Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

SPP dan Masa Sekolah yang Merugikan

21 Mei 2024   04:36 Diperbarui: 26 Mei 2024   04:44 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita semua peduli soal pendidikan yang mencetak pemimpin atau calon presiden, calon pemimpin pabrik, atau pemimpin laboratorium nuklir, maka kita harus mendidik ke arah pencarian bakat murid dan mengoptimalkan bakat mereka. Kita juga harus berani memulai dengan memupuk dan menyiapkan secara benar sejak dari prasekolah, atau pre-kindergarten yang dalam bahasa Indonesia disebut pra-TK. Guru dari TK hingga mahasiswa harus juga ikut aktif memiliki rencana besar seperti mencetak penyanyi di TK dengan nyanyian yang setidaknya menghasilkan uang untuk menjadi calon penyanyi pop atau pemain piano sekelas Beethoven yang profesional dan viral.

Mengembangkan pikiran dan ide cemerlang merupakan sebuah perjalanan panjang yang dimulai sejak pendidikan dini hingga pendidikan tinggi. Di tingkat PraTK, anak-anak mulai belajar melalui bermain dan eksplorasi, yang mana merupakan fondasi penting dalam mengasah kreativitas dan rasa ingin tahu. Seiring bertambahnya usia dan tingkatan pendidikan, metode pembelajaran berubah menjadi lebih terstruktur, namun tetap harus mendorong inovasi dan pemikiran kritis. Di universitas, mahasiswa dihadapkan pada tantangan yang lebih kompleks dan diberi kebebasan untuk mengeksplorasi ide-ide mereka secara mendalam. Dalam konteks Indonesia, banyak institusi pendidikan yang mendorong siswa untuk mengembangkan 'growth mindset', yang memungkinkan mereka untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain itu, teknik brainstorming efektif juga menjadi kunci dalam mengumpulkan dan menyaring ide-ide untuk mencapai solusi kreatif. Hanya dari pelajaran hidup di masyarakat yang komplit yang bisa membuka wawasan tentang berbagai kemungkinan dan pilihan terbaik dalam mencampur segala macam disiplin ilmu untuk menciptakan segala macam yang smart dan yang serba terkoneksi dalam sistem masyarakat global. Dengan demikian, pendidikan yang berkualitas dari PraTK hingga universitas berperan vital dalam membentuk pikiran yang inovatif dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Pendidikan profesional tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja. Seorang pendidik profesional memahami bahwa setiap siswa memiliki potensi unik yang dapat dikembangkan melalui pendekatan yang tepat. Kriteria seperti keadilan, keterbukaan, dan fleksibilitas adalah penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung. Pendidik yang bijaksana dan konsisten dalam mengajar tidak hanya mengajarkan materi, tetapi juga membimbing siswa untuk menjadi individu yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Dengan demikian, pendidikan yang berkualitas tinggi dapat membentuk calon profesional yang siap menghadapi tantangan masa depan.

Jangan sampai memaksa anak didik dengan segala agenda kenegaraan 

seperti propaganda Orba. Ataupun pelajaran menyanyi yang menyelipkan lagu daerah lain, hanya supaya sekedar dapat melestarikan budaya dengan nyanyian seperti dari suku Kubu Anak Dalam hutan. Kasihan masa depan anak anak di Merauke kalau diajari nyanyi budaya lain yang arti lagu dan bahasanya tidak dimengerti, sehingga kelak terpaksa tinggal di tengah hutan Sumatera yang bahkan hutannya sudah menjadi hutan sawit, atau berakhir jadi buruh harian potong buah sawit. Sebaiknya, biarkanlah nyanyian budaya lokal diajarkan di daerah masing masing, supaya mereka tidak kehilangan budaya di daerah asalnya. Pelajaran menyanyi harus memperhitungkan cara yang umum pernah ditempuh oleh para penyanyi billboard. Sehingga bisa menghapus pelajaran yang tidak akan menjadikan penyanyi profesional dan dengan sendirinya kalau sudah profesional, pasti akan kreatif dengan berbagai flavor rasa music yang dicarinya. Banyak penyanyi top pop akan kehilangan penikmat kalau monoton, maka banyak yang mulai keluar jalur seperti John Lennon yang mencampur dengan musik budaya India, dia mencari sendiri dengan serius dalam berkreasi seni, bukan dicekoki mayoritas lagu budaya dan lagu perjuangan saja.

Menghindari buang waktu pendidikan selama bertahun tahun sejak PraTK sampai Wisuda sarjana, yang kalau dihitung hitung hanya seperti menghamburkan  hamburkan anggaran keluarga sampai anggaran negara, sampai banyak kejadian orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya yang secara terus menerus merongrong keuangan keluarga. Kita juga menyayangkan waktu yang dihabiskan untuk memacu kendaraan hanya sekedar bisa hadir tepat waktu di kelas, untuk apa? Apakah kalau sudah sampai menerobos lampu merah biar tidak telat, anaknya dijamin pasti akan cemerlang otaknya? 

Oleh sebab itu perlu dibuat menarik dan humanis. Memperlakukan setiap anak didik sesuai dengan pilihan prioritas mereka atau mengoptimalkan talent, walaupun juga diberikan pengenalan tentang pelajaran umum. Pelajaran umum bisa berdasarkan urutan gelar gaji tertinggi dari lulusan  STEM atau science, teknologi, engineering dan matematika, bisnis ekonomi, hukum, dan terakhir pelajaran menjadi guru, seni budaya dan pekerja sosial.

Masalahnya, mayoritas gaji wisudawan adalah pas pasan atau orang tua masih harus nombok merupakan potret pendidikan yang sia sia diseluruh dunia, tidak hanya di sini. Dan jelas jelas transformasi output-input hasilnya minus. Belum masalah pelajaran yang menjanjikan gaji tinggi malah bisa sangat membosankan di kelas. Bukannya tidak masuk akal kalau lulusan tertentu saja yang pasti akan mendapat penghasilan fantastis. Lalu mengapa ini tidak sampaikan secara jelas?

Jadi ada mismatch antara penawaran profesi dengan penghasilan tinggi dengan minat dan bakat yang dikembangkan selama ini. Sampai sekarang hampir semua anak SMA pun tidak tahu mau bekerja apa ynag penghasilannya hanya pas pasan. Atau tujuan sekolah untuk menjadi apa dan dapat uang seberapa banyak? Benarkah bisa merealisasikan menjadi apa tanpa harus mengerti cara belajarnya seperti apa? Coba seumpama masih SMA, harus sudah mulai fokus bekerja keras meniti karir dengan cara mengerjakan PR dan tugas praktikum dan membaca buku perpustakaan dan literatur lain dari internet untuk bergerilya mencari sertifikasi profesi. Misalnya memberanikan diri belajar atau training menjadi peneliti nuklir atau mempelajari Bioengineering yang menghasilkan sertifikat sebagai tugas ekstra kurikulernya berupa sertifikat Google Data Analytics. Sekolah harus berani mengintegrasikan kenyataan teknologi praktis yang membumi sekarang ini, bahkan seni pun juga menggunakan NFT, baca non fungible token. Apakah sekolah akan mulai berani membuang kurikulum yang usang dan membebani, atau kurikulum yang tidak menjanjikan penghasilan di masa depan?. Faktanya, banyak pelajar SMP yang sudah bisa "nge-hack", berarti tidak ada kata terlalu dini kalau diberikan. Bahkan terlalu menarik dan menjanjikannya penghasilan dari pelajaran ini, tidak mungkin akan membosankan atau membuat mereka mengantuk atau mengobrol sedetikpun. Jadi apa salahnya kalau semuanya fokus belajar mata pelajaran yang terbukti menjanjikan penghasilan atau return on investment, menurut para ahlinya, misalnya ahli bioengineering, ahli sejarah artifact yang nemu emas dalam puing.

Mengapa return on investment penting? Sudah berapa lama dan banyak jumlah  uang orang tuanya dihamburkan untuk bayar SPP dan akhirnya sia sia saja. Selain juga menghabiskan waktu sekian lama masa sekolah tanpa memikirkan tujuan utama pendidikan yaitu to make a difference in the world atau merubah dunia menjadi lebih baik, seperti kata presiden university of Texas waktu mewisuda dan memberi gelar 10370 mahasiswanya dengan 17 macam gelar minggu kemarin. Apakah gelar sarjana mereka sudah disiapkan atau dibuka lapangan kerjanya, maunya juga demikian. Bahkan mereka juga punya jaringan perusahaan alumni untuk menampung mereka, walaupun ikatan alumni nya tidak semilitan A&M di College Station. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun