Pekan lalu saya menyimak Titiek Soeharto, Wakil Ketua Komisi IV DPR mengunjungi konstituennya di Jogja. Ia begitu peduli bagaimana petani bawang merah, di lahan khusus semula tak dapat ditanami kini subur. Urusan bibit membutuhkan modal Rp 60 -80 juta per hektar lahan, jaminan panen tanpa mendapat musibah hama, kepastiaan pasar, dibahasnya bersama petani. Ia tampak bersahaja, banyak senyum. Saya menjadi teringat era ayahandanya. Pak Harto bersuara berat, datar, senyum, turut bercaping di lingkungan petani, dalam sebuah acara Kelompok Pendengar, Pembaca, Pemirsa (Kelompencapir), bertanya-jawab bersama petani.
"Apa permasalahan Bapak, Ibu? Bibit?"
...
"Baik akan saya prioritasken, nanti menteri pertanian turun langsung," sekadar mengingat omongan Presiden Soeharto.
Pekan lalu itu, Titiek telah menggeliatkan susana kemuliaan silam. Walaupun bukan bertajuk Kelompencapir, ia tak kalah takzim menyimak, berdialog bersama petani. Ia berpikir dan berbuat mencari solusi.
Di youtube.com saya simak video, penggalan serial Cerita Dari Sahabat. Video itu merupakan serial pernah on air di SCTV. Saya lihat bagaimana Titiek begitu tenang, vokal oke, premis jernih menyampaikan setiap topik. Saya menonton tuntas episode berjudul "Mencari Untung dari Lobster", di pantai timur Lombok. Di Visual itu terekam komplit persoalan, permasalahan dan solusi: Cerita Dari Sahabat.
Hari ini bibit lobster mutiara dari Lombok, masih terindikasi banyak diselundupkan. Dalam satu tas berukuran koper kecil, bisa memuat 10 kantung plastik, berisi 10 ribu ekor benur berharga lebih dari Rp 5 miliar di Singapura. Kendati perihal penyelundup liar sudah ditangkapi namun tak mengurangi jumlah benur lobster alam Lombok tetap mengalir cair terbang ke luar negeri. Titiek Soeharto sudah jauh hari bertutur bagaimana petani petambak, para pembiak bisa menjadi miliarder.
Pada episode lain Cerita Dari Sahabat, bertutur tentang: "Aroma Kopi Luwak Termahal di Dunia".
Dari dua video itu, saya menjadi teringat ada cerita tentang Titiek, disalami Mbok-Mbok di Jogja. Si Mbok terharu, "Nduk, nduk.. Pak Harto..."
Bayangan kepada meme di belakang visual wajah Pak Harto di belakang truk, "Piye Kabare? Isih Penak jamanku to...."
Kritik terhadap pemerintahan Presiden Soeharto memang tajam sejak reformasi. Akan tetapi selama reformasi beberapa hal positif di era Pak Harto, kini menjadi kerinduan tersendiri.Â