bertahun-tahun, semata-mata karena mengasuh anak-anak siswa "sisa pilih", kini bangkit dan berkembang berprestasi. Sementara itu, sekolah unggul/favorit di kota, semakin terpuruk karena para guru dalam keadaan frustrasi. 

Di pihak lain, sekolah-sekolah pinggiran di pedesaan atau kota kecamatan tumbuh pesat karena memang di sini siswa-siswa berprestasi dilahirkan dan berdomisili.

Demikianlah, I Putu Geo tamat. Sejak itu PPDB tidak lagi menimbulkan persoalan dan bahkan quota untuk siswa berprestasi tidak ada. Tidak ada lagi sekolah mendapat perlakuan istimewa dari masyarakat dan pemerintah daerah. 

Tidak ada lagi sekolah mercu suar. Sekolah dibangun bersama-sama dengan melibatkan masyarakat. Mutu sekolah merata. Sekolah tumbuh dan berkembang secara alamiah, sosial, dan berkeadilan.

Apa yang dialami Geo, telah dilakukan oleh Hanung Bramantyo.

Hanung Bramantyo menceritakan pengalamannya saat masih usia sekolah. Ia ingin masuk sekolah favorit yang memiliki ekstrakurikuler drama atau seni teater yang bagus. 

Sayang, ayah Hanung menyekolahkannya ke sekolah lain yang menurut Hanung, anti-seni. Ia pun protes. Namun, ayahnya berkata, "Hei, Nak! Kalau sekolahmu tidak ada teaternya, ya kamu bikin! Jangan malah ngambek. Ajari teman-temanmu biar menyukai keinginanmu".

Termotivasi dari ucapan ayahnya itu, Hanung kemudian membentuk ekstrakurikuler teater dan berhasil meraih juara di Festival Teater SMA. "Berat sih. Tapi menyenangkan," tulisannya dalam status Facebooknya, Hanung Bramantyo Anugroho.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun