Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketika Kematian Datang, Siapa Bisa Menolak

13 Juli 2016   08:28 Diperbarui: 13 Juli 2016   10:02 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (https://cdn.ar.com)

Usia makin bertambah.  Pengalaman hidup juga bertambah, terkadang suka, juga acapkali berduka.  Pengalaman hidup menambah kematangan dan kearifan dalam berpikir, bersikap dan berperilaku.  Makin matang memaknai silaturahim, harmoni, kepedulian, kesehatan, dan kematian.  Manusia yang memikirkan kematian adalah sebaik-baik manusia, manusia yang cerdas.

Setiap kematian tidak tahu kapan datangnya.  Ada pendapat bijak.  Kematian itu memberi tanda.  Tanda-tanda itu akan datang kepada seseorang, yakni rambut yang mulai memutih, tubuh mulai melemah, dan badan mulai membungkuk.  Kematian bisa jadi hari ini, esok, atau esoknya lagi. Kematian menjemput mungkin kepada anak muda, ke orang tua, atau giliran anak-anak, ke laki-laki, atau perempuan.  

Kehidupan dan kematian adalah milik sang Khalik.  Dialah yang berkehendak dan berhak atas makhluknya, kapan waktu dan bagaimanapun keadaannya.  Kemarin, seseorang sehat-sehat saja, tiba-tiba mendengar kabar ia meninggal dunia hari ini.  Kemarin masih bersilaturahim, tiba-tiba malam hari mengeluh sakit dan tidak tertolong lagi.

Tanda itu makin lama, makin dekat, terus semakin dekat, hingga kepada orang paling dekat, keluarga jauh, keluarga dekat, hingga akhirnya kematian itu datang sendiri menjemput seseorang.  Dahulu sekali ada orang mati dari desa sebelah.  Kemudian ada tetangga jauh yang mati.  Kemudian orangtua kawan meninggal.  Kemudian teman lama saat bermain di masa kecil meninggal.  Kemudian ada teman kuliah juga meninggal.  Kematian pada akhir datang mendekat ke keluarga, hingga akhirnya menjemput ke diri sendiri.

Dalam suasana bulan syawal, dalam dua hari terakhir, saya kehilangan dua orang.  Dua-duanya teman yang baik.  Teman yang pernah sama-sama berjuang menapak kehidupan dalam jalannya masing-masing, untuk mencari keridhaan sang Khalik. Dua-duanya mendapatkan kematangan hidup, sangat menyukai silaturahim dan kehidupan sosial.

Satu orang berusia 50 tahun, masih muda. Lebih dari 25 tahun yang lalu ia belajar di salah satu pondok pesantren tua di Malang.  Ia ingin menunjukkan baktinya kepada orang tuanya, dengan sungguh-sungguh belajar mengaji.  Belajar mengaji dalam suasana sederhana dan keprihatinan.  Padahal sesungguhnya orangtuanya bisa saja menyuruhnya ke sekolah yang mentereng atau sekolah ke luar negeri.

Lama tidak ada kabar, ia berkiprah menjalankan usaha bisnis konstruksi.  Kehidupannya alhamdulillah berhasil, dalam keluarga maupun sosial.  Dalam sepuluh tahun terakhir kami dan teman-teman lain saling bersilaturahim.  Kami menyebutnya sebagai abah, karena kematangan dan kearifan hidup yang terpancar dari wajahnya. Ia pantas menjadi abah, sekalipun usianya masih muda.  Ada keinginan dalam hati saya untuk belajar mengaji kepadanya.  Allah memberi cobaan dalam kesehatan hingga ia meninggal.

Satu orang lagi berusia 66 tahun. Ia seorang yang sangat senior, dan mengabdi sebagai PNS pendidik di salah satu kementerian.  Dedikasinya sangat luar biasa dalam menekuni profesi sebegai pendidik.  Bahkan masih diberi amanah pekerjaan meski sudah pensiun.

Kami bersama-sama saat pergi haji.  Beliau orangnya rendah hati, lembut dan ramah, serta menghargai kepada siapapun.  Beliau lebih suka mendengar dan berbicara seperlunya.  Namun apa yang disampaikan bermakna mendalam, menampakkan kepasrahan dan ketawadukan. Saat berhaji, beliau sabar menjalankan jumrah, thawaf dan sai, meski secara fisik beliau sepuh.  Beliau menunjukkan sikap bersiap diri menghadap Allah.  Kami menjadikan beliau sebagai panutan dan sering meminta nasehat. Sama dengan teman yang pertama,  Allah pun memberi cobaan dalam kesehatan hingga ia meninggal.

Saya mengingatkan diri sendiri, untuk makin arif melihat antara kepentingan duniawi dan rohani.  Dunia itu penting, tapi tidak sepenting kehidupan setelah mati.  Setiap yang bernyawa akan mati.  Kematian akan datang pada saatnya.  Buku ujian kehidupan akan ditutup.  Buku itu menunjukkan catatan amal manusia.  

Allah yang maha perkasa dan pengampun. Ya Allah, jadikan kami dan saudara-saudara kami semuanya dalam keadaan mati khusnul khotimah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun