Isu hak-hak perempuan menjadi fokus utama yang menarik perhatian pemilih perempuan, yang oleh Harris disebut sebagai pilar moral demokrasi. Di sisi lain, Trump, yang terjebak dalam konsumsi teori konspirasi setiap hari, tampak tidak mengerti bahwa pemilih perempuan lebih tertarik pada perlindungan hak-hak mereka dibandingkan retorika yang tidak rasional.Â
Dalam momen lain yang tak terlupakan, moderator memeriksa fakta lebih dari tiga kali terkait aborsi, teori konspirasi tentang makan anjing, dan pemilu curang, yang semuanya mempermalukan Trump. Ini jelas menunjukkan betapa teori konspirasi yang digembar-gemborkan Trump tak mampu bertahan dari pemeriksaan fakta sederhana.Â
Harris dengan tegas menyebut Trump sebagai peninggalan sejarah buruk Amerika, sebuah relik dari masa lalu yang ketinggalan zaman. Serangan Trump terhadap kelompok marginal, termasuk insiden "Central Park 5," menunjukkan bagaimana rasisme mendasar Trump terungkap secara terang-terangan.Â
Di akhir debat, Harris dengan percaya diri mengajak pemilih untuk membayangkan hadir dalam kampanye aneh dan pergi karena tidak tahan mendengar ocehan tidak rasional, inilah saatnya menimbang masa depan yang lebih baik, sedangkan Trump terjebak dalam nostalgia akan "kejayaan khayalan" masa lalunya yang berhasil merusak sosial ekonomi AS.
Diluar perdebatan ternyata ada partisipasi dari Taylor Swift yang mengatakan bahwa dia telah mendukung Kamala Harris karena kekhawatiran akan kekacauan demokrasi di bawah Trump dan juga menunjukkan foto cantiknya bersama kucing kesayangannya dalam usaha mengolok olok Cawapres JD Vance yang mengkampanyekan isu identitas Kekristenan yang keliru atau dipelesetkan bahwa wanita harus selalu berada dirumah membuat anak dan jangan menjadi "Childless Cat Lady", balum jutaan pecinta kucing menjadi musuh barunya Trump.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H