Contoh ideal adalah sinetron gacoan RCTI yang berating tinggi dan sharenya hampir 50 persen dan ditayangkan setiap hari (Ikatan Cinta) ini jelas menguntungkan. Bandingkan dengan produk sinetron lain yang punya biaya produksi sama tingginya tapi ratingnya jeblok dan stasiun televisi akan segera mengubah jam tayangnya atau menggantinya dengan produk lainnya.
Televisi memang kejam karena primadonanya adalah “perhatian penonton” yang “engaged” atau nyetel dan klop dengan tayangan tersebut. Makanya hanya produk format program tertentu yang masih bertahan di televisi saat ini. Contohnya produk kuis atau game show yang dulu marak sekarang sudah tidak kompetitif lagi.
Kecuali ajang “talent search” atau “cooking competition” yang tetap ditunggu penonton, acara game atau kompetisi lain yang mengandalkan “brain” sudah terlempar dari prime time atau sudah fade out alias stop berkompetisi.
Bagaimana dengan produk berita? Berita bisa hard news atau soft news, dan umumnya biaya produksinya rendah dan dengan diback-up produk sponsor tertentu, program ini masih bisa bernapas dan menarik keuntungan contoh saja produk-produk berita dan feature dari Metro TV, TV One dan Kompas TV.
Program Olah Raga pun juga kalau bukan yang primadona seperti Sepak Bola, Tinju Dunia, atau Bulu Tangkis lokal, juga tidak begitu “happening” sekarang, makanya tayangan produk olah raga seperti Sepak Bola adalah tambang emas buat stasiun televisi untuk mengeruk keuntungan sebanyak mungkin seperti Liga 1 , Liga Inggris, dan Liga Champions.
Contoh eksploitasi iklan terjadi saat tayangan pertandingan jam 11 malam namun jam 10 malam sudah dimulai dengan talk show tentang pertandingan dengan menghadirkan public figure tertentu terus dibumbui iklan dan penyajian “built in product” sponsornya. Sang pembawa acara akhirnya ikut juga menikmati hidangan minuman tersebut, sambil mempromosikan produk tersebut. Hal ini sudah jadi normal. Apakah itu salah? Tidak etis memang, tapi apakah penonton punya pilihan?
Kadang penonton juga disuguhi tampilan gadis-gadis molek yang menawarkan produk setelah memberikan gimmick hasil pertandingan atau highlights pertandingan, namun banyak penikmat siaran sepak bola tahu, kebanyakan dari mereka hanya “menghafal” dan tidak paham dengan sepak bola itu sendiri dan itu terlihat dari raut wajah dan gesturnya, lol. Tapi apakah penonton juga punya pilihan? Ya ada sih pilihannya, mau nonton terus silahkan, nggak mau nonton matikan dulu, nanti baru saat pertandingan baru televisinya dihidupkan lagi. Life is easy, isn’t it?
Sebenarnya penayangan Piala Eropa dan Copa Amerika tahun ini sungguh pas momennya dengan situasi pandemi yang membuat banyak pemirsa banyak di rumah atau work from home (WFH), tapi tidak bagi pemilik cafe, hotel atau rumah makan yang biasanya mengadakan nonton bareng (nobar), sekarang sepi, tidak beroperasi dan terlupakan.
Ya mudah-mudahan di Piala Dunia 2022 di Qatar, nonton bareng sudah diperkenankan dan pandemi Covid 19 sudah usai, karena kita mengharapkan sudah bisa berdamai dengan virus yang variannya makin banyak dan kebal. Semoga.
“Be yourself. People do not have to like you. And you don’t have to care (Jadilah diri sendiri. Anda tidak perlu jadi orang yang disukai dan juga tidak perlu peduli tentang hal itu)-Simple Reminder.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI