Hubungan antara Indonesia dan Australia mungkin lebih kompleks dari sekadar pergerakan lempeng tektonik saat ini. Jika fenomena ROMP diakui, ada kemungkinan bahwa beberapa wilayah di Indonesia masih menyimpan jejak geologis dari hubungan masa lalu antara Asia dan Australia, terutama sebelum proses subduksi dan pergerakan lempeng memisahkan daratan-daratan ini secara lebih jelas. Hal ini menantang pemahaman tradisional bahwa Indonesia hanya merupakan wilayah transisi antara Asia dan Australia, dan membuka kemungkinan bahwa Indonesia juga merupakan bagian dari struktur benua yang lebih besar di masa lalu.
Pemahaman Baru tentang Eropa dan Asia: Mengapa Tidak Ada ROMP?
Teori ROMP juga memperluas pemahaman tentang mengapa Eropa dan Asia tetap utuh sebagai satu massa benua, meskipun ada perbedaan geografis dan budaya yang sangat besar. Asia dan Eropa biasanya dianggap sebagai dua benua yang terpisah, dipisahkan oleh Pegunungan Ural dan Kaukasus. Namun, pemisahan ini tidak didorong oleh peristiwa tektonik yang signifikan, melainkan oleh perbedaan politik dan sejarah. Tidak seperti Amerika Utara dan Eurasia, Eropa dan Asia tidak memiliki plateau samudra yang terpisah, sehingga daratan ini tetap utuh.
Tidak adanya ROMP di antara Eropa dan Asia sangat penting dalam memahami mengapa mereka masih dianggap sebagai satu massa benua. Tanpa rift tektonik utama, seperti yang ditemukan antara Amerika Utara dan Eurasia, tidak ada batas geologis signifikan yang memisahkan keduanya. Akibatnya, banyak ilmuwan yang melihat Eropa dan Asia sebagai bagian dari satu daratan besar, yaitu Eurasia, meskipun dari sudut pandang budaya dan sejarah mereka sering dianggap sebagai dua benua terpisah.
Implikasi Geologi: Apakah Peta Dunia Akan Berubah?
Penemuan ROMP dan gagasan bahwa Amerika Utara dan Eurasia masih terhubung menantang pemahaman kita tentang tektonik lempeng. Penelitian ini juga memunculkan keraguan terhadap konsep tradisional tentang tujuh benua. Jika Eropa dan Amerika Utara masih secara fisik terhubung, dan jika Asia dan Eropa adalah bagian dari satu daratan besar, maka struktur geologis Bumi mungkin hanya terdiri dari enam benua.
Gagasan ini memiliki implikasi besar bagi studi tentang sistem dinamis Bumi. Konsep benua sebagai daratan yang stabil dan terpisah semakin ditantang oleh penemuan seperti ROMP, yang menunjukkan bahwa proses rifting dan pergerakan lempeng masih terus berlangsung. Penelitian ini juga dapat membantu ahli geologi memahami pergerakan benua di masa depan dan memprediksi bagaimana geografi Bumi akan berkembang selama jutaan tahun mendatang.
Benua yang Terbenam dan Penemuan di Masa Depan
Tim Dr. Phethean telah menemukan fragmen kerak benua kuno yang terbenam di bawah Samudra Atlantik. Penemuan ini semakin memperumit narasi tradisional tentang pemisahan benua. Mikro-benua yang tersembunyi, seperti yang ditemukan di antara Kanada dan Greenland oleh Phethean, menawarkan petunjuk tentang bagaimana proses rifting membentuk dunia kita dari waktu ke waktu. Daratan ini, meskipun kecil, membantu ahli geologi memahami bagaimana benua-benua terpisah dan saling berhubungan kembali, memberikan wawasan berharga tentang masa depan geologis Bumi.
Kesimpulan: Peta Dunia yang Baru?
Temuan Dr. Phethean dan timnya mengajak kita untuk memikirkan kembali pemahaman kita tentang benua di Bumi. Meskipun model tujuh benua tradisional telah menjadi kerangka acuan yang berguna, penelitian baru menunjukkan bahwa Bumi mungkin hanya memiliki enam benua, dengan Eropa dan Amerika Utara yang masih terhubung, serta Eropa dan Asia yang tetap eksis sebagai satu daratan besar. Penemuan Rifted Oceanic Magmatic Plateau (ROMP) semakin menantang gagasan tentang benua yang terpisah dan menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana proses tektonik Bumi beroperasi.