Sebelum saya berangkat ke Jepang pekan lalu, saya mentabulasi beberapa sosok kemungkinan, berminat, menjadi calon wakil presiden Joko Widodo, dari PDIP. Dari sosok TNI/Polri, saya mencatat ada delapan nama. Mereka itu; Hendro Priyono, Agum Gumelar, Luhut Panjaitan, Pramono Edhie Wibowo, Dai Bachtiar, Ryamizard Ryacudu, dan Moeldoko.
Tepat ketika hari kunjungan Presiden Obama berakhir di Tokyo, saya menyimak berita soal jam tangan Moeldoko, jadi bahasan media regional ihwal merk mahalnya. Lantas, berlanjut konperensi pers Moeldoko membanting jam, agar terkesan palsu?
Dari ke-8 jenderal saya sebut di atas, kuat dugaan saya mereka memiliki keinginan menjadi cawapres Jokowi. Namun yang mana terpilih, saya belum paham. Di tempokini.com, saya mengupas lebih dalam salah satu nama yang mengerucut, yang agaknya pantas.
Dari kalangan sipil, ada dua nama unggulan. Pertama Jusuf Kalla dan kedua Hatta Rajasa. Di kedua sipil ini, ada keunikan mendalam. Keduanya gencar bermanuver, Jusuf Kalla terlebih. Dengan segenap jaringan dan elemen sudah mensosialisasikan seakan ia sudah menjadi wakil Jokowi. Bahkan hari ini saya simak sudah ada lagu Jokowi-JK. Sedangkan Hatta, kendati sudah tak gencar lagi mendekati kubu PDIP, hari ini lebih merapat ke Gerindra.
Di tengah gencarnya urusan Cawapres itu, pekan lalu saya simak juga Pasar senen terbakar. Lantas saya membaca, ada yang menuliskan Joko Widodo ke lokasi. Ada penulis yang mengabarkan di Kompasiana, Media Warga - - bukan jurnalis warga lagi, sebagaimana dipaparkan Pepih Nugraha di Twitter saya - - medium untuk personal branding.
Karena bukun jurnalis warga, yang seharusnya menjalankan elemen jurnalisme, tulisan ke Kompasiana soal Jokowi di Senen, setelah saya verifikasi ke lokasi kebakaran telah mengalami distorsi dipelesetkan. Tidak ada teriakan warga pasar Senen kepada Jokowi: Woi pencitraan. Yang ada adalah, Jokowi masuk ke dalam area terbakar, dan dia menghimbau biar dia saja yang masuk mencek kondisi. Fakta di lapangan presiden SBY datang belakangan tak bisa masuk ke lokasi di mana Jokowi sudah terlebih dahulu berjibaku.
Maka fenomena Jusuf Kalla, seakan-akan sudah menjadi Cawapres Joko Widodo, sama saja dengan laku penulis ke Kompasiana yang media warga, katanya hanya sebatas untuk personal branding itu. Hanya sebatas hore-hore membuat “huru-hara” berita mengerjai Jokowi. Jadi lintas lini mengerjai Joko Widodo. Salah? Ya sah saja. Mungkin inilah hore-hore “meriahnya” alam perpolitikan kini di tengah media ada yang bertajuk sekadar personal branding.
@iwanpiliang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H