Mohon tunggu...
Iwan Wibawa
Iwan Wibawa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

I saw skies with many kind of clouds, I met many people with many stories, life so amazing, life and death, sick and health, poor and rich, its just a matter of time, life its just like a box of chocolates, you did not know what inside

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Jualan Tampang

22 Mei 2013   10:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:12 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini cerita perihal fenomena jualan tampang para politisi maupun calon politisi di negeri kita, menjelang pemilu ataupun pilkada ramai sekali bermunculan poster poster para politisi maupun calon politisi, calon gubernur dan wakilnya, calon bupati atau walikota dan wakilnya, di tempat tempat strategis dan dijalan jalan protokol, demikian pula  posko posko tim suksesnya bertebaran dimana mana, dari yang menyewa tempat yang sederhana maupun yang mewah.

Dari poster poster yang di pajang, mulai yang berukuran kecil seadanya maupun yang besar dengan ukuran raksasa semuanya menampilkan wajah sang calon, umumnya berpose dengan pakaian formal berdasi dan berjas, ada juga yang mengenakan seragam partai maupun jaket partai pendukungnya, yang kurang percaya diri biasanya ditampilkan bersamaan dengan latar belakang  tokoh pendiri partai, ketua partai maupun sesepuh partai pendukungnya, dalam format pasphoto setengah badan maupun full body, biasanya dengan ekpresi senyum mengembang, dilengkapi dengan semboyan dan jargon yang terkesan bombatis dan asbun.

15 tahun sudah era reformasi, ternyata cara kita berdemokrasi masih saja primitif, kurang cerdas dan asal asalan, asal pasang spanduk, asal pasang poster, mestinya dengan pengalaman berdemokrasi yang sudah 15 tahun lamanya jika dihitung dari kejatuhan diktator Suharto, kita bisa berdemokrasi dengan cara lebih cerdas, elegan, dan terhormat, rakyat sudah semakin melek, sudah lebih pandai , sudah lebih bisa menilai mana pemimpin yang berkualitas mana yang asal jualan tampang saja.

Banyak diantara para calon ini yang bahkan menyewa dan membayar konsultan politik untuk pencitraan  sang calon, namun yang dijual tetap saja tampang dan pujian pujian kosong sang calon yang jauh panggang dari api.

Sudah saatnya para calon ini dalam melakukan kampanyenya bukan lagi pencitraan dan jualan tampang, tetapi kepada program program untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, menganggkat isu isu penting yang menjadi perhatian masyarakat, menawarkan program program solusi untuk memecahkan persoalan kemasyarakatan, apakah itu baru berupa ide, wawasan dan gagasan bahkan wacana namun mampu menyentuh kepada apa yang tengah menjadi pikiran dan harapan masyarakat luas.

Fenomena jualan tampang ini adalah fenomen kampanye instan para calon yang bagaikan artis panggung yang siap menghibur dan menjadi pengibur di pentas politik yang penuh dagelan, dan siap siap untuk ikut arus tilep menilep duit rakyat ,  pada akhirnya demokrasi kita jalan ditempat dan tidak pernah menjadi dewasa. Kita harus lebih banyak belajar berdemokrasi yang cerdas dan mencerdaskan, siapa yang mau memulai ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun