Membaca Kompas Cetak hari ini, kembali saya harus mengurut dada. Sebab, lagi-lagi konflik antara masyarakat desa di sekitar kebun PTPN VII Cinta Manis bergejolak dan menimbulkan korban.
Akhir tahun 2009, sedikitnya 23 petani desa Rengas, Payraman, Ogan Ilir, Sumsel tertembus peluru polisi akibat konflik lahan dengan PTPN VII. Selanjutnya, konflik makin meluas, 22 Desa yang mengitari perkebunan tebu tersebut justru bergolak.
Mengapa bergejolak? Saya membaca komentar-komentar PTPN yang dimuat di media sosial, bahwa perlawanan masyarakat tersebut didesain oleh mafia importir gula, yang tidak setuju PTPN bisa berproduksi dengan baik. Tentu jika gangguan usaha perkebunan ini terjadi, maka stok gula nasional akan terus berkurang dan target swasembada gula tidak akan pernah tercapai.
Komentar lainnya, bahwa pergolakan masyarakat di 22 desa ini karena ada provokatornya, sebab dahulu tidak pernah ada pergolakan dengan PTPN. Sekarang, justru masyarakat bergolak dan meminta lahan.
Saya yang mengikuti perjalanan kasus ini hanya bisa tersenyum kecut mendengar tuduhan-tuduhan semacam ini. Bukan apa-apa, seolah-olah masyarakat di 22 desa itu adalah segerombolan kerbau yang bisa disuruh menyabung nyawa hanya karena provokasi.
Mengapa bisa terjadi konflik?
Menurut masyarakat, dahulu tanah-tanah tersebut adalah tanah perkebunan dan garapan penduduk desa. Pada saat perkebunan masuk, mereka diminta menyerahkan lahan dengan ganti kerugian dengan harga Rp. 150.000 perhektar. Namun, oleh Tim 9 mereka mendapatkan pembayaran hanya Rp 25.000 per hektar.
Masih menurut masyarakat, luas garapan tanah mereka juga menjadi berkurang jauh. Banyak yang dibayar tidak sesuai ukuran yang sudah diukur oleh Tim 9.
Apa sebenarnya Tim 9, ini adalah sebuah tim pembebasan lahan di masa lalu yang beranggotakan Pemda, Aparat Desa, Agraria, Masyarakat dan Perkebunan.
Selanjutnya, selain ukuran yang jadi menyusut, terjadi juga rekayasa dalam penggantian kerugian dimana penerima ganti rugi tanah juga banyak dimanipulasi. Sementara, pihak yang menolak dengan mudah dipolisikan dengan tuduhan anggota organisasi PKI.
Terasa klise, namun demikianlah proses ganti kerugian yang banyak terjadi di masa Orde Baru.