Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alex Bekerja Berkelakar dan Berkibar

8 September 2016   15:07 Diperbarui: 8 September 2016   15:35 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEHARI jelang 17 Agustus 2016,  sebelum menutup petang Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan,  mengajak kedua cucu kembarnya, Aletta dan Atalie, 9 tahun,  ke bilangan jalan di seputar kawasan Kantor Walikota Palembang.  Di sepanjang Jalan  Merdeka itu  berderat di tepi jalan pedagang menjual kapal-kapalan manca-warna, ada juga  berbentuk pesawat terbang kertas. Paling dominan kapal, lengkap bercorak batik galo. Di bagian tengah kapal diletakkan satu telur berkulit merah, warga Sumsel menyebutnya  Telok Abang.

“Telok Abang hanya ada setahun sekali,  jelang  perayaan tujuh belas Agustus,” kata Alex. 

Saya simak petang itu ia berjalan di kemeriahan hari di rembang petang. Beberapa warga menyimak aksi Alex didampingi sang isteri Eliza, juga menantunya Thia Yufada. Langgam mereka jauh dari formal.  Seorang pedagang kapal Telok Abang, terbuat dari  bahan sedotan plastik minuman disusun bertrap, terkesan artistic, sepanjang setengah meter.

“Pak beli Pak!”

“Berapa?”

“Lima ratus ribu.”

“Ahh kau ini giliran aku yang  beli mahal nian?”

Alex tertawa.

Para pedagang tertawa.

Usai memilih dan membeli dua kapal  kertas bertelok-abang bagi cucunya, Alex menghampiri seorang ibu penjual penganan tradisional. Ia mengangkat jepitan kayu, laksana jepitan kayu pembakar ikan tradisional. Ada daun berbentuk lupis seperti sudah disangrai.  Aroma daun, ketan dan gula merah panas menguap. “Ini juga kue langka, “kata Alex pula,” Lemper Sapit namanya.”

Sambil membayangkan aroma dan rasa  Lemper Sapit,  saya mencari literatur tentang ketelok-abangan.  Tidak ketemu. Dari menyimak beberapa tulisan warga di arsip Google, saya mendapatkan rumusan begini: merah warna keberuntungan, telur simbol kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun