Tinjauan sejarah
Bank atau lembaga Perbankan merupakan bagian sentral dari sistem keuangan dan pembayaran suatu negara. Dalam konteks global peranan perbankan juga sangat penting dalamsistem keuangan dan pembayaran dunia. Karena itulah salah satu sektor yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian negara dan masyarakat adalah sektor perbankan. Sudah seharusnya keberadaan suatu bank senantiasa harus diawasi dengan baik oleh otoritas moneter suatu negara yakni Bank sentral atau di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia. Namun peran serta masyarakat juga sangat diperlukan mengingat baik buruk praktek dunia perbankan akan sangat berdampak terhadap masyarakat khususnya para nasabah.Pertanyaan rumit kemudian muncul bagaimana tanggungjawab otoritas Bank Central terhadap kebijakannya daam melakukan penyelamatan Bank? Mengapa otoritas Bank Central harus bertanggungjawab terhadap keuangan negara selain ancaman terhadap sistem ekonomi? Sejauhmana kebijakan bailout sebuah Bank dapat disetujui sebagai penyelamatan Bank oleh otoritas Bank Central? Apakah implikasi selanjutnya ketika kebijakan bailout sukses menyelamatkan Bank namun gagal menyelematkan keuangan negara?
Pada tahun 1929 – 1933 ketika sejumlah proyek besar sedang berlangsung di Amerika Serikat diantaranya pembangunan Bendungan Colorado dan Kota Nevada terjadi krisis ekonomi dan perbankan. Separuh dari seluruh Bank di Amerika Serikatyakni sekitar 900 Bank mengalami kebankrutan dan kesulitan likuiditas. Dalam catatan sejarah perbankan dunia, krisis ini merupakan krisis terbesar dunia perbankan dan telah memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Amerika Serikat. Dampak paling nyata adalah pemangkasan gaji dan upah. Puluhan ribu pegawai Bank beralih profesi dan menjalanipekerjaan sangat kasar daripada menganggur (jobless). Beberapa eksekutif bank dan pegawai pusat perdagangan dunia (World Trade Center) menjadi kuli proyek besar seperti bendungan Colorado dengan gaji sepersepuluh gaji sebagai pegawai WTC dan karyawan Bank. Inilah domino effect dari krisis ekonomi yang diawali oleh krisis perbankan.
Jadi, daya tahan dan eksistensi suatu Bank sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat. Jika sebuah Bank mengalami krisis dan kesulitan likuiditas maka sangat cepat berpengaruh terhadap kondisi Bank lainnya, khususnya bila Bank yang mengalami krisis memiliki transaksi antarbank yang sangat tinggi. Dengan demikian memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah agar tetap percaya dalam menyimpan uangnya di Bank seharusnya dilakukan dengan baik oleh seluruh pelaku perbankan dan bank sentral. Misalnya dengan mengutamakan ‘kejujuran’, asas prudential dan perlindungan dana nasabah. Mengingat Bank sebagai sebuah sistem sudah seharusnya melakukan inovasi dan perbaikan secara terus menerus seiring dengan meningkat kompleksitas masalah keuangan, sistem transaksi dan jenis transaksi perbankan.
Dalam sejarahnya ‘rahasia bank’ bermula di Inggris tahun 1862 ketikamenguat perkaraFuster Vs The Bank of London, Juri menetapkan bahwa ada kewajibanbagi bank yang bersangkutan terhadap pihak lain namun selama puluhan tahun kemudian penetapan itu belum mendapat affirmasi dari putusan pengadilan selanjutnya.Sekitar 60 tahun kemudian Court of AppealInggris secara tegasmenyatakan sikap dalam kasus Tournier vs National Provincial and Union Bank of England tahun 1924. Keputusan pengadilan ini menjadi pedoman bagi negara-negara yang menganut sistem ‘common law’dalammemutuskan kasus mengenai ketentuan rahasia bank.
Bank Centuty dan Odious Fund
Pemikiran dan gagasan untuk merahasiakan keadaan dan kondisi keuangan nasabah bankyang kemudian melahirkan ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia bank adalah didasari oleh motivasi dan tujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual. Dalam sejarah dunia selama lebih dari seratus tahun Swiss merupakan salah satu negara dimana sistem perbankan sangat menjunjung tinggi rahasia bank. Rahasia Bank di Swiss juga dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individu, sehingga siapapun tidak bisa dan tidak boleh mengetahui keadaan keuangan dan transaksi si-nasabah. Sayangnya dikemudian hari perbankan Swiss menjadi terkenal sebagai tempat penyimpanan ‘uang haram’ dan uang najis (odious fund) dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh para pemimpin otoriter, diktator dan monarki.Melalui praktek mega korupsi juga dilakukan pejabat suatu negara dan menyembunyikannnya di Swiss. Persekongkolan juga dilakukan antara pejabat dengan para pengusaha jahat, serta berbagai bentuk, pola dan modus kejahatan keuangan international yang berkembang pesat dalam 7 dekade terakhir ini.
Namun, dalam 20 tahun ini lembaga perbankan di Swiss telah mengalami transformasi dimana keuangan dan dana yang diduga bersumber dari hasil kejahatan dan digunakan untuk kejahatan, khususnya terorisme dan narkoba mulai diungkap. Perkembangan ini telah membuahkan hasil yang signifikan, dimana ratusan trilyun dana haram dari hasil kejahatan narkoba dan korupsi dibekukan untuk jangka waktu yang lama. Namun dalam perkembangan berikutnya para penjahat kelas kakap ini masih terus melakukan kejahatan ekonomi dan keuangan. Dalam 20 tahun terakhir ini beberapa negara di kepulauan Karibia seperti pulau Bahama, Cayman Island, Hawai, dan negara-negara di Asia pasifik seperti Hongkong, Macao, Singapura merupakan negara-negara tempat penyimpanan dana haram dan hasil korupsi. Beberapa negara seperti Singapura, Hongkong dan China bahkan menjadi tempat persembunyian para penjahat ekonomi dan keuangan. Beberapa diantara mereka mendapat perlindungan dan penerimaan dari pemerintah dan mafia di negara-negara tersebut, sehingga mempersulit negara nasional dan sistem hukum asal si-penjahat (pelaku kejahatan) untuk melakukan penangkapan, pemeriksaan dan penyelidikan. Situasi ini semakin dipersulit oleh hubungan diplomatik yang buruk karena kedua negara karena tidak memiliki hubungan kerjasama ekstradisi, contohnya kasus puluhan koruptor kakap dari Indonesia yang melarikan diri dan bersembunyi di Singapura. Implikasinya Indonesia dirugikan secara ekonomi dan keuangan sebaliknya Singapura diuntungkan karena mendapat aliran uang masuk dan disimpan di Bank Singapura.
Rahasia Bank dan Pencucian Uang
Dalam beberapa dekade terakhir ini masyarakat perbankan dan masyarakat umumnya dihadapkan oleh suatu dilemma mengenai ‘rahasia bank’. Di satu sisi gagasan untuk memegang teguh rahasia bank khususnya rahasia mengenai dana nasabah yang disimpan di suatu bank hendaklah dapat dijamin dengan baik. Namun dalam perkembangan sistem perbankan dan bentuk kejahatan perbankan modern saat ini, alasan dibalik rahasia bank dalam mengungkap kejahatan perbankan semakin dipertanyakan. Dalam dua dekade terakhir ini semakin banyak modus kejahatan perbankan yang dilakukan oleh pihak bank sendiri atau pihak bank bekerja sama dengan kelompok usahanyamaupun kelompok penjahat lainnya (white color crime). Dengan demikian tuntutan untuk membuka dan membongkar aliran uang serta transaksi bank semakin tak terelakkan. Artinya, setiap transaksi yang mencurigakan dan terindikasi sebagai bagian kejahatan perbankan maka harus dibuka dan diungkap agar pihak penegak hukum dapat memperoleh bukti kuat atas kejahatan perbankan baik oleh pihak pemilik bank maupun mitranya dalam kejahatan perbankan dan keuangan.
Di Indonesia lembaga yang memiliki otoritas untuk mengetahui aliran dana dan transaksi adalah Pusat Pengawasan Aliran Transkasi dan Keuangan (PPATK). Sayangnya, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PPATK hanya dapat memberikan laporannya kepada pihak BPK untuk kepentingan audit BPK dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk keperluan penyidikan jika ada dugaan korupsi dan kejahatan keuangan maupun perbankan lainnya. Jadi, bila DPR-RI membutuhkan laporan PPATK dapat meminta fatwa Mahkamah Agung sebagai landasan yuridis. Masalahnya sejauhmana kita bisa menjamin bahwa PPATK menjalankan tugas sesuai Undang-Undang? Apakah PPATK benar-benar steril dari tekanan eksekutif dan badan intelijen negara? Jika PPATK bersungguh-sungguh mengapa aliran dana 6,7 trilyun bailout Bank Century tidak dibuka dan dipublikasi. Bukankah Bareskrim POLRI telah mengendus adanya penyimpangan lebih dari 3 trilyun dana Bank Centruty?
Diantara berbagai negara di dunia, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Undang-Undang Kerahasiaan Bank yang sangat ketat. Implikasinya adalah disatu sisi industri perbankan menjadi surga dan tempat yang paling nyaman bagi para penjahat ekonomi, perbankan dan keuangan negara. Efek berantai lebih dalam lagi adalah setiap kasus kejahatan perbankan secara langsung merugikan nasabah, dimana trilyunan simpanan nasabah menjadi hilang dan tak ada jaminan untuk dikembalikan. Modus semacam ini juga mempengaruhi kehidupan masyarakat luas karena akibat dari kerugian bank yang dananya sudah dirampok atau dipindahkan oleh pemilik bank bekerjasama dengan pihak lain memanfaatkan lemahnya pengawasan otoritas moneter (BI, LPS,OJK) menjadi tanggungan rakyat melalui pembayaran pajak dan non pajak. Artinya, penjaminan dan penggunaan cadangan devisa dan keuangan negara berarti penggunaan uang rakyat yang dikumpulkan sebagai pendapatan negara dari pajak. Bayangkanlah skandal BLBI dan KLBI tahun 1997 dimana negara mengalami kerugian 600 trilyun sebagai akibat dari sistem keuangan yang liberalistik dan sistem perbankan yang rapuh. Kerugian dan dampak lanjutan diperkirakan melebihi 1000 trilyun karena akibat skandal BLBI, pemerintah Indonesia mengikuti saran IMF untuk membebani kepada pinjaman luar negeri dan setiap tahun dicicil dan dibebankan kepada APBN sekitar 53 trilyun setahun (cicilan pokok) ditambah bunganya juga sekitar 30 trilyun setahun. Kewajiban ini akan dicicil selama 30 tahun sejak 1997.Belum tuntas kasus BLBI dan KLBI 1997 kita dikejutkan kembali oleh kasus serupa yakni skandal bailout Bank Century 6,7 trilyun rupiah.
Pertanyaan selanjutnya jika terjadi kejahatan perbankan yang sistemik dan direkayasa semacam itu, siapakah yang bertanggung jawab? Sejauh analisis yang penulis ketahui dari puluhan kasus kejahatan perbankan dan korupsi keuangan negara, sangat sedikit yang mau (willingness) diproses secara hukum. Jadi bukan tidak mampu (unability) diproses secara hukum tetapi tidak mau (unwillingness). Dengan kata lain dalam 32 tahun orde baru dan 15 tahun reformasi sedikit sekali kasus diselidiki dan disidik, lebih sedikit lagi yang divonis bersalah dan masuk penjara. Dalam kasus BLBI dan KLBI 1997 hampir seluruh pemilik Bank kabur bersama 600 trilyun dana yang dilarikan ke luar negeri. Selain itu belum banyak otoritas moneter yang diperiksa dan diadili secara hukum. Pengecualian justru terhadap Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdullah, Aulia Pohon dan beberapa ddeputi Gubernur lainnya justru terjerat dalam kasus penyalahgunaan dana 100 milyar dari YayasanPengkajian dan Pembinaan Bank Indonesia.
Dalam beberapa tahun ini sejak November 2008 Indonesia kembali dilanda skandal perbankan yakni Bailout Bank Century. Skandal ini memiliki dua ranah yakni ranah kebijakan (policy) dan ranah hukum (law enforcement). Bagaimana menguji kebijakan bailout sebagai pilihan terbaik atau terburuk? Selanjutnya bagaimana mengurai aliran dana bailout Bank Centuryyang mengalami kerugian 670 Milyar kemudian ditalangi hingga 6,7 trilyun rupiah? Bagaimana logika yang dibangun sehingga membengkak 10 kali lipat?Inilah relevansi kajian tulisan ini bahwa terdapat kamuflase sistem audit pada skandal bailout Bank Century, sebuah kenyataanbahwa dana 6,7 trilyun sudah berubah wajah, berubah rupa, pola, modus dan telah digunakan untuk memperkuat tujuan-tujuan kejahatan terhadap perekonomian negara dan perbankan di Indonesia. Sebagian dana ini patut diduga telah digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain maupun sekelompok orang. Dengan demikian upaya hukum (buktikan dapat diselesaikan dengan sistem hukum nasional) sebagaimana dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diapresiasi. Namun, rentang waktu yang terlalu lama sejak kasus mencuat tahun 2009 harus dikritik keras agar KPK sungguh-sungguh. Masalah lain yang mengundang kecurigaan adalah keragu-raguan KPK menetapkan tersangka dari pejabat negara, karena adanya resistensi untuk memeriksa pejabat tinggi. Tantangan bagi KPK hari ini adalah keberanian dan kesungguhannya untuk menyidik dugaan korupsi dan penyimpangan kewenangan di lembaga kepresidenan, sekretariat negara dan institusi TNIkhususnya bisnis TNI. Sejauh ini dan selama 11 tahun KPK berdiri sejak tahun 2002 ketiga institusi ini meskipun cukup kuat dugaan abuse of power namun belum ada keberanian KPK untuk mengusut, menyelidiki dan menyidik.
Ada apa dengan KPK?
Terima kasih,
Iwan Febryanto (Pengajar & Konsultan)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI