[caption id="attachment_161971" align="alignleft" width="300" caption="                              Disudut malam/from mbah goole           "][/caption]
Seperti biasanya aku berjalan menelusuri lorong malam.
“Ah, gembel-gembel itu masih saja menghiasi lorong gelap kota ini.
Disudut jalan, mata-mata merah itu memandangku dengan sinis.
Tawa binal perempuan malam terasa renyah mengundang sahwat.
Dentang lonceng berbunyi tiga kali.
Langkahku semakin jauh menelusuri gelap malam.
Orang gila itu masih saja menyanyikan lagu-lagunya.
Dibawa gembolannya pergi, langkahnya sama dengan langkahku yang tak berarah.
Malam terus merambat pagi.
Riuh rendah suara pedagang mengisi lapak.
Satu persatu manusia malam itu menghilang.
Tak terdengar lagi suara desah dosa malam.
Malam menghilang, fajarpun menyingsing.
Debu-debu jalan datang lagi.
Gembel-gembel itu menggeliat.
Suara sombong pagi membuatnya berlari.
Iwan Kodrat Bandarlampung, 11 february
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H