masih saja kamu sendiri di sana, tabere
menjulur kaku ke lantai, digerogoti sepi
dengan jarum patah dan sedikit sisa darah yang menghitam
bersama kursi yang berdebu, juga putaran roda mesin jahit yang diam
masih saja kamu di sana, tabere
berwajah duka dan tak berpendar cahaya
berharap seorang Ina, selekasnya memoles ragam rupa kain
menjahit barisan silsilah yang hampir putus
menjadi barisan makna perca perca kain
menjadi barisan tentara kain yang berkobar
masih saja kamu di sana, tabere
terpekur membayangkan prajurit pengganti, pada pesta-pesta sekarang;
lebih berani dengan warna,
lebih romantik dengan kristal dan bunga,
meski kehilangan makna.
seperti Ina yang selalu membayangkan masa mudanya
pada musim perkawinan yang purba di Konawe
ada saung pesta yang maha,
genderang tabuh gong memanggil orang orang jauh,
pisau pisau dapur yang tak hentinya berdencang
serta ada kamu tabere di langit-langit).
masih saja kamu di sana, tabere
menjulur di lantai legam, tak habis-habisnya menunggu ina
meski kamu sendiri tahu, Ina sudah tidak muda lagi.
[Konawe, Juni 2013]
*Tabere = langit-langit rumah yang terbuat dari perca-perca kain yang di jahit. Sering diperuntukan sebagai dekorasi penutup (plafond) atap saung pesta atau rumah di daerah Konawe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H