Aku membunuh ayahku. Ia telah membunuh ibuku karena tidak kebagian ayam goreng. Aku masih lima belas tahun. Pada awalnya, aku menangisi kemiskinan yang menyebabkan ibuku mati. Tapi ketika kutangisi ia tak pernah pergi dari diriku. Seperti laknat yang menguntit hidupku.
Kemudian, aku membalas dendam, ketika ayahku keluar dari penjara. Ia mati kuracun dengan memberinya makan ayam goreng ke seratus duapuluh satu. Ayam terakhir saat ayah pulang kerumah. Sepuluh tahun setelah kematian ibuku.
Seratus duapuluh kali aku menjenguk ayahku di dalam penjara. Setiap hari kamis minggu kedua dalam setiap bulan. Aku mengantar ayam goreng yang kubungkus kertas minyak setiap kali menjenguk ayah. Ia menangis melihatku, meski kemudian tetap memakan ayam goreng bawaanku tersebut dengan lahap.
Ayahku kubunuh di malam jumat. Fajar pagi hari jumat setelah kematian ayah kusambut dengan hati berdegub, Aku melarikan diri dari rumah.
Aku telah dua puluh lima tahun.
siapa yang hobi fiksi silahken dikembangkan.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H