Melakukan perjalanan ke Thailand senantiasa dihubungkan dengan wisata kuliner. Informasi tentang hal ini sudah umum. Kuliner Thailand umumnya cocok dengan lidah Indonesia dengan ciri-ciri kaya bumbu atau rempah-rempah, bersantan (gulai), goreng, panggang, pedas, asin, atau manis. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain kemiripan dua negara itu dalam hal ekologi (sama-sama vegetasi tropis), bergunung, berpantai, antropologi, atau potensi biofarma. Itu semua membentuk budaya dan perilaku manusianya (merespon ekologi). Yang tampak kasat mata adalah kuliner Thailand mirip dengan masakan Padang dalam hal penyajiannya.Kedekatan ciri kuliner lainnya adalah soal harga. Harga makanan (dalam jenis, jumlah dan kualitas yang hampir sama) Thailand dalam beberapa hal dianggap lebih murah dibanding di Indonesia.
[caption id="" align="aligncenter" width="189" caption="http://www.kb.nl/"][/caption]
Perjalanan penulis bersama rombongan 10 orang, adalah dalam rangka mengikuti pertemuan (ijtima) yang dihadiri jamaah tabligh seluruh dunia, yang diselenggarakan di distrik Khlong Luang, Pathum Thani, pada tanggal 17 hingga 20 Januari 2014. Lokasi ini berjarak 70 km ke arah utara kota Bangkok. Ada sekitar 32 ribu jamaah yang hadir, 2500 orang diantaranya adalah jamaah asing.
Untuk menemukan kuliner khas Thailand, tentu kami tidak perlu mencari jauh-jauh. Kami sudah merasakannya dari menu makan yang disediakan oleh panitia ijtima. Makanan disajikan dalam nampan berdiameter 50 cm, dimana di tengahnya nasi dan disiram dengan sayur dan lauk, disajikan hangat atau panas. Penulis menikmati antara lain sayur santan labu plus ayam, sayur tomat kentang plus ayam, dan santan daging. Yang menyolok, menu Thailand penuh dengan bumbu-bumbu, sehingga bau dan rasanya sangat tajam. Di atas nasi, biasa terlihat daun sere, cabai, laos, sayur atau lauk dipotong dalam ukuran besar. Satu nampan untuk empat orang, dengan ukuran porsi berlebih. Suasana makan “kembul” ini meningkatkan semangat dan hasrat nafsu makan, selain bermanfaat untuk silaturahim (1).
[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="Makan Kembul (koleksi pribadi)"][/caption] Tapi penulis juga mencoba menu-menu yang lain. Semuanya tersaji di pasar kaget yang muncul di sekitar lokasi ijtima. Di luar momentum ijtima, lokasi ini sangat sepi. Warung-warung tenda menyajikan aneka masakan antara lain martabak, tom yam, sup, bakso, ayam panggang, sosis, nasi kabuli ayam, atau aneka sambel goreng dan tumis. Makanan tersebut tentu saja memenuhi syarat halal, ditandai stiker halal di etalase warung-warung tenda. Ragam minuman dingin atau panas juga tersedia, misalnya teh susu, teh, kopi, atau sari buah kemasan. Buah-buahan antara lain nanas, pisang, jeruk, jambu air, durian dan mangga. Tentu saja penulis tidak mencoba semuanya.
Terutama pada malam hari, suasana pasar dan warung-warung itu sangat ramai. Hampir di semua warung makan ditemukan antrian panjang. Nampaknya, hasrat berbelanja para jamaah pendatang sangat tinggi. Warung menjadi media silaturahim sambil memanjakan selera. Kebetulan iklim di sekitar Pathum Thani sangat nyaman, cerah dan cenderung dingin, sehingga nyaman bercengkarama. Penampilan para jamaah yang memenuhi antrian ini sangat menyolok, umumnya menggunakan pakaian muslim gamis, baju taqwa atau bersarung. Momentum pasar kaget selama ijtima ini agaknya dimanfaatkan sebagai hiburan oleh warga lainnya. Adanya anak-anak dan ibu-ibu, menandakan mereka adalah warga setempat. Karena memang tidak ada jamaah wanita di dalam ijtima ini. Warga setempat menggunakan bahasa Thai sebagaimana yang penulis sering dengar di area Ijtima. Perilaku dan cara berkomunikasi mereka, bila bukan karena alasan bahasa, hampir mirip seperti penduduk Indonesia.
[caption id="" align="aligncenter" width="458" caption="Koleksi pribadi"]
[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="koleksi pribadi"]
Jenis makanan goreng lebih banyak memenuhi selera. Masih jenis ayam, perlu dicoba ayam goreng. Ayam ini umumnya diberi bumbu warna merah. Penulis sempat melihat ayam mentah berbumbu merah ini dalam kemasan plastik kapasitas 50 liter. Penulis menduga ini adalah produk masal pabrik, bukan hasil racikan sendiri oleh penjual. Selama pengamatan di sekitar area ijtima ini, penulis menemui produk-produk olahan pangan yang berstandar tinggi. Harus diakui posisi agribisnis Thailand beberapa langkah lebih maju dibanding negara kita. Dari kemasan tersebut, ayam bumbu merah sudah terstandarisasi dalam hal ukuran maupun bentuknya, sama seperti ayam bumbu kuning yang untuk dipanggang. Ayam tinggal digoreng di wajan panas sesuai selera. Bagaimana rasanya? Tentu saja sangat nikmat, gurih, renyah dipermukaan, dan lembut dagingnya.
[caption id="" align="aligncenter" width="626" caption="koleksi pribadi"]
Gorengan untuk camilan banyak dijual adalah sate sosis, atau sejenis bakso (daging tepung olahan). Sosis ini kemudian digoreng hingga matang dan siap disajikan dengan saus atau sambal. Kualitas daging olahan dan bumbu menentukan rasa dan kesedapan makanan yang juga populer di Indonesia. Penulis juga menemukan jajanan yang disukai anak-anak, yakni sejenis cilok, atau bakso mini. Bedanya, makanan tersebut berwarna sangat lembut (tidak menyolok), menandakan proses pengolahan yang alami.
[caption id="" align="aligncenter" width="588" caption="koleksi pribadi"]
[caption id="" align="aligncenter" width="590" caption="koleksi pribadi"]
Rombongan kami sempat berencana mengungungi Thalathai market, yang terletak hanya 3 km dari area ijtima. Tapi rencana ini batal karena keterbatasan waktu. Thalathai market adalah pasar agribisnis yang mempertemukan produsen dan konsumen (termasuk eksportir) dalam transaksi produk-produk agribisnis, antara lain sayur, buah, komoditi pangan, komoditi perkebunan, daging, serangga, satwa, dan berbagai produk olahan dan penunjangnya.
[caption id="" align="aligncenter" width="273" caption="koleksi pribadi"]
- Bertemu saudara muslim di Thailand: (1) Meningkatkan iman dan taqwa
- Bertemu saudara muslim di Thailand: (2) Makan kembul dan silaturahim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H