Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Setelah Wisuda, Mau ke Mana?

18 Desember 2016   14:14 Diperbarui: 18 Desember 2016   18:58 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

You’re not expected to be the finished article, whether that’s at interview or on your first day at your new job. Employers don’t expect graduates to arrive knowing how to do the job immediately. They want to see a willingness to learn and the boundless energy of youth! (1)

Banyak lulusan perguruan tinggi memiliki pertanyaan yang sama, setelah lulus, atau setelah wisuda terus ke mana? Pada periode waktu seperti ini, para lulusan mengalami tekanan tertentu. Pada dirinya seakan ada beban, semua orang seakan melihat dirinya, menuntut dirinya segera memberi peran. Ia pasti menghadapi pertanyaan dari keluarga, teman, adik kelas, sesama alumni, pacar, calon mertua, kenalan, atau orang lain; “Bekerja di mana?”, “Sudah melamar ke mana saja?”, atau “Sudah ada panggilan kerja?”

Wisuda (koleksi pribadi)
Wisuda (koleksi pribadi)
Beban dan perasaan seperti itu wajar saja, dan perlu dikelola agar menghasilkan keputusan atau langkah yang positif. Si sarjana baru harus sabar dan santai menghadapi hal tersebut. Tidak perlu gelisah dan resah. Tetap lakukan aktivitas harian yang konstruktif, dengan beribadah, membaca, memelihara silaturahim, meningkatkan keterampilan dan aktivitas yang manfaat. Sangat penting justru dukungan dari keluarga atau orang-orang terdekat untuk membuat nyaman kepada lulusan baru itu.

Banyak ragam keputusan yang dilakukan oleh lulusan itu. Ada yang segera kirim lamaran ke mana saja, dengan tujuan asal dapat kerja secepat-cepatnya. Ini adalah langkah panik, dan lebih banyak sia-sia. Sebaiknya sarjana baru membuat langkah yang fokus. Ia harus mengevaluasi atau memetakan potensi dirinya. Ia melihat dirinya bukan hanya kemampuan akademik, tetapi juga bakat, dan lifeskill. Menurut UNICEF, lifeskills atau keterampilan hidup merupakan kemampuan psikososial dalam berperilaku yang adaptif dan positif yang membawa seseorang dapat menyelesaikan kebutuhan dan tantangan sehari-hari dengan efektif (2).

wisuda-uwg-2016-des3-5856333f577b618618bf4882.jpg
wisuda-uwg-2016-des3-5856333f577b618618bf4882.jpg
Kemampuan akademik dari nilai IP seringkali hanya memenuhi syarat administrasi lowongan kerja, atau untuk memenuhi panggilan hingga wawancara kerja saja. Namun sebenarnya lifeskill yang menunjukkan potensi nyata seseorang di dalam kebutuhan kerja. Hal seperti ini sebenarnya sudah banyak diketahui oleh mahasiswa umumnya. Saat masih aktif kuliah, mereka menerima pengalaman tentang lifeskill pada kehidupan organisasi kemahasiswaan, atau pembelajaran softskill seperti kewirausahaan.

Memandang masa depan bagi seorang lulusan baru bukan hal yang mudah. Namun ia tidak boleh takut melihat masa depan. Ia perlu kesiapan mental dan lifeskill, serta berpikir positif memandang permasalahan. Justru langkah-langkah pada periode setelah lulus ini sangat menentukan keberhasilan seseorang.

Pengalaman duduk di manajemen kampus lebih dari lima belas tahun, sedikit banyak dapat melihat kemampuan lifeskill rekrutan baru baik karyawan atau dosen, dan perjalanan perkembangan kariernya. Dalam wawancara dengan mereka, pertanyaan yang sering muncul adalah perihal moral, integritas dan komitmen untuk bekerja keras. Setelah diterima kerja, yang teramati dan sering muncul dengan sendirinya adalah perilaku disiplin, kemandirian, kerja sama tim, dan pendekatan menyelesaikan masalah. 

Hal-hal yang positif dari rekrutan baru adalah disiplin bekerja, berinisiatif dan tanggap menyelesaikan tugas, bisa dipercaya, suka membantu (dan beramal) dan menyenangkan tim. Orang-orang seperti ini yang kariernya akan sukses, dapat diberi amanah dan membawa kemajuan kepada organisasi. 

Sebaliknya banyak hal negatif terhadap perjalanan rekrutan baru ini, misalnya indisipliner, malas belajar, suka mengeluh dan menyalahkan, suka minta lemburan, berpikir uang melulu, dan berpikiran negatif. Perilaku seperti ini sangat tidak menyenangkan bagi orang lain dan organisasi, sulit untuk bekerja secara tim. Orang seperti ini biasanya tidak bekerja optimal, lamban, individual, kariernya tidak maju, pangkatnya tidak naik-naik, dan menjadi beban organisasi. 

Pengalaman itu kiranya dapat menjadi gambaran para pencari kerja atau lulusan baru. Lulusan baru harus berpikir jangka panjang terhadap setiap langkah yang akan dipilih. Sejak awal ia harus melihat dan merencanakan kehidupannya ke depan melalui pekerjaan yang dipilih. Bekerja adalah memberi manfaat untuk banyak orang dan investasi sosial jangka panjang. Kalau niatan bekerja untuk diri sendiri, maka pikiran itu perlu dibuang jauh-jauh, kecuali ingin menyulitkan diri sendiri. Bila bekerja untuk diri sendiri, maka ia hanya menjadi beban organisasi, merugi atau tidak memberi manfaat.

Banyak hal sebenarnya sudah ada pada diri lulusan baru. Potensi terbangun semasa aktif kuliah. Potensi itu harus dioptimalkan. Potensi itu, secara sadar atau tidak, menggiring kepada pilihan-pilihan pekerjaan. Potensi itu antara lain:

  1. Kemampuan berkomunikasi atau berbahasa asing. Seorang mahasiswa yang senang atau dekat-dekat dengan budaya lain, menunjukkan pikiran dan sikap yang terbuka dan maju. Terlebih hal itu diekspresikan dengan baik, misalnya kemampuan bahasa Inggris, atau bahasa asing lain; dan dibarengi dengan gaya komunikasi yang ramah dan jujur. Tidak banyak mahasiswa yang seperti ini. Potensi ini menjadi kebutuhan dunia kerja, atau memenuhi syarat untuk studi lanjut dan peluang lainnya. Orang-orang seperti ini biasanya lolos saja ketika harus bersaing.
  2. Menguasai IT. Seorang sarjana baru sudah seharusnya menguasai IT dan mengenali dunia IT. Menguasai aplikasi excell, blog, software audio video, atau program spesifik, merupakan kemampuan menguasai metode atau aplikasi praktis. Dalam proses seleksi kerja, hal ini sering menjadi uji keterampilan. Mungkin juga pelamar ditanya: “Anda punya blog?”
  3. Menguasai geografi dan sejarah. Wawasan seseorang dapat diukur melalui pengetahuan sejarah atau geografi. Hal-hal sepele terkadang membuat malu, misalnya seseorang tidak tahu ibu kota provinsi Sulawesi Tengah, tidak mengenal Pangeran Diponegoro, tidak tahu posisi Selat Sunda. Jangan sampai hal ini terjadi. Mahasiswa atau lulusan harus memiliki wawasan luas perihal ini.
  4. Kebiasaan membaca. Seseorang perlu dibiasakan membaca sehari sedikitnya 3 jam sehari untuk membaca. Jangan kaget, kalau saat seleksi wawancara, lulusan baru diberi pertanyaan: “Buku apa yang saudara baca dalam seminggu terakhir”. Tidak cukup itu, pelamar juga diminta menjelaskan isi bacaan. Maka sungguh beruntung kalau seseorang suka membaca buku atau mengaji kitab, yang materinya berkaitan dengan kehidupan sosial, leadership, atau isu global. Pewawancara pasti akan terkagum-kagum dan ‘takluk’ menghadapi pelamar baru ini.
  5. Kemampuan menulis. Seseorang yang punya kemampuan menulis memiliki kelebihan dalam mengekspresikan sesuatu. Menulis bukan hanya dibutuhkan dunia jurnalistik, tetapi siapa saja. Organisasi memerlukan SDM untuk mendokumentasikan seluruh proses dan manajemen dalam kerangka membangun mutu. Kemampuan menulis mengindikasikan hasrat melayani dan memuaskan pembaca, mengantarkan karier lebih sukses.
  6. Pengalaman atau memiliki keterampilan berbisnis. Sungguh beruntung sejak mahasiswa bisa melakukan usaha bisnis yang mungkin masih kecil-kecilan. Potensi ini menunjukkan pemahaman seseorang perihal perilaku konsumen, potensi pasar, dan komunikasi. Berbisnis atau berdagang dihubungkan dengan kemampuan bersaing, menghadapi tantangan dan bertahan. Karakter ini menjadi nilai lebih seseorang.
  7. Kebiasaan bersilaturahim. Silaturahim memberi manfaat sosial yang luar biasa, saling mengenal, memahami dan membantu. Seseorang yang silaturahimnya baik, mudah berkesempatan memperoleh amanah. Ini juga menjadi modal lahirnya kepemimpinan seseorang. Mahasiswa yang silaturahimnya baik, akan dikenali dosen dan warga kampus; dan berpeluang maju dan berprestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun