Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Aktif sebagai Kepala SD Islam Al-Ghozali Purwakarta dan alumni Pasca Sarjana S2 Manajemen Pendidikan UIN SGD Bandung. Praktisi pendidikan sebagai Pengajar Praktek program guru penggerak Kemdikbudristek angkatan 5 Kab. Purwakarta tahun 2022. Fasilitator PGP angkatan 9 tahun 2023

Konten favorit saya adalah pendidikan, sosial, psikologi, dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Piala Dunia Qatar 2022 dan Refleksi Pendidikan

2 Januari 2023   23:11 Diperbarui: 2 Januari 2023   23:17 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Piala Dunia 2022 Qatar yang digadang -gadang adalah piala dunia terbaik sepanjang sejarah dari aspek penyelenggaraan telah usai beberapa waktu lalu dengan Argentina sebagai kampiun setelah sukses membungkam Perancis 3-2 melalui drama adu penalti, dan ini adalah penantian selama 36 tahun untuk menjadi juara setelah terakhir juara tahun 1986 di Mexico. Kesuksesan Argentina tidak lepas dari sosok fenomenal bernama Lionel Messi yang memiliki pengaruh sangat besar dalam pencapaian tim bahkan dunia sepakat mengakuinya sebagai legenda hidup sepakbola dunia dengan status sebagai Greatest of All Time (GOAT) bersanding dengan nama besar lainnya Pele dan Maradona.

Banyak drama menarik yang disajikan dalam perhelatan Piala Dunia kali ini, mulai dari penolakan oleh beberapa negara barat peserta piala dunia terkait beberapa aturan yang diterapkan oleh negara Qatar seperti larangan memberikan ruang bagi kaum "pelangi", dilarangnya alkohol, aturan cara berpakaian bagi supporter perempuan. Kemudian drama lain yang terkait dengan sepak bola itu sendiri seperti tumbangnya beberapa tim besar eropa dan Amerika latin dan capaian prestasi yang membanggakan tim-tim yang tidak diperhitungkan sebelumnya dari asia (Arab Saudi, jepang, Korea selatan) dan afrika (Maroko), aksi heroik para pemain, sikap ramah warga Qatar sebagai tuan rumah, serta prilaku dan respon positif dari para tamu (supporter) dari berbagai negara yang datang langsung ke Qatar. Semua itu tidak terlepas dari pemberitaan awak media baik cetak maupun elektronik, serta media sosial seluruh dunia.

Drama yang tersaji di atas mungkin telah banyak mengusik emosi setiap orang baik rasa senang, sedih, terharu, terpesona, dan beragam perasaan lainnya. Senang karena pemain dan tim kebanggaannya menang, sedih karena pemain dan tim kesayangannya kalah, terharu karena mungkin melihat prilaku pemain Maroko yang selalu menghampiri dan memeluk ibunya ketika sebelum dan sesudah pertandingan, terharu melihat perjuangan pemain dan timnya, terharu melihat damainya para supporter dari berbagai negara peserta piala dunia yang berbaur dengan nyaman, atau bahkan terpesona dengan kesuksesan Qatar dalam mengemas penyelenggaraan piala dunia 2022 dengan megah dan tertata rapi dengan tetap konsisten menunjukkan kearifan budayanya sendiri.

Selain itu juga ada hal menarik dan unik lainnya yaitu piala dunia bukan hanya sekedar mencari siapa yang terbaik dan menjadi juara satu, tetapi setiap momen atau capaian dari piala dunia itu sendiri adalah sebuah prestasi yang sangat membanggakan bagi setiap negara yang berhasil lolos piala dunia. Ada penghargaan pemain terbaik, pemain muda terbaik, ada pencetak gol terbanyak, dan penjaga gawang terbaik, bahkan bagi setiap pemain yang tampil sejak babak penyisihan grup pun adalah catatan prestasi dan tercatat dalam sejarah pernah tampil bersama negaranya dan pemain tersebut akan memiliki nilai pasar di club yang akan dibelanya selepas piala dunia. Maka dalam konteks ini bahwa pada hakekatnya setiap pemain dan tim peserta semuanya adalah juara dalam kategorinya masing-masing.

Lalu apa yang bisa dipetik sebagai pelajaran dalam konteks pendidikan dari hal yang menarik dan unik di atas? Jika cara berpikir sudah sampai pada pemahaman tentang setiap anak itu unik sesuai potensinya masing-masing, maka setiap pendidik sejatinya memiliki misi menemukan dan menuntun muridnya untuk tumbuh berkembang sesuai minat dan potensinya tersebut walaupun masih berupa "garis-garis samar" yang harus ditebalkan, sehingga mereka merasa bahagia karena sadar bahwa dirinya ternyata memiliki value (nilai) bukan sekedar angka rapor. Di moment tertentu, guru bisa memberikan award (penghargaan) kepada setiap anak di kelasnya disertai pemahaman bahwa award tersebut adalah konsekuensi bagi setiap murid yang dapat menunjukkan potensi yang dimilikinya hasil dari proses bimbingan dari gurunya. Apresiasi bisa diberikan misalnya kepada murid yang menonjol di bidang akademis, olahraga, seni, literasi, attitude, karakter, dan lain-lain.

Menghadirkan pembelajaran yang berpihak pada murid dan berdiferensiasi (sesuai kebutuhan murid) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang paling efektif dalam rangka menggali potensi setiap murid. Sehingga tidak ada lagi kategori siswa pintar dan siswa bodoh, yang ada bahwa setiap murid adalah juara. Maka jika Kembali kepada definisi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah guru harus mampu menuntun peserta didik menemukan potensi sesuai kodrat dirinya, alam, dan jamannya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Kebanggan setiap murid di kelasnya adalah miniatur dari rasa bangganya setiap pemain yang tampil di piala dunia Qatar terlebih mereka yang maju hingga babak final dan menjadi juara. Hampir tidak ada bedanya. Inilah yang disebut dengan pendidikan yang bermakna, yaitu ketika murid merasa dirinya dihargai dan memiliki value maka saat itu pula mereka akan memiliki kepercyaan diri dan kekuatan untuk berkembang secara alamiah karena telah menemukan jalannya di masa depan. Lalu siapa coach  (pembimbing) yang hebat di belakang para murid yang kelak akan menjadi para juara di passionnya masing-masing di masa depan? Dialah para gurunya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun