Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cawapres Jokowi Paling Rasional

22 April 2018   17:02 Diperbarui: 22 April 2018   21:07 2269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMASUKI  tenggang waktu pendaftaran Capres dalam Pilpres 2019 tinggal satu kwartal lagi,  Agustus 2018, membaca berita di media mainstream, terlebih sosmed,  terlalu banyak hidangan "kejenakaan". Bila kita berdiri sebagai sosok Presiden Joko Widodo, belumlah tentu  nyaman naik motor santai,    renyah menghadapi  "blunder" kaus ganti presiden, banyak hal lain mengusik jendela hati,  di tengah janji kampanye  pemerintah  harus terus dipantau berjalan; beragam program harus berwujud.

Menjadi presiden hari ini, berbeda jauh dengan era Orba. Kekuasaan berbagi dengan para partai pengusung presiden. Sampai-sampai secara terang benderang kita mendengar lema petugas partai. Presiden butuh partai pendukung. Menjadi presiden butuh fulus tambun agar mulus menduduki kursi; kekuasaan dalam istilah saya sudah terjerembab total foot ball  ke dalam oligarki fulus-mulus. Bukan lagi terminologi Pancasila.

Sebagai sosok pendukung Jokowi, hingga saat ini secara proaktif saya menjalin silaturahim, bila ada hal tak pas dalam program,  saya kritisi dan sampaikan saran,  seperti itu wujud dukungan saya kepada  Jokowi.   Kami mengawal kejokowian dalam  aras rumusan konsisten; memuliakan ketulusan keinsanan.  Jika acuannya diksi ini, Jokowi masih di sana. Kalau pun ada  kurang pada tempatnya, dalam memuliakan keinsanan itu, menurut saya, membagi bingkisan dengan cara melempar ke warga dari  dalam mobil di mana videonya kini terus digoreng pihak lawan  di sosmed, sesuatu memang layak dikoreksi.

Akan tetapi teknis di lapangan tentu Presiden Jokowi  jua punya argumen tersendiri.

Bila saya bertemu lagi dengan Presiden Jokowi,  akan saya tanyakan mengapa memilih adab demikian?

Sementara saya sangat terganggu menyimak salah satu video beredar di mana Ruhurmuzy, akrab disapa Rommy, Ketua Umum PPP, semobil dengan Jokowi tampak melempar gift  ke warga dan Rommy, cengengesan,  menikmati. Tak ada kata usul darinya, "Pak Presiden bagaimana kalau kita turun sebentar?"

Hubungan saya dengan Presiden  Jokowi selama ini mencoba  proaktif melempar ide, gagasan, menjadi spin doctor  komunikasi; dalam tatanan ini,  jika saya semobil dengan presiden, maka kalimat ajakan turun membagi bingkisan pasti saya sampaikan, bukan nyengir menikmati. Bisa dibayangkan sosok seperti Rommy, berlibido tinggi melamar menjadi calon  wakil  presiden Jokowi di Pilpres mendatang?

Ada lagi  sosok  seperti Cak Imin, sudah sejak lama mengiklankan diri di Billboard, di seluruh Indonesia entah sudah dengan melego uang sebanyak apa, menyebut diri  Calon Wapres. Logika saya jika Anda ingin menjadi  Wapres  kok aneh judulnya  Calon Wapres. Paling penting tingkatkan elektabilitas, maka mencapreslah sehingga figur incumbent siapa tahu lebih melirik menggandeng Anda jadi Cawapres, karena elektabilitas sudah tokcer. Mengiklankan dirilah menjadi Capres bukan Wapres.

Dari dua alasan tadi maka dua sosok tadi di mata saya gugur cawapres, walaupun mereka para ketua partai pendukung Presiden Jokowi. Para partai, para pendukung  dua sosok sudah saya sebut  di atas jangan marah ya, cengir boleh, cengengesan ala Rommy lebih boleh lagi.

Saya pernah menulis kalau Prabowo wakil Jokowi di 2019. Perihal itu saya tulis 16 Februari 2018,  di blog ini. Hal itu saya yakini melalui sumber terpercaya, saya kenal sejak 1984, di awal pernah di media mainstream. Namun perkembangan  terakhir Jumat kemarin, saya bertemu tak sengaja dengan pengurus teras partai Gerindra. Ia mengatakan ada lobby Gatot Nurmantyo ke Gerindra.  Ada masukan bila Gerindra mengusung Gatot Nurmantyo, maka menang. 

Mereka telah mencoba utak-atuk memasangkan GN, dengan Anies Baswedan, dengan Ahmad Heryawan, juga dengan Yusril Ihza, ketiganya diyakini menang melawan Jokowi. Akan tetapi secara kepartaian bila kursi Capres diberikan  di luar figur Prabowo Subianto, Ketua Umum, mereka meyakini perolehan kursi Gerindra di DPR menurun drastis. Maka kuat dugaan Prabowo Subianto tetap maju Capres. Ia bukan  lagi calon wakil presiden Jokowi. Artinya tulisan saya 16 Februari lalu itu sudah tak valid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun