Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ambisi Xi Kuasai 9 Dash Line, Termasuk Laut Natuna

27 Agustus 2024   01:28 Diperbarui: 27 Agustus 2024   02:02 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ambisi Xi Jinping untuk Mencaplok Taiwan dengan Kekerasan pada Agustus 2027: Propaganda dan Realitas

Narasi bahwa "Taiwan adalah milik China" dan "China adalah milik Taiwan" merupakan propaganda lama yang kini semakin usang. Gagasan ini dulunya didorong oleh romantisme patriotisme dan ideologi politik yang ingin melihat penyatuan antara kedua wilayah tersebut. Namun, kenyataan saat ini jauh berbeda. Generasi muda di Taiwan, yang telah tumbuh dalam lingkungan yang demokratis dan sejahtera, tidak lagi tertarik pada utopia penyatuan dengan China, terutama jika itu harus dicapai dengan kekerasan atau penindasan.

Sebuah survei terbaru menunjukkan bahwa hanya sekitar 12% dari populasi Taiwan yang masih mendukung gagasan penyatuan dengan China, dan sebagian besar dari mereka adalah warga lanjut usia yang masih terpengaruh oleh nostalgia masa lalu. Sebaliknya, mayoritas generasi muda di Taiwan lebih memilih untuk menjaga status quo atau bahkan memperjuangkan kemerdekaan penuh dari China. Mereka menolak patriotisme palsu dan lebih mengutamakan pendekatan pragmatis dalam menjaga identitas nasional mereka.

Di sisi lain, propaganda China yang menekankan klaim historis atas Taiwan dan juga Laut China Selatan, termasuk wilayah Natuna milik Indonesia, masih terus disebarluaskan. Pemerintah China, di bawah kepemimpinan Xi Jinping, telah menggunakan konsep "Nine-Dash Line" untuk membenarkan klaim mereka atas wilayah-wilayah ini, meskipun klaim tersebut telah ditolak oleh pengadilan internasional. Dalam konteks ini, ambisi China untuk menguasai Taiwan bukan hanya soal nasionalisme, tetapi juga soal strategi geopolitik yang lebih luas untuk memperkuat pengaruh mereka di kawasan Asia-Pasifik.

Dukungan dari Negara Luar: Indonesia dalam Dilema

Indonesia, dalam berbagai pernyataan diplomatiknya, cenderung menunjukkan dukungan kepada China, meskipun harus menghadapi konsekuensi serius, seperti meningkatnya patroli oleh milisi nelayan dan Coast Guard China di perairan Natuna. Alasan utama di balik sikap ini adalah ketakutan terhadap potensi dampak investasi China di Indonesia. Banyak pihak yang melihat bahwa investasi-investasi ini sebenarnya dikendalikan oleh militer China, PLA, yang menggunakan perusahaan-perusahaan tersebut sebagai proxy atau alat untuk memperluas pengaruh strategis mereka di Indonesia. Bandingkan dengan perusahaan yang listing di New York Stock Exchange yang sahamnya dimiliki oleh kalangan internasional termasuk dari China dan Indonesia sendiri. Apakah berarti pemerintah Indonesia memiliki proxy di NYSE? Ini yang selalu dikaburkan oleh para pembuat teori konspirasi, bahwa semua perusahaan internasional yang listing di NYSE adalah proxy AS, dan proxy Indonesia juga mestinya? Padahal semuanya jelas salah dan menipu untuk meracuni otak orang awam. Bukan hanya meracuni, tetapi menimbulkan rasa kebencian, dengan tidak mengindahkan corporate governance atau corporate compliance untuk tidak korupsi atau berkolusi dengan pemerintah.

Namun, sikap ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan ekonomi dan lingkungan hidup di Indonesia. Investasi China sering kali fokus pada eksploitasi sumber daya alam Indonesia secara besar-besaran, yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengancam ketersediaan sumber daya bagi industri dalam negeri di masa depan. Pidato-pidato Prabowo Subianto, yang seringkali mengkritik kekuatan asing tanpa menyebut China secara spesifik, justru memperlihatkan adanya toleransi terhadap eksploitasi ini. Ironisnya, meskipun Prabowo berapi-api menentang Barat, ia seolah menutup mata terhadap praktik-praktik merusak yang dilakukan oleh investor-investor China.

Sebagai contoh, Freeport-McMoRan's, sebuah perusahaan tambang besar di Indonesia, meskipun 51% sahamnya dimiliki oleh Indonesia, tetap berkantor pusat di Arizona, AS. Dalam tahun fiskal terakhir, perusahaan ini mencatatkan keuntungan bersih sebesar $1.848 juta dari penjualan senilai $22.855 juta, dengan margin keuntungan operasi yang hanya sebesar 8,09%. Angka-angka ini menunjukkan bagaimana eksploitasi sumber daya Indonesia keuntungannya masih terbatas 8%an saja. Apakah keuntungan Indonesia 51% dari angka keuntungan yang kecil sekali 8%an dan pihak internasional 49% dari 8%an? Apakah berarti menguntungkan internasional termasuk pemilik saham pribadi orang indonesia sebesar 49% lebih besar daripada negara sendiri yang 51%? Apakah ini yang diprotes Prabowo dalam pidatonya?

Di tengah situasi ini, muncul pertanyaan kritis: apakah dukungan Indonesia terhadap ambisi China, termasuk dalam upaya mencaplok Taiwan dan menguasai Laut Natuna, adalah bagian dari strategi untuk mendapatkan keuntungan finansial dari eksploitasi tambang? Jika demikian, ini adalah pilihan yang sangat menyedihkan, dan kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: apakah kita rela mengorbankan kedaulatan dan masa depan bangsa demi keuntungan jangka pendek, yang kita semuanya tidak pernah merasakan enaknya dieksploitasi semua deposit tambangnya yang dikatakan oleh para pahlawan bahwa semuanya hanya diperuntukkan bagi kemakmuran bangsa sebesar besarnya? Seberapa besar buktinya, bahwa menteri Bahlil menjanjikan dan mengirimkan kepemilikan saham pada setiap warga negara sebesar selembar saham?

leipodcast/18k chinese troops in Ukraine
leipodcast/18k chinese troops in Ukraine

China dan Perannya dalam Konflik Global: Dari Ukraina hingga Taiwan

China, di bawah kepemimpinan Xi Jinping, tidak hanya berfokus pada ambisi teritorialnya di Asia, tetapi juga terlibat dalam konflik global yang lebih luas. Meskipun secara ekonomi China tampak menjaga jarak dengan Rusia, terutama dengan menolak menggunakan sistem perbankan SWIFT untuk menghindari sanksi internasional, langkah ini bukanlah bentuk penolakan terhadap agresi Rusia. Sebaliknya, keputusan tersebut lebih bertujuan untuk melindungi kepentingan perdagangan China dengan mitra-mitra besarnya seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Keputusan China untuk tidak terlibat langsung dalam sanksi perbankan terhadap Rusia bukanlah tanda solidaritas dengan Ukraina, melainkan langkah strategis untuk menghindari tindakan balasan dari Barat yang bisa merusak perekonomian China. Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, telah beberapa kali memperingatkan Beijing bahwa akses perbankan China dapat dibatasi jika mereka mendukung Rusia secara terbuka. Ini mendorong China untuk mengambil langkah-langkah yang lebih cerdik dan tidak terlalu terlihat, tetapi tetap berperan dalam mendukung Rusia.

Salah satu langkah ini adalah dukungan militer rahasia. Setelah serangkaian perundingan antara pejabat tinggi militer China dan Rusia di Moskow, diumumkan adanya kerja sama militer yang semakin erat antara kedua negara. Laporan-laporan menunjukkan bahwa China telah mengirim personil Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk membantu Rusia di medan perang Ukraina. Bukti-bukti foto dan laporan intelijen mengindikasikan adanya aktivitas militer China di wilayah tersebut, termasuk latihan baris-berbaris oleh tentara PLA yang tertangkap kamera selama kunjungan para pejabat militer China ke Rusia.

Langkah ini tidak hanya menunjukkan dukungan China terhadap Rusia dalam konflik Ukraina tetapi juga mencerminkan strategi jangka panjang China untuk membiasakan dunia internasional dengan ekspansi teritorial melalui kekuatan militer. Agenda ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2027, ketika China berencana untuk mencaplok Taiwan. Xi Jinping tampaknya berusaha untuk menormalisasi tindakan pencaplokan di mata dunia, sehingga ketika China bergerak untuk mengambil alih Taiwan, reaksi internasional mungkin tidak akan sekeras yang diharapkan.

Namun, meskipun ada kerja sama militer ini, tidak semua berjalan mulus di lapangan. Tentara PLA yang bertugas di Ukraina dilaporkan mengalami perlakuan diskriminatif dari pasukan Rusia. Selain itu, mereka juga menghadapi ancaman serius dari drone FPV Ukraina, yang telah menyebabkan banyak korban jiwa dan cedera di pihak China. Bagi Xi Jinping, para tentara ini adalah alat yang siap dikorbankan demi ambisi geopolitiknya. Mereka dilatih dan dikirim ke medan perang bukan hanya untuk mendukung Rusia, tetapi juga untuk menguji dan memperkuat kemampuan China dalam menjalankan operasi militer besar-besaran yang mungkin akan digunakan untuk menginvasi Taiwan di masa depan.

Dengan keterlibatan ini, China semakin menunjukkan peran agresifnya dalam geopolitik global. Dukungan militernya terhadap Rusia, meskipun dilakukan secara diam-diam, memperjelas niat Xi Jinping untuk mengubah tatanan dunia yang ada, merusak prinsip-prinsip kedaulatan yang dilindungi oleh PBB, dan mempersiapkan dunia untuk menerima ekspansi China ke Taiwan tanpa perlawanan berarti. Upaya ini juga memperlihatkan bagaimana China, meskipun sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak veto, bersedia merusak lembaga internasional tersebut demi memenuhi ambisi teritorialnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun