Siapa yang tak takut jika dirinya dinyatakan positif terkena penyakit kusta ?. Dunia mungkin terasa sesak dan langit rasanya akan runtuh. Penyakit ini akan mengubah kehidupan saya secara drastis. Terkucil dan terasing dari kehidupan sebelumnya. Tegur sapa, pelukan, dan rangkulan yang sebelumnya didapat dari orang-orang di sekitar mungkin tidak akan pernah dirasakan lagi. Kesepiaan dan kesendirian karena banyak orang yang takut tertular ketika dekat dengan saya tentu menjadi menu harian. Seperti sebuah penjara yang sangat menyiksa dan kejam. Saya tidak bisa membayangkan lagi bagaimana kisah hidup saya selanjutnya sebagai penyandang kusta. Itupun yang terjadi dengan mereka yang saat ini mendapat gelar penyandang kusta. Mereka yang duduk di bawah tiang-tiang lampu merah kota kita, di gubuk-gubuk bau pinggiran kota dan di tempat-tempat tersembunyi telah terangkat keluar dari dunia saya dan anda. Mereka tercabut dari kehidupan yang pantas karena semua orang takut. Takut untuk menyapa, takut untuk tersenyum, takut untuk mengulurkan tangan dan berbicara pada mereka. Mereka masih hidup, masih ada, tetapi kadang diperlakukan seperti orang yang sudah mati dan tidak ada. Penderitaan mereka bukan hanya pada penyakit kusta itu saja, tetapi juga karena sikap diam dan tidak peduli kepada mereka. 25 Januari adalah hari peringatan Kusta sedunia. Hendaknya bukan hanya penyakit kusta saja yang disoroti secara medis, tetapi berbicara dan memanggil mereka dengan nama mereka masing-masing yang menderita kusta jauh lebih penting, karena cinta dan perhatian membuat mereka dapat bertahan dan betul-betul ada. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H