Mohon tunggu...
Hadi Wirawan
Hadi Wirawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

petani gurem di @TuhanPatih

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Republik Nauru (Inikah yg dimaksud Bung Karno?)

17 November 2013   08:32 Diperbarui: 4 April 2017   17:46 12672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INILAH mungkin negara yang dulu oleh Bung Karno sering disebut sebagai negeri Utarakuru. Negara yang pemerintahannya cukup digerakkan oleh seorang presiden dan 14 camat, miskin dan nganggur dianggap subversi, tidak sekolah/kuliah dianggap melecehkan simbol-simbol negara. Negeri –meminjam istilah Bung Karno– dimana tak ada panas yang terlalu, tak ada dingin yang terlalu, tak ada manis yang terlalu, pun tak ada pahit yang terlalu.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menghasut pribadi-pribadi atau sekomplotan orang yang sudah lelah dan putus asa jadi warga negara Indonesia, dan kebetulan secara kolektif punya obsesi mendirikan negara baru. Silahkan kalau mau dijadikan inspirasi, risiko tanggung sendiri.

Tersebutlah di tengah samudera Pasifik bagian barat, berserakan pulau-pulau yang di atasnya berceceran negara-negara yang mungkin belum pernah sekalipun Anda dengar.

Salah satunya adalah Nauru (Republic of Nauru). Pribumi disana sering menyebut negara mereka “Naoero”. Nauru adalah negara terkecil di dunia, dari segi luas wilayah maupun jumlah penduduknya. Negara paling tak “berbunyi” di planet bumi. Tetapi jangan salah, pendapatan perkapita warga negara Nauru adalah salah satu yang tertinggi di jagad raya. Penduduknya termasuk salah satu yang termakmur di kolong langit.

Nauru tergolek di atas tanah seluas 8000 hektar di kawasan barat samudera Pasifik. Luasnya cuma sekitar seper sepuluh dari perkebunan kelapa sawit milik Astra, Eka Cipta Wijaya, Prabowo, Cargill, DL Sitorus, dan para taipan Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera sana. Cuma sekitar seper 50-nya luas hutan yang ditebangi para konglomerat pemegang HPH di Kalimantan sana. Tepatnya, luas Republik Nauru hampir setara dengan danau Toba.

Republik Nauru berpenduduk 9.300 jiwa (tersedikit di dunia) dengan kompisisi etnis 57% pribumi Nauru, 8% China, 8% Eropa, 27% sisanya suku-suku pendatang dari pulau-pulau yang berserakan di Pasifik. Bahasa resminya adalah bahasa Nauru, Inggris menjadi bahasa pergaulan.

Negara ini beribukota Yaren. Pemerintahan dipimpin seorang Presiden. Namun karena saking kecilnya wilayah teritorialnya, dalam herarki birokrasinya, sehari-hari Presiden bisa langsung bahu-membahu bersama 14 camatnya menjalankan roda pemerintahan. Nauru terbagi dalam 14 kecamatan. Gak pakai provinsi, daerah khusus/istimewa, ga pakai dareah otonom. Presiden yang paling legendaris dalam sejarah Nauru adalah Hammer DeRobut, menjabat selama sepuluh tahun mulai 11 Mei 1978.

Nauru yang bermata uang Dolar Australia, cuma mengandalkan tambang phospat sebagai penggerak roda ekonomi dan pembangunannya. Tetapi belakangan pendapatan nasionalnya (GNP) membengkak hebat akibat strategi jualan listriknya. Nauru menjadi pemasok listrik bagi Jepang, Selandia Baru dan beberapa negara tetangga. Pada tahun 2006 mereka menghasilkan 48 juta Kwh daya listrik.

Ini membuat GNP Nauru naik dari Rp 16 trilyun pada 1984 jadi Rp 26 trilyun pada 2005. Sementara pendapatan per kapitanya (PCI) ikut melesat dari Rp 210 juta (1984) jadi Rp 390 juta. Surplus neraca perdagangannya menghebat. Nilai impornya Rp 14 Trilyun, expornya Rp 93 trilyun. Semua itu membuat bangsa Nauru masuk dalam deretan bangsa termakmur di dunia.

Pulau yang kini menjadi Republik Nauru, dulunya (1798) ditemukan oleh armada laut kerajaan Inggris. Dengan semboyan “Britain rules the wave, the wave rules the sea”, Inggris pun kemudian memasukkan Nauru dalam potektoratnya. Tetapi pada 1888 Jerman datang dan merebutnya. Pasca Perang Dunia I, Nauru dibawah protektorat PBB, dan secara administrasi “dititipkan” ke Australia.

Ditengah-tengah Perang Dunia II, Jepang datang menjajah. Sedikitnya 1200 lelaki ditangkap dan kemudian dikapalkan ke benteng Jepang di pulau Truk, menjadikan mereka budak dan buruh. Populasi di Republik Nauru pun menyusut drastis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun