Pendahuluan
Isu kemungkinan invasi China ke Taiwan pada tahun 2027 semakin mengemuka, terutama setelah pernyataan terbaru dari Laksamana Lisa Franchetti, Kepala Operasi Angkatan Laut AS. Dalam sebuah pidato di Naval War College, ia mengungkapkan rencana tujuh langkah untuk mempersiapkan Angkatan Laut AS menghadapi potensi konflik dengan China.
Analisis Strategis AS
Laksamana Franchetti pada hari Rabu 18/9/2024 menegaskan bahwa Xi Jinping, pemimpin China, telah menetapkan 2027 sebagai target untuk mempersiapkan serangan terhadap Taiwan. Hal ini didasarkan pada penilaian intelijen AS yang menunjukkan bahwa China telah meningkatkan agresi terhadap Taiwan, terutama setelah pemilihan kembali Partai Progresif Demokratik di Taiwan.
Franchetti menggarisbawahi bahwa 80% kekuatan angkatan laut AS harus siap tempur pada tahun 2027, dengan penekanan pada pemeliharaan kapal dan hasil eksperimen pengembangan drone laut didalam perang Ukraina yang sesungguhnya dalam meneror armada Laut Hitam Rusia, yang selalu hasilnya segala macam kapal “canggih” Rusia tenggelam, termasuk pesawat jet tempur Rusia juga tenggelam di laut Hitam pada hari Senin 16/9/2024. Juga dari eksperimen perang nyata menggunakan FPV drone yang meluluh lantakkan bunker pusat penyimpanan berbagai rudal bertonase tinggi di Toropets.
Apakah berarti China produsen drone komersial terkenal dan terbesar di dunia dengan merknya DJI Mavic, tidak akan menggunakan kesempatan sampai 2027 untuk mengembangkan drone anti Hackers? Memang selama ini China belum mulai mengembangkan drone laut yang mampu menembak jatuh pesawat jet dari laut.
Pengertian kita tentang perang futuristik dan modern adalah pernag dengan menggunakan perangkat perang super canggih yang menggabungkan robotik, AI, GPS, aero dynamik, Cyber, Media, Bahan peledak kecil tapi efeknya besar, multiple frekuensi anti hack dan strategi dan taktik operator dan koordinator, artinya murni menitik beratkan pada strategi canggih yang bisa menggabungkan semuanya. Bandingkan dengan perang tembak tembakan menggunakan manusia dan senjata laras panjang otomatis.
Pada saat ini masih banyak tantangan dan hambatan dari para Jenderal ahli perang tradisional dan industri persenjataan tradisional yang ketakutan ilmu dan produk super mahalnya sudah jelas ketinggalan jaman, memerlukan banyak tentara hanya untuk melakukan gelombang harakiri sampai kehabisan personel perang dan harus mengadakan wajib militer yang akan menghapuskan generasi muda dari populasi. Seberapa mahal, besar dan mematikannya kapal perang nuklir akan hancur berkeping keping kalau sampai dihajar drone laut dan drone udara yang harganya sekitar $2000 saja.
Dalam konteks ini, Franchetti mengakui bahwa meskipun ada ancaman dari negara lain seperti Rusia dan Iran, fokus utama Angkatan Laut tetap pada China. Ia menjelaskan bahwa meningkatkan tingkat kesiapan untuk konflik dengan Republik Rakyat China adalah prioritas utama.
Persiapan Angkatan Laut AS
Rencana tujuh langkah yang diungkapkan mencakup:
Mempercepat pemeliharaan kapal perang dan kapal selam.
Meningkatkan pengembangan drone dan kapal tak berawak.
Memperkuat rekrutmen dan retensi personel.
Memperbaiki infrastruktur kritis seperti dermaga dan landasan.
Menilai kesiapan pusat komando setiap armada, dimulai dengan Armada Pasifik.
Menerapkan pelajaran dari konflik yang sedang berlangsung, seperti yang terjadi di Ukraina dan Yaman.
Meningkatkan kemampuan tempur secara keseluruhan untuk mendukung operasi gabungan.
Franchetti menekankan bahwa keberhasilan mencapai tujuan ini adalah tantangan besar dan memerlukan dedikasi serta kecepatan.
Taktik Baru Angkatan Laut dan Marinir AS
ASMAR: Taktik Perang Baru AS Terinspirasi dari Kapal Selam Kartel Narkoba. Salah satu inovasi menarik datang dari Korps Marinir AS, yang sedang mengembangkan kapal semi-submersible untuk mendukung misi pasokan di pulau-pulau strategis di Pasifik. Menggunakan konsep dari kapal penyelundup narkoba, kapal-kapal ini dirancang untuk menghindari deteksi sambil mengangkut pasokan penting. Pelatihan untuk pengoperasian kapal ini relatif mudah, menjadikannya pilihan menarik bagi operasi yang lebih tersebar di kawasan tersebut.
Dalam persiapan menghadapi kemungkinan perang dengan China, Korps Marinir Amerika Serikat (AS) mulai mengadopsi strategi yang tidak biasa: meniru taktik yang digunakan oleh kartel narkoba di Amerika Latin. Taktik ini berkembang pada awal 2000-an ketika kartel mulai membangun kapal semi-submersible untuk menyelundupkan narkoba ke AS. Kapal-kapal ini, yang sebagian besar berada di bawah permukaan air, dirancang untuk menghindari deteksi oleh petugas keamanan.
Kini, inspirasi tersebut diambil oleh Korps Marinir untuk misi penting mereka: menyuplai pos-pos pulau terpencil selama kemungkinan konflik dengan China, terutama di kawasan yang diperebutkan seperti Taiwan.
Inovasi Kapal Semi-Submersible
Laboratorium Perang Korps Marinir telah memulai uji coba kapal semi-submersible otonom berukuran 55 kaki, yang disebut Autonomous Low-Profile Vessel (ALPV), di lepas pantai California. Brigadir Jenderal Simon Doran mengakui, "Kebenarannya, ini hanya sebuah narco-boat. Kami mencuri ide dari teman-teman di selatan." Kapal ini dirancang untuk menempuh jarak ribuan mil, memungkinkan peluncuran dari Hawaii hingga jalur pulau pertama yang membentang antara Jepang dan Filipina.
Transformasi Korps Marinir ini bertujuan mengubah mereka menjadi kekuatan maritim yang lebih mobile dan berfokus pada penggunaan pulau-pulau sebagai basis serangan melawan kekuatan China.
Tantangan Operasional
Salah satu tantangan terbesar dalam penggunaan ALPV adalah keselamatan. Pengoperasi yang berada jauh di seberang dunia harus dapat merencanakan jalur kapal yang menghindari lalu lintas pelayaran yang padat. Doran menegaskan, "Kapal ini tidak boleh berkonflik dengan perdagangan dan hal-hal lain di luar sana."
Pengoperasian kapal ini dirancang sederhana, dan untuk percobaan awal, Marinir melatih seorang koki untuk mengendalikan kapal melalui satelit. Doran membandingkan sistem operasinya dengan aplikasi smartphone.
Antusiasme dan Masa Depan
Percobaan awal menunjukkan hasil yang menjanjikan, dan antusiasme di kalangan Marinir terus meningkat. "Mereka menginginkannya sejak kemarin," kata Doran mengenai kapal semi-submersible ini. Banyak kapal lain yang diandalkan untuk misi suplai pulau mengalami masalah pengembangan dan ketidakandalan.
Sementara itu, Korps Marinir juga sedang berkolaborasi dengan Angkatan Laut untuk mengembangkan kelas kapal pendaratan kecil yang tidak mencolok. Namun, pembangunan kapal ini tertunda dua tahun dan diharapkan baru akan selesai pada 2025.
ALPV tidak hanya direncanakan untuk menyuplai pos-pos pulau; kapal ini juga memiliki potensi untuk dipersenjatai. Pengujian menunjukkan kemungkinan untuk memasang dua misil Naval Strike seberat 800 pon, yang mampu menyerang target di darat maupun laut dari jarak hingga 100 mil.
Dengan setidaknya satu ALPV menuju Okinawa, Jepang, untuk pengujian lebih lanjut dalam kondisi yang lebih realistis, jika semua berjalan lancar, Korps Marinir mungkin akan mulai membeli kapal-kapal ini dalam jumlah besar dalam beberapa tahun ke depan.
Kesimpulan
Situasi di Taiwan tetap menjadi fokus utama dalam strategi pertahanan AS, dengan peningkatan kesiapan dan adaptasi taktik baru sebagai respons terhadap ancaman dari China. Meskipun Xi Jinping membantah adanya rencana invasi, penguatan militer China dan retorika yang meningkat menandakan bahwa ketegangan di kawasan ini tidak akan mereda dalam waktu dekat. Dengan rencana yang ambisius dan inovatif, Angkatan Laut dan Marinir AS bersiap menghadapi tantangan yang mungkin terjadi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H