Saya sering buka-buka google scholar. Ketika membuka nama Paul A Samuelson (profesor ekonomi dari MIT), maka muncul jumlah sitasi 139604, h-index 121, dan i10-index 565. Â Demikian juga ketika menemukan nama Glen Cowan (profesor Fisika, University of London), akan muncul sitasi 342139, h-index 215, dan i10-index 1712.Â
Orang Indonesia juga bisa tampil, lihat nama Suharyo Sumowidagdo (peneliti LIPI) dengan total sitasi 111907, h-index 151, dan i10-index 493.  Juga, lihat Kurniatun Hairiyah (dosen UB Malang), menunjukkan sitasi 5050, h-index 25 dan i10-index  85.  Prof.  Azyumardi Azra (UIN Jakarta) juga punya sitasi luar biasa, dengan sitasi 12332, h-index 47, dan i10-index 98.
Kinerja sitasi adalah bukti pengakuan terhadap karya ilmiah dan penulisnya. Â Semakin banyak sitasi, maka karya tersebut dan penulisnya banyak dijadikan rujukan dalam karya akademik atau tulisan lain, dan menunjukkan kompetensi, kualifikasi dan kualitas penulisnya. Â Dalam jangka yang panjang, kinerja sitasi seseorang menunjukkan trak record, kualitas, konsistensi, dan kegigihan mendalami keilmuan, sekaligus kemampuan berjejaring atau berkomunikasi akademik dengan kolega. Â Â
Mereka dengan kinerja sitasi tinggi adalah orang-orang yang berkualitas, dan berprestasi di bidangnya.  Bukti sitasi menempatkan mereka menjadi rujukan profesional atau akademik.  Penghargaan terhadap sitasi juga makin diakui.  Penulisnya diundang sebagai pembicara, pendapatnya dijadikan referensi, ide-idenya juga diakui dalam kebijakan pemerintah atau inovasi teknologi dan industri.  Dan mereka secara khusus juga diberi penghargaan oleh pemerintah sebagai peneliti atau penulis yang berprestasi.
Kata atau istilah sitasi atau h-index, baik itu dari googescholar, Scopus, research gate, atau pengindeks lain, telah menjadi ukuran kualitas akademik umum. Â Sedikit-sedikit selalu mengukur sitasi terhadap kinerja seseorang. Â Mau naik jabatan akademik atau mengusulkan proposal penelitian, reviewer pasti melihat sitasi. Â Karena dari situ, reviewer dapat melihat track record, kualitas, konsistensi dan kegigihan pengusul. Â Sitasi (h-index Scopus) sudah diadopsi oleh Simlitabmas Kementerian Riset sebagai kriteria hibah penelitian.Â
Dalam konteks lain, seorang mahasiswa diberi tugas oleh dosen untuk membaca suatu karya ilmiah. Â Dari sana, mahasiswa menemukan pengetahuan dan metode baru, dan kemudian mahasiswa menggunakannya sebagai referensi untuk tugas akhirnya. Â Singkat cerita mahasiswa kemudian lulus. Â Contoh cerita ini menunjukkan sitasi telah menjadi aliran amal, menjadikan mahasiswa menyelesaikan tugasnya. Â Ini juga menjadikan tambahan sitasi bagi penulis karya ilmiah.Â
Aliran amal akan menyebar atau mengalir seiring dengan tambahan sitasi. Â Betapa banyak hasil atau manfaat dari sitasi itu. Seorang mahasiswa menjadi lulus; penerbit atau buku menjadi laris terjual; toko buku offline/online meningkat penjualannya; publikasi makin banyak; dosen meningkat kariernya; temuan ilmiah/inovasi lahir makin banyak; sumberdaya riset berkembang; Universitas/lembaga riset makin maju; .. ini akan meningkatkan kesejahteraan peneliti dan banyak orang. Â Luar biasa manfaat sitasi itu. Â Ini pastinya menghasilkan nilai ekonomi yang luar biasa.
Karenanya, penghargaan terhadap sitasi adalah hal yang sangat positif. Â Dosen atau peneliti harus bekerja keras dan cerdas menunjukkan mutu kinerjanya. Â Publikasi harus berkualitas, menunjukan kebaruan atau keunikan, atau kedalaman agar publikasinya dihargai dan disitasi banyak orang. Â
Publikasi atau riset yang bermutu juga didasari oleh sitasi yang bermutu, dimana penulis menemukan referensi yang baru dari sisi konsep, metode, temuan atau fenomena. Â Penulis kemudian menyusun argumentasi atau narasi artikelnya berdasarkan sitasi yang bermutu. Â Mencari referensi yang bermutu saat ini mudah didapat. Â Perpustakaan Mendeley akan membantu dan mempermudah sitasi.
Malang, 30 Oktober 2020