Memilih Deep Purple sebagai topik tulisan ini memang tidak lain karena selain kekaguman saya kepada keabadian lagu-lagu grup cadas asal Inggris yang masih eksis hingga kini teriring dengan keabadian dari memori konser itu di Jakarta pada 04 dan 05 Desember 1975 yang rusuh.
Citra suatu grup band akan melekat dibenak penggemarnya baik tentang karyanya namun juga sepak terjang personil grup band tersebut, katakan kalau orang bicara grup band Yess, Genesis dan Rush orang akan teringat akan musik progressive rock dan John Anderson, Phil Collins dan Neil Peart , sementara bicara Kiss, Van Halen atau Red Hot Chilli Pepper (RHCP) orang akan mengingat musik hard rocknya yang melodious (manis) dan Gene Simmons, Eddy Van Halen serta Anthony Kiedis.
Begitu juga kalau orang ingat Deep Purple, pasti yang diingat aliran Heavy Metal dan  tembang-tembangnya seperti Soldier of Fortune, Burn, Smoke on the Water, Highway Star, Wasted Sunset, Perfect Strangers serta personilnya, apalagi kalau bukan Richie Blackmore, John Lord, Ian Gillan, Roger Glover, Glen Hughes, Dave Coverdale dan Ian Paice.
Dari beberapa literasi baik video dan tulisan tentang konser musik tahun 1975 ini memang terkesan hingga ini dianggap sebagai konser musik terbesar di Indonesia yang boleh dibilang menyaingi Konser Bon Jovi di Ancol tahun 95 dan Konser Metalica 1993. Diselenggarakan di Gelora Bung Karno seperti juga kemudian, konser individu Mick Jagger diselenggarakan di tempat yang sama tahun 1988. Namun yang bikin miris penyelenggaraan konser Deep Purple 1975 ini terbilang terburu-buru sehingga terkesan tidak siap.
Puncaknya adalah meninggalnya salah satu kru dari Deep Purple (Patsy Collins) yang terjatuh dari lift di hotel, Glen Hughes yang harus ditahan, konser yang ricuh, Tommy Bolin yang tidak apik tampil karena tangannya keseleo, dan ketika pulang untuk melanjutkan perjalanan ke Jepang, ban pesawat terbang grup ini kempes.
Personil band Deep Purple saat itu yang hadir adalah vocalist, David Coverdale (gantikan Ian Gillan), guitarist, Tommy Bolin (gantikan Richie Blackmoore), bassist , Glen Hughes (gantikan Roger Glover), keyboardist, John Lord , dan drummer, Ian Paice .
Dilihat dari literasi dan pengalaman orang yang menonton,  pagelaran musik ini bisa dibilang notorius, terkenal tapi justru negatifnya, beda dengan famous yang artinya sebaliknya. Notorious dengan anggapan dari masyarakat mancanegara yang "tetap" mengangkat isu ini sebagai produk negara "komunis" padahal saat itu, tahun 1975, Indonesia dikuasai Orde Baru yang sudah membebaskan diri dari pengaruh komunis saat Orde Lama sepuluh tahun sebelumnya, tapi itulah image/citra yang ada.
Almarhum John Lord bercerita bagaimana dia merasa "aneh"(odd) ketika diarak dari Bandara Kemayoran saat itu menuju hotel, diiringi oleh banyak tentara yang menggunakan mobil militer.Â
Bahkan dia menghubungkannya dengan jelang Indonesia menginvasi Timor Timur sehingga pengaruh militer sangat kental saat itu. Pilihan kata "invasi" itu sendiri juga terkesan  "kasar" dan menghina karena RI justru disuruh/diminta AS membantunya untuk menutup pengaruh komunis dengan menginvasi Timtim saat itu seperti yang diceritakan dalam literasi lainnya.
Dan saat konser berlangsung sempat listrik mati, kemudian kerusuhan terjadi ketika ratusan penonton yang bonek (bondo nekat)Â coba masuk ke arena dan untuk melindungi grup band dan peralatan bandnya para petugas keamanan/personil militer mengerahkan anjing-anjing galak untuk menghalau penonton nakal ini dan personil grup band asing ini melihat sendiri bagaimana ada penonton yang terluka karena digigit dan diseret anjing-anjing tersebut.
Namun pendekatan keamanan saat konser ini tidak bisa 100 persen disalahkan pada penguasa saat itu karena situasi kondisi RI yang belum stabil,setelah kejadian demo anti Jepang, atau Malari, Malapetaka January 1974 dimana banyak mobil produk Jepang dibakar. Jadi di satu sisi ingin mengamankan konser ini namun di sisi lain animo dan euforia orang yang ingin menyaksikan grup ini sulit untuk dikendalikan.