Ibu Sariyem adalah seperti kita, bahwa usia semestinya hanyalah angka dan bukanlah penghalang atau paradoks untuk kembali memulai kehidupan.
Apa yang kau pikirkan ketika kau berusia 77 tahun nanti? Bersantai, menikmati hari tua, menimang cucu atau mungkin sudah meninggal?
Tetapi bagaimana kalau sebaliknya? Bagaimana kalau di usia itu kita masih hidup dan masih diberikan kekuatan untuk melakukan sesuatu. Apa yang akan kau lakukan?
Ada satu hal yang dia sampaikan, untuk selalu menjaga dan mensyukuri makna dalam hidup, "Sing penting kita sehat toh," ujarnya.
Ini adalah kisah singkat tentang Ibu Sariyem. Penjual bubur sumsum keliling yang beberapa kali kutemui. Siang itu cukup terik, sekitar jam 12, aku mengayuh sepeda menyusuri jalan, sesampainya di ujung perempatan, terlintas sosok yang cukup familiar.
Yah dia adalah tukang bubur sumsum langganan yang biasa berjualan dengan berjalan kaki keliling. Namanya Ibu Sariyem, sosok 77 tahun asli Wonogiri yang sudah berjualan bubur sumsum 20 tahun lebih lamanya.
Tidak banyak yang berubah darinya, beliau tetap ramah dan sederhana. Satu hal yang pasti dari dulu sampai sekarang, beliau tidak memanfaatkan usia renta sebagai alasan untuk tidak berjualan atau pun meminta minta seperti pengemis kebanyakan.
Sosok Ibu Sariyem bukanlah untuk memperingati hari kartini atau emansipasi wanita, bukan juga tentang jargon jargon semata, bukan mengejar feminisme atau kesetaraan.
Ibu Sariyem adalah seperti kita, bahwa usia semestinya hanyalah angka dan bukanlah penghalang atau paradoks untuk kembali memulai kehidupan.