“It is easier to denature plutonium than to denature the evil spirit of man.” (Albert Einstein)
Telolet benar-benar menghajar semua orang. Postingan atau status di hampir semua medsos menulis telolet atau tanda pagar telolet. Saya termasuk telat gaul untuk mengenali telolet itu. Jadinya, bertanya-tanya apa sih itu om telolet om? Dengan mencari di Youtube, woow akhirnya ketemu banyak sekali, dan memang lucu-lucu. Juga nemu di kompasiana dari tulisan Wildan Hakim. Kini jelas sudah maksud dari bintang “telolet” itu.
Namun pikiran ini terus muter, harus diapakan binatang telolet ini. Kalau sekedar tahu telolet titik,.. rasanya kurang memberi makna. Mau turun ke jalan meniru seperti di youtube rasanya kok tidak lucu, sudah tua, atau dianggap lebai.
Akhirnya ide lama kembali teringat. Dulu pernah mengajari mahasiswa menulis di kompasiana. Ini patut dicoba lagi. Saya pun mengajak dan woro-woro menulis tentang telolet.. semoga saja mereka tergerak..
Tapi rasanya memberi makna telolet masih kurang. Ini perlu disebar lagi agar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Orang lain perlu tahu dan paham, dunia medsos tidak sekedar dinikmati sebagai penonton atau hanya menonton. Orang harus bergerak merealisasikan potensi dirinya, sekalipun dengan hal-hal yang kecil. Kalau di medsos hanya bisa copas, like, share, mengeluh atau membuat orang lain tidak nyaman; ini tentu jauh dari bijak.
Di medsos banyak hal produktif bisa dilakukan, dan memberi penghargaan kepada orang lain. Saya berpikir lagi..tetap tidak jauh-jauh dari menulis. Ini saatnya mengajak orang menulis kepada mereka yang belum pernah menulis. Momentum viral telolet semoga dapat menstimulasi minat seseorang menulis, mengembangkan ketertarikan untuk menulis.
Saya mengajak seorang karyawan muda untuk berdiskusi. Ia sudah menunjukkan kinerja dengan baik, selalu update pengetahuan, melek internet, dan selama ini selalu tanggap terhadap hal-hal baru. Namun hal itu perlu dioptimalkan lagi. Ia perlu diberi tantangan supaya bisa menulis. Saya sampaikan bahwa sebelumnya ada karyawan lain yang berlatih menulis, dan hasilnya lumayan baik. Ia punya potensi yang lebih besar untuk mengikuti.
Karena ia masih awam menulis, maka tugas untuknya dibuat mudah dan simpel. Saya mencetak suatu berita telolet dari berita online, dan menunjukkan kepadanya. Saat membaca judul berita telolet itu, ia tersenyum geli. Ia menyatakan paham tentang hal tersebut. Tugasnya adalah membuat tulisan dengan tema telolet sepanjang sedikitnya 500 kata. Ia harus menulis sendiri, atau menulis ulang, dengan mencontoh isi cetakan berita online itu. Ia tidak boleh copas. Dalam 24 jam tugas berlatih menulis itu harus sudah selesai.
Pada dasarnya, seseorang tidak perlu takut salah, atau ragu dalam menulis. Menulis tidak bisa dinilai benar atau salah. Berlatih menulis semakin sering, akan mengetahui kelemahan atau kekurangannya. Boleh mencontoh gaya bahasa dari buku-buku bacaan yang baik. Kombinasi banyak membaca dan banyak praktek menulis menghasil kebiasaan dan kepekaan menentukan penggunaan kata, susunan kata dan kalimat yang dapat diterima pembaca.
Saya bertanya: “Bagaimana?” “Sanggup pak”, jawabnya dengan nada optimis dan bersemangat.
Hingga 24 jam.. tulisan dari si karyawan belum muncul. “Maaf pak, flasdisk ketinggalan”, katanya.