Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golkar "Palsu" di Antara Idrus dan Airlangga

3 Desember 2017   16:32 Diperbarui: 4 Desember 2017   06:16 2349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jakarta di Minggu pagi ini cerah. Angin pagi dalam sepekan cederung bertiup kencang, tadi terasa sepoi. Saya menyimak terap air bertadahan kolam kecil gemericiknya sebelum jatuh ke kolam besar di bawahnya melewati sela akar tanaman rumput menyemak.  Di tepiannya sudah meninggi  dedaunan. Bulir bunganya seakan menyimpan padi. Kuat sekali dugaan , tanaman liar  itu terbawa kaki burung liar. Burung-burung  datang rutin saban hari mandi-mandi, berbunyi-bunyi. 

Pemandangan itu selalu kami syukuri, di  tengah Jakarta Pusat padat.

Dalam keadaan demikian gawai saya bergetar. Dari seberang seorang kawan menyapa, bertanya ihwal kopi. Saya pernah menyarankannya menenggak kopi tanpa gula. Ia kemudian bersepakat bila kemudian kopi bisa berasa manis di lidah,  ada asam,  pahit sedikit. Tiga rasa itulah  membedakan asal-usul kopi Arabika. Arabika dari  Wamena, Papua,   dipastikan lebih manis, tidak ada asam, pahitnya sangat sedikit.  Setelah ngalor-ngidul  ihwal perkopian obrolan beralih ke politik, khususnya Partai Golkar.

Saya tak tahu apakah nama saya masih tercantum sebagai anggota Partai Golkar. Pada 1984 saya pernah menjadi Ketua Koperasi Himpunan Industri Kecil Seluruh Indonesia (HIKSI). HIKSI anggota KADIN Indonesia, maka seluruh anggotanya didaftarkan sebagai anggota Golkar. Itu pula untuk kedua kali, pada 1991 saya dilantik menjadi anggota HIPMI DKI Jakarta, maka nama saya dituliskan menjadi anggota Golkar, berbarengan kala itu dilantik dengan Bambang Soesatyo, kini anggota Komisi III DPR RI, ada juga Hariyadi Soekamdani, di antaranya. Setelah reformasi saya tak pernah lagi ikutan di partai politik, saya tak tahu apakah nama saya terdaftar sebagai anggota Partai Golkar.

"Saat ini Ketua DPD  satu kami sudah meminta DPD dua memilih Airlangga."

"Saya heran dengan Partai Golkar dalam rencana Munaslubnya hanya menampilkan dua kandidat, Idrus dan Airlangga."

Begitu suara kawan saya itu.

Idrus dimaksudnya adalah Idrus Marham, Sekjen Golkar saat ini. Sedangkan  Airlangga, yakni kini sosok menjabat Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto

"Golkar," katanya melanjutkan kata, "Bisa habis kehilangan ruh dasar. Padahal bangsa dan negara kita membutuhkan partai besar dan kuat."

Ia memancing minat saya agar kembali bicara politik. 

Sudah beberapa kali sahabat itu menyapa, saya alihkan bicara tentang perjalanan. Hanya satu saja ia lama terdiam.  Ketika saya jelaskan pernah ke Thaprek, Kathmandu, di Kaki Pegunungan Himalaya. Saya dan isteri menjadi turis ke-5 dan 6 ke sana tahun lalu. Dan sesampai di Thaprek kami lanjut berjalan kaki, menemukan perkampungan Islam, didiami 100 kepala keluarga, hidup rukun damai di alam terkembang dominan Buda. Di kaki Pegunungan Himalaya, di puncak-puncak bukit Azan berkumandang. Kami shalat Magrib dihamparan   alam berketinggian khusyuk. Selebihnya kawan saya itu cederung mengalihkan omong politik.

Maka pagi jelang siang tadi, saya katakan kepada  kawan itu, mungkin sudah saatnya Golkar kembali ke akar. Beringin sebagai logonya, pohon kekar, dedaunannya menyejukkan, simbol mensejahterakan. Kepemimpinan Golkar  mengedepankan demokrasi Pancasila dalam balutan musyawarah mufakat sejak reformasi telah beralih total football ke dalam kancah turbulensi politik oligarki fulus-mulus. Sampai ke kalimat  ini biasanya kawan saya itu menertawakan saya, "Bukankah dulu di HIPMI, Kadin, politik uang terindikasi dalam pemilihan ketuanya?"

"Saya kan sudah lama bilang kalau HIPMI, KADIN, oknumnya mewarnai Partai Golkar."

"Budaya bayar-bayar  suara sulit dihindari dalam memilih ketua," katanya.

Saya hanya  menjawab ya, ya.

Begitu saya diam, ia meminta saya mulailah bersuara.

Apa hak saya bersuara?

"Sebagai warga!"

Ada gunanya?

"Paling tidak Mas Iwan menulis dibaca satu dua orang."

Maka lahirlah tulisan ini dengan judul di atas.  

Bagi saya singkat saja, setelah didera hantaman kasus korupsi para anggota, pengurusnya, terlebih terbaru soal Setya Novanto, Ketua DPR, Ketua Umum Gokar, kini sudah tersangka, tiada lain ini cambuk godam. Pukulan telak ini harusnya menyadarkan segenap anggota, pengurus untuk kembali kembali ke kitah. Kembali melihat keluhuran kepemimpinan Gokar era silam, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Soerharto. Mau diakui atau tidak peradaban terasa lebih dibangun di eranya. Sampai di kalimat ini kawan di seberang itu nyeletuk.

"Petani memang rindu kelompencapir."

Kelompencapir adalah singkatan kelompok pendengar, pembaca, pemirsa. Masih terngiang bagaimana Pak Harto berdialog dengan kelompok tani bersama petani. Di kelompencapir sekalian minat literasi dibagi dan berbagi.

Nah, kata saya,  jika masih acuan fulus dan mulus, menjadi acuan mendukung sistem kekuasaan saat ini, sulit Indonesia bangkit.  Semua anak bangsa saya yakini kini menyadari bahwa bangsa dan negara membutuhkan partai politik besar dan kuat.  Karenanya diperlukan Golkar Asli bukan Golkar "Palsu". Golkar asli itu bukanlah kepentingan partai untuk mengkooptasi kepentingan rakyat. Golkar asli itu, juga berisi bahwa politik itu juga kemuliaan hati dan membangun peradaban. Politik itu juga tidak korup. Maka bila menjelang Munaslub-nya kini, di Golkar baru bunyi dua nama Idrus dan Airlangga, saya meyakini alam akan menggiring munculnya nama baru, seperti  aliran darah pendirinya, akan menyemangati anak cucunya tampil. Saya meyakini bila Titiek Soeharto, tampil,  ia kuda hitam menampilkan Golkar Asli.

"Bila memang Mbak Titiek serius maju, terutama para pimpinan DPD dua akan sangat bergembira."

"Terus terang mereka semua jenuh. Mereka menunggu keseriusan Mbak Titiek."

"Mereka ingin bangkit, berubah, kembali ke rakyat."

Kawan saya di seberang itu berteori.

Kembali ke rakyat?

Kembali ke akar.

Bila memang bisa demikian, pahit, asam, dilalui oleh Partai Golkar saatnya diakhiri. Mungkin memang sudah saatnya, bak saya meminum kopi Arabika dari Wamena, Papua, dominan manisnya, walau diseruput tanpa gula.  Sekarang tinggal menanti kapan Titiek Soeharto tampil ke publik berkata saya siap mengembalikan Golkar ke akar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun