Mohon tunggu...
iwan febriyanto
iwan febriyanto Mohon Tunggu... -

pernah kerja di Atambua Timor Lorosae

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jakarta Menuju Nekropolis (1)

23 Januari 2014   11:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kecenderungan tata ruang perkotaan dalam satu abad terakhir ini mengarah kepada bangunan serba besi beton, kondominium, multi storey building, dan sky scrapper. Gejala inipada dasarnya merupakan bentuk anti ruang dan bertentangan dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau. Lahan hijau perkotaan seringkali menjadi korban perubahan fungsi dan tata guna lahan di hampir seluruh kota-kotadunia. Fenomena ini juga telah dan masih terus melanda ibukota negara kita Jakarta.

Tumbuh-tumbuhan di perkotaan sangat penting karena dapat membantu mengatasi masalah lingkungan. Hutan kota selain memiliki nilai estetika juga memberikan manfaat ekologis dengan mengurangi polusi udara, menurunkan suhu dan menjaga keseimbangan temperatur lingkungan, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, membantu lalu lintas dan cahaya yang menyilaukan, mengurangi pantulan dan fatamorgana sinar matahari, khususnya di jalan raya padat kendaraan.

Indikator hutan kota yang baik secara umum dapat dilihat pada jumlah vegetasi yang ditanam di sepanjang hutan kota, semakin banyak akan semakin meningkatkan kualitas lingkungan kota. Hampir seluruh bagian dari tumbuh-tumbuhan memiliki manfaat untuk menyelamatkan ganasanya lingkungan kota dan perubahan iklim global. Daging daun pada pepohonan dapat mengurangi pencemaran bunyi, ranting-ranting, dahan yang bergerak dan bergetar dapat membantu menyerap dan menghalangi suara. Tajuk dapat menarik partikel-partikel air, stomata daun pada tanaman tertentu dapat membantu pertukaran gas CO2 dengan O2 melalui proses fotosintesis.

Potret Hutan Kota Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah berkomitmen untuk menyediakan RTH 30 % dari luas kota Jakarta. Pada saat ini luas RTH Jakarta hanya 9 %. Artinya masih diperlukan kesungguhan pemerintah daerah untuk menambah hingga 22 % lagi. Dengan demikian masalah planologi dan RTH sudah jelas tanpa harus blusukan dan melancong kemana-mana. Melalui pemahaman masalah yang tepat masalah banjir dan kemacetan dapat diatasi dengan tepat dan baik. Sebaliknya tanpa kesunguhan mengupayakan RTH (ruang vegetasi) 30 % maka jangan berharap banjir dan kemacetan dapat diatasi.

Logika sederhana adalah ketersediaan RTH yang cukup dan seimbang akan menciptakan daya resapan air (debit banjir saat ini). RTH juga memiliki manfaat bioregion, ekologis, taman wisata alam, kanalisasi air dan peneyimbang polusi kota. Hutan kota pada dasarnya adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau di sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol dengan struktur menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa, burung-burung, unggas, binatang liar dan menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, dan indah. Hutan kota juga merupakan ekosistem yang mempunyai fungsi majemuk sangat penting untuk melindungi penduduk di kota Jakarta yang setiap tahun bertambah banyak dengan iklim semakin panas.

Menurut hasil penelitian sebuah lembaga riset mengenai Tingkat Polusi Global (Global Pollution Assessment), kota Jakarta merupakan salah satu kota paling kotor, semrawut dan polusi tertinggi bersama kota Mexico, Bombai, India. Sebaliknya beberapa kota bersih juga menjadi pembanding seperti kota Tokyo di Jepang, kota Singapura, kota Venecia Italia,Dubai, Chicago, New York, Washington, Amerika serikat. Kesemrawutan kota Jakarta pada dasarnya telah dibahas secara mendalam setiap tahun oleh sejumlah ahli, namun kunci kebijakan dan pelaksanaan ada pada pemerintah daerah Jakarta. Situasi demikian jika terus sajadibiarkan akan mengancam keindahan dan kenyamanan kota Jakarta sebagai garda depan ibukota negara.

Sebelum semuanya terlambat dan kota Jakarta menjadi kota mati (necropolis) sebagaimana deduksi Lewis Munford mengenai sejarah perkembangan kota, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta harus memiliki komitmen kuat dan konsistensi kebijakan tata ruang hutan kota yang baik, terencana (planed), terukur (measurement)dan terarah (directed)untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Seharusnya fokus Jokowi-Ahok dan birokrasi Pemerintah Daerah DKI segera menata Rencana Tata Ruang Kota dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRK dan RTRW) Jakarta. Jika tidak maka dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan kota Jakarta akan semakin semrawut, macet, bencana banjir, penuh kejahatan oleh fenomena urban crime seperti pencopetan, penodongan hingga perampokan dan pembunuhan yang makin sadis dan menakutkan.

Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun