Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Karya Jurnasitik di Era Polarisasi, Ikut Penguasa V Demokrasi?

10 Juni 2024   01:33 Diperbarui: 13 Juni 2024   12:15 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: CNN.com

Sejak tadi malam 6/8/24, kita menyaksikan argumen sengit wartawan CNN lawan semua network tentang bagaimana cara melaporkan 4 sandera yang pulang dari penyanderaan di Gaza. Pertentangan ini dimulai dari cara pilihan kata yang keluar dari otak yang mungkin bias. Wartawan CNN Blackwell yang dibantu ahli Eurasia Ian Bremmer yang juga seorang keturunan lokal Siria-Armenia, akhirnya dikeroyok dalam semua liputan berita selain CNN. Salah ucapnya adalah: 

  • "Militer Israel menyelamatkan 4 sandera hidup-hidup dari Gaza"

  • "Dari operasi pembebasan pagi tadi di Gaza, sandera telah dilepaskan"

Jadi yang dipertentangkan adalah membebaskan sandera dengan perjuangan, atau versi lain para sandera telah dilepaskan. Mereka selain CNN menganggap Blackwell mereferensikan bahwa "Hamas" telah membebaskan dalam operasi militer itu.

"Militer Israel menyelamatkan 4 sandera hidup-hidup dari Gaza" vs "sandera Israel yang diselamatkan dalam operasi berani pagi hari di Gaza telah dibebaskan". Singkatnya, kita melihat ada unsur menyelamatkan vs dilepaskan, jadi mana yang lebih tepat?

Berita netral dimana pun selain CNN hanya mengatakan mereka telah diselamatkan. Untuk CNN yang sensitif tentang masalah korban perang yang terus berjatuhan dan menimbulkan rasa iba atau biased bahkan mereka memiliki audiens yang prihatin dan memihak jutaan warga Palestina yang menderita atau juga menjadi korban setelah beberapa dari mereka melakukan kejahatan atau teror terhadap pemukiman di dekat Gaza.

Mari kita sederhanakan, kelompok sensitif yang tidak senang melihat penderitaan manusia terus-menerus akan menjadi sensitif atau dengan mudah mendukung atau memihak pada serangan yang tidak pernah berakhir dengan korban nyata di layar. Sementara penyanderaan dan pembunuhan warga Israel di perbatasan Gaza sudah tidak lagi ditampilkan di layar. Seperti teori propaganda, jika setiap hari dibangun berita tentang korban yang sama, siang dan malam, maka hal itu akan melekat dan menjadi satu satunya kebenaran, yang menenggelamkan memori otak berita yang lama. Berbeda dengan jika terjadi genosida yang terjadi satu kali selama 10 menit, genosida tersebut akan berhenti dan masyarakat akan move-on. Jadi semua orang termasuk wartawan yang menerima informasi di memori otaknya akan terbangun  persepsi yang kuat. Rasa ikut bersalah telah membiarkan korban berjatuhan setiap hari menjadi menghantui mereka untuk menjadi condong pro Palestina, apapun konteksnya terhadap penderitaan para korban sandera Israel. Jadi, alih-alih hanya menyatakan 4 sandera berhasil diselamatkan, melainkan ditambah misi wartawan yang pro Palestina memberitakan sandera telah dilepaskan.

Kantor berita terakhir ini banyak menghadapi tantangan serius dalam melaporkan berita yang menarik bagi audiens yang berafiliasi dengan ragam team. Hal ini menjadi sangat sulit dalam lanskap yang terpolarisasi saat ini, di mana berbagai faksi seperti kelompok sekuler moderat, sayap kiri, dan sayap kanan dengan masing masing biased nya sendiri sendiri dan menuntut narasi berita yang disesuaikan.

rtl.com: Rumah Sakit Al Syifa Kini
rtl.com: Rumah Sakit Al Syifa Kini

Karya jurnalistik bisa menjadi sebuah tantangan, terutama ketika melaporkan berita-berita besar yang mempunyai implikasi luas bagi beragam audiens. Outlet berita yang berbeda melayani preferensi audiens yang berbeda, dan hal ini dapat berdampak signifikan pada cara informasi disajikan. Outlet berita memiliki beragam audiens dan banyak pengiklan, yang kini sering kali mencakup pengiklan konten. Pada era digital ini, para pengiklan adalah bos tertinggi dalam perusahaan berita yang juga mempunyai kepentingan dan pelanggan yang maunya disesuaikan dengan bubble atau echo chambernya. Jadi kalau sekarang di seluruh sekolah Amerika sedang pada prihatin dengan korban Gaza, maka bisa dibayangkan CNN yang berusaha mengkooptasi group sensitif ini dengan cara menjadi mereka, mengingat arus deras masyarakat sudah jelas pro Palestina. Sedangkan lain kantor berita masih terbawa mimpi bantuan keuangan untuk negara kecil terjepit di tengah negara Arab yang suka perang, bernama Israel. Masa transisi media juga tidak bisa langsung bertransformasi untuk hidup ditengah era yang benar. Bisa saja mereka masih terus memimpikan Israel yang lemah tak berdaya butuh bantuan atau korban negara Arab bukan korban Palestina. Perasaan dan memori tentang Israel yang selalu dikeroyok Mesir, Yordania, Syria dan Lebanon yang telah paten di dalam memori otak yang dulu di ulang ulang masih menempel sangat kuat. Mereka jadi belum bisa move-on dengan informasi baru bahwa "sekarang sudah bukan eranya Israel jadi korban tapi pelaku." Ironis memang, the abused now becoming the abuser. Sekarangpun Israel dengan senang hati terlibat perang dengan semuanya lagi seperti dulu, dimulai dengan Hizbullah dan Syria, untuk menciptakan victimhood atau menciptakan propaganda Israel adalah korban keroyokan, ayo bantu lagi.

Logikanya, kita bertujuan untuk menjangkau sebanyak mungkin pemirsa dan menyediakan konten yang sesuai dengan preferensi mereka. Di era perpecahan ini, kita melihat kelompok sekuler moderat dan berhaluan kiri di satu sisi, sementara faksi sayap kanan dan beberapa faksi radikal, yang mungkin bersifat rasis atau tidak toleran terhadap agama, ada di sisi lain.

Bisakah berita benar-benar tetap netral dan seimbang? Jawabannya terletak pada pemahaman bahwa netralitas sering kali lebih sejalan dengan moderasi, sehingga berpotensi menarik kelompok moderat. Namun pendekatan ini cenderung membagi spektrum menjadi dua kelompok utama: ideologi moderat atau netral versus ideologi sayap kanan, agama, dan terkadang chauvinistik atau fasis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun