Mohon tunggu...
iwan setiyabudi
iwan setiyabudi Mohon Tunggu... -

Seorang penggemar bacaan apa saja yang penting menarik. Sekarang sedang mengangsu ilmu di negeri Sumo sambil menyebarkan Indonesianism kepada orang-orang di negeri itu. Menjadi pengajar bahasa Indonesia, dan baru tahu kalau bahasa Indonesia itu susah. Mulai mencoba menulis blog karena tergelitik dengan beberapa penulis di kompasiana ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pahlawan Sejati

12 Januari 2011   17:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12948532031294793762

Salah satu ajaran ibu Jepang terhadap anaknya adalah “shiranai hito wo shinjinai” atau tidak mempercayai orang yang tidak dikenal. Sebuah ajaran untuk mencegah bahaya penculikan atas anak. Hal ini adalah wajar karena anak Jepang sejak SD sudah mulai pergi dan pulang ke rumah sendiri tanpa pengawalan orang tua. Dia harus naik kereta sendiri atau jalan sendiri. Bagi orang Indonesia hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Akan tetapi dengan adanya kekhawatiran akan penculikan, orang tua semakin berupaya agar anaknya dapat pulang dengan selamat. Salah satunya adalah nasihat tadi.

Yang menjadi masalah adalah jika nasihat tersebut masih tertanam meskipun dia sudah dewasa dan sudah bisa melindungi dirinya sendiri. Dia akan membentuk dinding tebal yang membatasi dirinya dengan liyan. Dia hanya percaya dengan orang yang sudah dikenal saja, Padahal dengan keterbatasan pergaulan, hanya sedikit orang yang menjadi kenalannya. Jadinya, dinding yang bernama kepercayaan itu sangat kecil hanya menutupi dirinya dan kenalannya saja.

Hari di TV ada acara yang menceritakan tentang pahlawan yang tidak dikenal. Dia seorang penguji kelayakan sebuah bank berusia 46 tahun. Karena badai salju, pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan dan jatuh ke sungai es. Dari 79 penumpang dan kru, hanya 6 yang selamat. Salah satunya adalah lelaki di atas. Ketika helikopter penyelamat datang, tim penyelamat memutuskan untuk menolong lelaki itu dulu karena kondisinya yang terlihat paling parah sebab dia terlihat terjepit reruntuhan. Ketika tali penyelamat diulurkan padanya, dia menyerahkan tali itu kepada orang lain tanpa memikirkan kondisi kritisnya. Tentu saja hal ini membuat tim penyelamat terkejut, tetapi meneruskan niat lelaki itu untuk menyelamatkan yang lain. Tali kedua diulurkan padanya, tetapi seperti tadi dia menyerahkannya kepada orang lain tanpa menunjukkan sedikitpun keegoisan dirinya. Hal ini terjadi sampai seluruh penumpang yang masih hidup berhasil diselamatkan. Ketika helikopter menuju tempat lelaki itu untuk menyelamatkannya, dia sudah meninggal.

Yang menarik di sini adalah penyesalan dari tim penyelamat yang tidak bisa menyelamatkan semuanya. Seandainya lelaki itu bersedia diselamatkan duluan, mungkin semua penumpang yang hidup akan selamat semuanya karena kondisi dialah yang paling parah. Lelaki itupun pasti tahu kalau kondisi dialah yang paling parah karena hanya dia yang terjepit pecahan pesawat. Tetapi dia lebih memilih menyelamatkan orang lain daripada dirinya. Dia tidak mementingkan egonya meskipun itu patut di saat seperti itu. Dia menghilangkan keakuannya dan menerima orang lain meski dia baru pertama kali bertemu mereka. Meskipun dia tidak tahu siapa mereka. Mungkin karena dia berprinsip bahwa meskipun dia belum mengenal orang lain, itu tidak membuatnya tidak mempercayai dan menerimanya. Kematiannya membuktikan prinsip tersebut. Prinsip yang sudah langka zaman sekarang tetapi melegakan karena masih ada malaikat yang perduli dengan orang lain meski itu bukan kenalannya. Doaku untuk pahlawan itu, Arland D Williams.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun