Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membaca dan Menulis, ... Melatih Kesabaran

9 September 2014   03:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:15 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="406" caption="sumber: www.unesco.org"][/caption] Tanggal 8 September 2014, merupakan hari aksara internasional (International Literacy Day).  Puncak acara dilaksanakan di Dhaka, melalui konferensi internasional  “Girls’ and women’s literacy and education: Foundations for sustainable development and the awarding of UNESCO Literacy Prizes”.  Forum ini adalah kerjasama antara pemerintah Bangladesh dengan UNESCO, didukung oleh PBB (UN Secretary General’s Global Education First Initiative, GEFI).  Tema yang diusung tidak jauh-jauh dari implementasi pembangunan berkelanjutan.  Hal ini pernah dinyatakan oleh sekjen PBB, Kofi Annan:  “Baca tulis adalah alat praktis pemberdayaan tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan”.   Tema itu, tentu saja teramat luas dimensinya, meski relevansinya sangat kuat dan kokoh, dan berlaku sepanjang masa.  Dalam konsep pembangunan, peran baca tulis pasti sangat signifikan menjadikan seluruh manusia menjadi melek dan terdidik ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mendukung pembangunan dan peradaban.

Pentingnya baca baca tulis bagi pembangunan dan kehidupan, termaktub dalam pernyataan berikut (lihat website unesco berikut).  Literacy is a human right, a tool of personal empowerment and a means for social and human development. Educational opportunities depend on literacy.  Literacy is at the heart of basic education for all, and essential for eradicating poverty, reducing child mortality, curbing population growth, achieving gender equality and ensuring sustainable development, peace and democracy. There are good reasons why literacy is at the core of Education for All (EFA).  A good quality basic education equips pupils with literacy skills for life and further learning; literate parents are more likely to send their children to school; literate people are better able to access continuing educational opportunities; and literate societies are better geared to meet pressing development.

Saat ini ada sebanyak 781 juta orang dewasa di seluruh dunia tidak dapat membaca, menulis dan berhitung; dimana dua pertiganya adalah wanita.  Sementara ada sekitar 250 juta anak-anak tidak dapat membaca kalimat, sekalipun mereka telah bersekolah selama empat tahun (baca sambutan Irina Bokova, dirjen UNESCO).

Penulis mencoba memberi makna hari aksara dalam lingkup yang kecil dan mungkin tidak terlalu relevan dengan tema di atas.  Penulis melihat bahwa membaca dan menulis bermanfaat untuk melatih kesabaran.  Kok kesabaran?  Benar, satu kata yakni kesabaran.  Pembaca pasti penasaran,.. kalau pembaca membaca tulisan ini pasti teruji kesabarannya, setidaknya mau diam sejenak, menelaah makna, menemukan hal baru, dan berpikir sesuatu.

Membaca atau menulis membuat pikiran akan fokus terhadap apa yang dibaca.  Semakin menghayati tulisan, maka pikiran akan terbawa kepada pemahaman dan penguasaan pengetahuan tertentu.  Bukan tidak mungkin pembaca menemukan sesuatu yang dicari, mengungkap kebenaran, memperoleh ketenangan, menemukan kenyamanan, merasa puas, melahirkan rasa syukur, atau meningkatkan keimanan.  Pada gilirannya, dengan banyak membaca, menimbulkan sikap yang tenang, tidak mudah panik atau terkejut, tidak mudah berkomentar, berhati-hati, dan cermat dalam melangkah dan mengambil keputusan.  Setiap menemukan sesuatu (isyu atau masalah) dalam kehidupan atau bekerja, ia akan senantiasa mengklarifikasi, mencari fakta, melakukan analisis (atau membuka buku) untuk mengambil langkah nyata.

Ketika seseorang menulis, ia tidak sembarangan mengungkapkan kata atau kalimat.  Penulis akan senantiasa dituntun dengan sistematika dalam penuturan dan content tulisan.  Menuturkan tulisan membutuhkan kesabaran dari penulis untuk memahami kebutuhan pembaca.  Penuturan setiap kata atau kalimat disampaikan agar dapat dipahami oleh pembacanya dengan nyaman.  Demikian juga menuliskan content, penulis harus mengikuti kaidah tahapan sehingga isi atau content dapat secara lengkap, utuh dan mudah terserap dan dipahami oleh pembaca.

Pada dasarnya dengan ,membaca dan menulis, seseorang sedang menekan ego, keinginan, dan emosinya, agar supaya ia dapat bersikap obyektif mengenal dan memahami sesuatu dan memberi nilai manfaat bagi kehidupan.  Ia menyadari bahwa ego dapat menuntun kepada kehilafan, kesalahan dan kebodohan.  Ego sering membawa kepada nafsu, atau hasrat yang tidak perlu.  Banyak perilaku yang tidak bermanfaat atau tidak berguna karena ego atau nafsu.  Sikap seperti itu menjauhkan dari serapan ilmu dan pengetahuan.

Di jaman khalifah Harun Al Rashid, ada seorang memiliki keahlian memasukkan jarum ke lubang jarum lainnya.  Keahlian itu di tampilkan dihadapan khalifah.  Oleh Harun Al Rashid, keahlian itu diganjar hadiah uang dinar dan hukum cambuk.  Uang dinar diberikan untuk ketrampilan yang unik tersebut, sementara hukum cambuk diberikan atas ketrampilan yang tidak memberi manfaat sama sekali.

Coba pembaca renungkan, betapa banyak perilaku yang tidak bermanfaat dalam kehidupan ini.  Banyak bicara, ngobrol tanpa arah, ghibah, nongkrong hanya untuk kepuasan semata.  Menggunakan handphone dan gadget hanya untuk komunikasi tanpa arah, game, atau bermain.  Menggunakan media sosial hanya untuk show, performance, menyampaikan keluhan, menyebar berita yang belum terkonfirmasi, atau untuk kepuasan diri.

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="www.thebookchook.com"][/caption] Mari kita saling mengingatkan dengan mengajak siapa saja untuk banyak membaca dan menulis. Kita memulainya dengan duduk tenang, diam, dan mengambil buku atau bacaan lain.  Kita dapat memilih masuk ke perpustakaan, ke majelis ilmu, mendengar nasehat ilmu atau agama;  atau membentuk kelompok kajian tertentu, mendiskusikan dan menelaah masalah; yang diakhiri dengan membuat naskah atau tulisan tertentu.  Hal itu perlu dilatih dan dipraktekkan terus menerus.  Kaji lancar karena diulang, itulah kata pepatah Minang. Membaca dan menulis memiliki kekuatan yang teramat dahsyat, dapat merubah kehidupan dan membangun peradaban.

Membaca dan menulis melatih kesabaran sekaligus mencegah perilaku atau hal-hal yang tidak perlu, atau tidak bermanfaat.   Sebaik-baik hobi adalah membaca dan menulis.  Jangan memilih hobi yang hanya menyenangkan diri sendiri, memuaskan diri sendiri, hanya untuk memenuhi ego, keinginan dan nafsu belaka.

Lembah Panderman, 8 Sept 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun