Mohon tunggu...
I WayanArtika
I WayanArtika Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Literasi

Pegiat literasi pada Komunitas Desa Belajar Bali, di Desa Batungsel Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, Bali dan dosen di Universitas Pendidikan Ganesha.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuju Sekolah Tanpa Diskriminasi

5 Agustus 2019   07:21 Diperbarui: 5 Agustus 2019   07:23 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara-cara berpikir dan terobosan yang baru memang harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi permasalahan pendidikan pada saat ini dan masa yang akan datang. Pendidikan adalah hak setiap orang yang dalam pelaksanaan sistemnya tidak boleh terdapat diskriminasi. 

Sistem zonasi adalah imperatif action sebagai solusi mengatasi kurangnya pemerataan pendidikan yang dilaksanakan tanpa maksud sedikitpun memberikan peluang terciptanya diskriminasi dan merupakan esensi suatu pendidikan yang merata tanpa kasta. Demikian penutup dan penegasan tulisan Yuli Agustina (penulis.ukm.um.ac.id).

Media konvensional dan media sosial masih saja ramai membicarakan PPDB zonasi. Pembicaraan tersebut terasa berat sebelah karena yang "ribut" hanya sekelompok masyarakat yang merasa dirugikan.

Sekelompok kecil masyarakat yang anaknya cerdas, mengklaim paling dirugikan. Mereka tidak mau tahu kebijakan pendidikan pemerintah, menerima siswa baru dengan mengabaikan prestasi atau nilai ujian tetapi cukup dengan zonasi atau jarak tempat tinggal dan sekolah.

Pandangan masyarakat yang mengukur keberhasilan pendidikan dari prestasi angka, masih kuat. Kali ini perubahan yang ditawarkan terancam digagalkan. 

Jadi, PPDB zonasi berhadapan dengan pandangan picik segelintir orang tua. Mereka ini ingin sekolah yang siswanya kumpulan anak-anak cerdas belaka. Ini alasan mereka menolak PPDB zonasi.

Esai ini bermaksud mengajukan satu kisah ironis, seperti berikut.

I Putu Geo (sebut saja demikian nama anak pintar, cerdas, genius, berprestasi, dll.) dipersiapkan oleh orang tuanya untuk memasuki sekolah favorit di pusat kota. Kedua orang tuanya amat yakin, anaknya pasti lolos.

Memang benar I Putu Geo diterima di sekolah favorit di kota, yang mana sekolah ini telah menamatkan orang-orang hebat, seperti politisi, menteri, ilmuwan, pengusaha, dokter, arsitek, bupati, ekonom, apoteker, sastrawan, panglima, dan lain sebagainya. 

Reputasi sekolah ini telah dimulai sejak zaman Belanda, berlanjut semasa Revolusi Fisik, Revolusi Indonesia, Orde Baru, hingga Reformasi dan sesudahnya.

Betapa bangga karena harapannya sejak Geo PAUD menjadi kenyataan, diterima di sekolah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun