Apa yang kamu bayangkan jika di Indonesia dinasti politik yang kelam itu kembali berkuasa? Apakah kamu takut, gusar atau malah gembira? Logika politik itu memang sungguh aneh, dimana hal yang terasa tak mungkin menjadi lebih masuk akal dibanding hati nurani itu sendiri.Â
Tapi hal itu sungguh terjadi di Filipina, dinasti Marcos sudah dipastikan kembali berkuasa di Filipina, setelah Ferdinand Marcos Jr atau akrab disapa Bongbong memenangi pemilu Filipina dengan suara dominan yaitu 58.76 %.
Anda tidak salah denger kok, angka 58.76% menjadi kemenangan mutlak sekaligus menyakitkan bagi perjuangan untuk mencapai demokrasi itu sendiri. Coba bayangkan anak diktator yang keluarga nya pernah melakukan kekejaman politik, korupsi, dan pengkhianatan besar terhadap bangsa dan negara, bisa terpilih kembali.
Sejarah mencatat bahwa dinasti Marcos melalui Ferdinand Marcos Sr dan istri nya Imelda Marcos menjadikan Filipina di bawah tirani politik nya dengan berkuasa hampir 21 tahun mulai dari 30 September 1965 hingga 25 Februari 1986.Â
Dengan begitu banyak nya kontroversi mulai dari pelanggaran HAM berat, pembunuhan dan penyiksaan lawan politik  dan korupsi yang merajalela di lingkungan keluarga Marcos itu sendiri. Bahkan di akhir tirani nya pun sendiri keluarga Marcos masih sempat untuk kabur ke Hawai dan membawa sejumlah perhiasan dan uang tunai yang nilainya jutaan dollar US.Â
Dan entah dengan ilmu kebal apa, keluarga Marcos ini tidak pernah tersentuh hukum atau bahkan di hukum oleh hukum itu sendiri. Dewi Themis sang dewi keadilan pun seakan menutup hatinya. Imelda Marcos dan anaknya termasuk Ferdinand Marcos Jr (Bongbong) bisa kembali pulang ke Filipina pada tahun 1991 dan mulai membangun kembali basis kekuatan politiknya sampai terpilih di pemilu 2022 ini.Â
Bagaimana dengan Indonesia?Â
Di Indonesia dinasti Marcos itu hampir mirip seperti dinasti cendana. Apakah kita mau untuk kembali ke masa masa itu? terasa manis di luar tapi busuk didalam, korupsi, kolusi yang dikemas dengan narasi manis menjadikan semua terlihat begitu sempurna dengan embel embel kejayaan ekonomi atau politik masa lalu yang sungguh kelabu dan fana itu.Â
Itu lah mengapa menolak masa jabatan Presiden 3 periode ataupun menolak penundaan jadwal pemilu menjadi masuk akal, karena akan sangat berbahaya jika dikuasai begitu lama oleh segelintir orang/ kelompok, begitu banyak oligarki dan otoriterisme yang akan bertumbuh.Â
Ini sekaligus menjadi alarm politik dan kebangsaan bagi kita semua untuk lebih memilih dengan baik, karena apa yang kita pilih akan menentukan nasib bangsa ini kedepannya. Tidak ada yang lebih mengubah seluruh sendi kehidupan seperti layaknya politik dan hukum yang berada di persimpangan. (I/S)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H